Angin berdesir dari segala penjuru menghimpitku. Rumpun bambu hijau di hutan terhempas ganas, disertai dentuman batang bambu yang patah berantakan.
Seperti ritual kuno dimana orang membakar hutan bambu untuk merayakan festival - suara 'petasan' alami dari bambu yang terbakar.
Dari cara bambu-bambu itu remuk diterpa angin gila, kencangnya badai ini sungguh luar biasa. Aku berdiri di pusarannya, menanggung beban kekuatan beringas ini.
Inikah sihir yang dimiliki pria ini? Ritualnya belum sepenuhnya terbentuk, namun sudah memiliki kekuatan sedahsyat ini... Aku sama sekali tidak bisa menunggu, energi gila ini seolah menghempaskanku telanjang ke dalam air dalam, menanggung tekanan hidrostatik dahsyat. Rasanya organ-organ dalamku hampir remuk hingga batas maksimal, sedikit lagi pasti akan hancur menjadi bubur daging dan dimuntahkan dari mulut.
Maka, dengan menanggung tekanan besar, aku menarik napas dalam-dalam lalu tiba-tiba berteriak: "Lin Furui!"
Benar, Lin Furui adalah nama anak sulung Lin Jianguo. Dalam percakapan kami, dia tak sengaja menyebutkannya. Saat itu aku tidak terlalu memperhatikan, tapi tetap saja berhasil mengingat nama ini. Tak kusangka detail sederhana ini kini menjadi sandaran terbesarku.
Dengan sengaja kugunakan sedikit teknik teriakan khas Taoisme, jenis yang paling dasar, membawa kekuatan penekanan terhadap roh manusia. Aku tidak berharap bisa menekan arwah sekuat ini, tapi keuntungannya adalah suara ini langsung menyasar jiwa! Jadi meski teriakanku diterpa angin kencang hingga terputus-putus seperti fragmen yang pecah... efek panggilan arwah ini tetap bekerja.
Begitu ucapanku meluncur, raut wajah pria yang berdiri dihadapanku langsung berubah drastis. Terlihat kemarahan, keterkejutan, bahkan secercah ketakutan, sebelum akhirnya menatapku dengan tatapan tak percaya.
Karena ritualnya terhenti sejenak, tekanan angin yang menghimpitku sedikit mengendur. Bahkan 'kegilaan' rumpun bambu pun agak mereda.
Sekarang juga!
Setelah sedikit merilekskan diri, aku tahu taruhanku tepat. Aku tak boleh memberi pria di hadapanku sedikit pun kesempatan untuk bernapas. Dengan gerakan cepat, aku merapikan jubah dan mulai melangkahkan kaki dengan langkah Gang yang sempurna - langkah standar untuk menahan dan memanggil arwah. Wajahku berubah serius saat aku berteriak keras: "Lin Furuì, Lin Furuì... Di mana? Di mana?... Dewi Xuan Nü dari Langit Kesembilan, Anak Pelayan Penjemput Arwah... Lin Furuì, Di manakah rohmu..."
Suara panggilan arwahku semakin keras. Berbeda dengan ritual biasa yang memanggil roh tersesat dari padang luas, ini adalah metode khusus untuk mencabut arwah langsung dari tubuh orang hidup - biasanya digunakan untuk mengatasi kerasukan. Teknik ini merupakan adaptasi unik yang termasuk dalam warisan keturunan Lao Li.
"Aaaahhh...!" Pria di hadapanku tiba-tiba memutus ritual sihirnya, terkena karma balasan dari teknik gaib yang digunakannya.
Namun berbeda dengan paranormal biasa yang pasti memuntahkan darah panas saat kena karma, dia justru memeluk kepalanya dan melolong panjang ke langit.
Aku tak yakin apakah mataku bermasalah atau aura energinya yang membuatku melihat sesuatu. Yang jelas, di pandanganku tubuhnya seperti terus-menerus berkerut dan berubah bentuk, seolah beberapa entitas ingin menerobos keluar dari dalam dirinya, sementara dia berusaha mati-matian menahan mereka.
Wajahku tidak sedih tidak gembira. Karena tidak membawa alat ritual, dengan tegas kusatukan telapak tangan menirukan ritme Memanggil arwah yang seharusnya menggunakan sumpit dan mangkok air. Mataku menatap tajam pria di hadapan ini, suaraku semakin dingin kejam, semakin mendesak: "Lin Furui, Lin Furui..."
"Aah, aah..." Pria angkuh itu memeluk kepalanya. Setelah kupanggil arwahnya dalam kondisi ledakan roh, dia langsung bersujud di tanah.
Sudut bibirku mengeras dalam senyum sinis. Inikah sang dewa yang agung? Sudah saatnya kau bersujud. Demi ribuan roh suci yang kausiksa, kota kecamatan yang menyedihkan itu, keberadaan menyimpang itu - sudah lama seharusnya kau berlutut...
Tampaknya ritual Memanggil arwah yang dianggap remeh para Taoist ini benar-benar mengenai 'titik vital' sang dewa. Sesuai dengan tebakanku sebelumnya di perahu.
Maka dalam 'serangan' ini, semua sihir sang dewa tak bisa digunakan. Sihir pada tubuh Nenek Ling Qing juga terlepas. Tapi betapa dalam bayangan trauma yang dialami nenek ini - meski tekanan telah hilang, dia masih menggulung tubuhnya gemetar ketakutan di antara rumpun bambu liar, mengunci diri dalam pelukan ketakutan.
Melihat Nenek Ling Qing tidak lagi menanggung cedera, hatiku sedikit lega. Namun melihat kondisi Nenek Ling Qing seperti ini, hatiku kembali diaduk-aduk perih... Seperti apa siksaan yang harus ditanggungnya? Bagaimana keadaan Guruku dan yang lain? Hui Dàye, Guruku...
Tapi mungkin bisa dibayangkan? Dari awal konflik, dewa itu menunjukkan sikap dingin yang luar biasa, kekerasan... Bagaimana mungkin dia memperlakukan orang lain dengan baik?
Sambil berpikir demikian, amarah membara yang selama ini terpendam dalam diriku tiba-tiba meledak seperti ledakan. Langkah Gang di bawah kakiku mulai mengalami perubahan. Aku mulai memblokir sekeliling. Jika ritual memanggil arwah benar-benar berhasil, aku memutuskan untuk menggunakan metode langkah Gang unik untuk mengunci roh...
Namun... Rupanya aku terlalu 'naif'. Bagaimanapun yang kuhadapi adalah dewa yang bahkan Wu Tian mau bekerja sama dengannya, mungkin bahkan sedikit lebih lemah. Bagaimana mungkin dia begitu rapuh sampai bisa dikalahkanku dengan mudah?
"Aaa..." Saat aku mengubah pola langkah Gang, pria ini tiba-tiba mengeluarkan erangan paling keras sejak terkena ritual panggil arwah. Di bawah pandanganku yang terkejut, dia menghantamkan tinju ke tanah dengan keras. Dengan kekuatan yang meledak dari pukulan itu, dia langsung bangkit berdiri.
Plak plak plak! Saat dia berdiri, bahkan kudengar suara persendian di seluruh tubuhnya berderak... Suara ini terdengar lebih menggetarkan daripada gemerincing pedang di medan perang, juga lebih membuat jantung berdebar.
“Uung... uung... Mas, pergi... Mas, aku takut, bawa aku juga...” Suara terisak-isak Nenek Ling Qing terdengar di belakangku, suara yang penuh ketakutan hingga ke puncaknya.
Kekuatan spiritualku masih penuh saat ini, tapi entah mengapa hatiku mulai dingin perlahan... Namun aku tak mau menyerah. Dengan tatapan mata yang menghunjam, kuterapkan teknik Memanggil arwah yang lebih mencekam - memaksa roh seseorang untuk terlepas dari tubuhnya.
Namun hanya dengan sekali pandang, seluruh tubuhku spontan mundur 'gres-gres' beberapa langkah. Langkah Gang yang kuterapkan sebelumnya kacau balau. Tenggorokanku terasa manis, kumaksakan menelan darah yang nyaris muncrat.
Inilah jurang perbedaan, inilah dahsyatnya tabrakan kekuatan... Aku belum pernah melihat wajah manusia yang memancarkan warna ungu, tapi pria di hadapanku ini...
Terutama matanya. Dari tatapan yang awalnya teduh, berubah menjadi dingin dan menusuk bagai penguasa. Kekuatan tak terbendung itu berdenyut dari sorot matanya, bagai cahaya yang nyata.
Kekuatan macam apa itu? Kekuatan jiwa? Energi spiritual? Akar kehidupanku tak sanggup menebak, lebih agresif dan mencekam dibanding Wu Tian... Aku tahu, ketika energi nasib seseorang telah mencapai titik nadir, atau dililit aura kematian hingga tingkat tertentu, energi itu akan merembes keluar... Bahkan orang biasa pun bisa merasakan keanehannya.
Tapi, ungu ini? Apakah manifestasi dari kebocoran kekuatan jiwa?
"Pada saat itu, kekuatan ledakan roh masih ada, tapi tubuhku seolah dihantam palu berat, sangat lemah... Ritual memanggil arwah sama sekali tidak bisa dilanjutkan. Hanya dengan sekali pandang, kurasakan seluruh tubuhnya bagai tembok baja. Bagaimana mungkin aku menarik keluar hun-nya dari tembok baja itu?"
Tapi aku tak boleh menyerah. Aku tak bisa mengorbankan diriku sendiri, karena masih memikul harapan. Apalagi mengorbankan nyawa Nenek Ling Qing. Maka dengan reflek aku berlari ke arah Nenek Ling Qing.
Setelah pria itu berdiri, dia sama sekali tak mempedulikanku. Tangannya terangkat, dengan gerakan sangat cepat yang tak bisa ditangkap mataku dalam kondisi ini. Dia mulai menepuk dan menekan 36 titik di tubuhnya dengan isyarat tangan aneh... Aku tak tahu apa yang dia lakukan.
"Chen Cheng Yi, kau lebih pintar dan tangguh dari perkiraanku. Sama menyebalkannya dengan gurumu." Suara dingin Shi menggema di telingaku.
Sama menyebalkannya dengan guruku? Langkahku terhuyung. Sepertinya Guruku pernah bertarung dengannya?
"Tanpa pengorbanan, sulit membuatmu tunduk. Kalau bukan karena kau berguna, kelancanganmu ini pantas dihukum mati sepuluh juta kali. Tapi..." Tiba-tiba Shi berhenti bicara. Tatapannya beralih ke Nenek Ling Qing.
Tangannya perlahan terangkat lagi... Jantungku langsung tenggelam. Hampir tanpa peduli nyawa, aku melompat ke arah Nenek Ling Qing.
Berteriak keras: "Jangan kau sakiti dia!"
