Sebenarnya sepanjang peristiwa ini, satu pertanyaan terus menggangguku: Mengapa Sang Dewa begitu terobsesi dengan takdirku?
Sebelumnya, bukan tak pernah kualami kejadian dimana seseorang terobsesi padaku tanpa alasan jelas. Seperti saat di Desa Miao Heiyan, Bonco Besar Boqie bersikeras mengambil darahku untuk memberi makan Ulat Setan. Tapi itu masih bisa dipahami, mengingat indera spiritualku yang kuat, dari sisi lain darahku memang mengandung energi spiritual yang melimpah.
"Tapi takdirku ditakdirkan penuh rintangan seumur hidup, usia 23 tahun menghadapi bencana, jalan cinta berliku, bahkan setiap saat jika tak hati-hati bisa 'tewas'. Untuk apa roh mengambil takdirku ini?"
Tak disangka Guruku justru memberi jawaban seperti ini... Yang diinginkan roh adalah Tongzi, 'Dao Tongzi' dalam takdirku.
Aku agak linglung, teringat saat selaput retak, tempat berkabut yang kulihat samar-samar dengan nuansa misterius, sakral, dan khidmat khas kuil Tao... Mungkinkah itu tempat tinggal kehidupan lampauku?
Tapi pemikiran ini terlalu absurd. Hingga ke tulang sumsum aku keras kepala, meski tahu dunia fana penuh keanehan, tapi hal kelahiran kembali belum kusaksikan sendiri, tetap tak bisa dibuktikan. Apalagi aku sudah hidup di masa kini, bagaimana bisa terkait dengan kehidupan lampau? Lalu bagaimana dengan indera spiritualku yang tiba-tiba kuat? Bagaimana dengan penguasaanku yang mendalam terhadap ilmu Tao?
Saat linglung, berbagai kekuatan perlahan pulih. Yang membuatku takjub adalah lenyapnya rasa lelah. Secara logika, setelah pertempuran beruntun, seharusnya aku sudah kelelahan. Mengapa hanya dengan duduk bersila sebentar, rasa lelah hampir hilang?
"Cheng Yi, apa kau sudah menemukan jawaban?" Suara penuh perhatian Guruku menggema di telinga. Seketika aku sadar, memandangi sorot mata tenang dan lembut Guruku.
Sorot mata itu memberiku sedikit ketenangan, tapi aku tetap menggeleng. Sebenarnya aku tak paham dengan tembok penghalang reinkarnasi ini.
"Sebenarnya, ini bukan hal yang sulit dipahami. Penipisan penghalang reinkarnasi ini sangat jelas terlihat pada anak kecil, terutama yang terjadi bertahun-tahun..." Guruku terdiam sejenak, sepertinya sedang mencari kata sifat tepat untuk menjelaskan hal ini padaku, kemudian melanjutkan: "Maksudku, jika seseorang melakukan hal yang sama selama beberapa siklus reinkarnasi, dan kebetulan penghalang reinkarnasinya tipis, maka saat lahir di kehidupan baru, dia akan menunjukkan bakat luar biasa dalam hal tersebut. Bakat ini terutama terlihat dalam bidang seni, hmm... Mengapa seni? Karena baik kaligrafi, puisi, musik, lukisan, dll semuanya mudah menyentuh hati manusia dan meninggalkan bekas mendalam pada jiwa."
Aku masih bingung memandang Guruku. Sebenarnya aku agak mengerti, tapi pemahamanku belum mendalam. Apa hubungannya denganku? Apakah Dao Tongzi juga termasuk seni?
Guruku yang melihatku belum paham menjadi agak kesal, tak tahan berkata: "Banyak hal yang patut dipertanyakan! Kau tahu Mozart? Jenius yang sudah mencipta musik di usia 4 tahun itu... Juga berbagai remaja jenius aneh lainnya! Dari perspektif Taoisme, semua ini berkaitan dengan tingkat roh. Jangan keras kepala menganggap itu karena otak mereka berbeda. Sepertimu yang sejak kecil memiliki kekuatan jiwa besar - itu juga bentuk kejeniusan..."
“Guruku, bicaralah secara langsung.” Bukan aku tidak sabar mendengar penjelasan Guruku sampai selesai, tetapi Sungai Takdir yang awalnya mengaum di seluruh platform tiba-tiba menjadi tenang, dan pikiran juga tenang, membuatku yang sensitif menyadari waktu yang tersisa bagi kami tidak banyak lagi.
Meskipun Guruku belum menyadari hal ini, aku yakin sekali bahwa badai besar sedang mengumpul.
Pada saat ini, Nenek Ling Qing akhirnya mendekat dan duduk di samping Guruku. Kebetulan mendengar sebagian percakapan kami, Ia langsung menggenggam tangan Guruku sambil meneruskan ucapan beliau, berkata lembut padaku: "Cheng Yi, masih belum mengerti? Anak sejati, sebenarnya batas reinkarnasi mereka rapuh. Sejak kecil sudah menunjukkan keunikan dalam sifat - mungkin kesepian, sombong, tetap polos seperti anak-anak, atau emosi yang kuat. Karena ditakdirkan menjalani bencana di dunia... Sedangkan kau di tempat khusus ini, di bawah tekanan ekstrim, batas reinkarnasimu hancur. Jika diberi waktu..."
“Hehehe... Jika diberi waktu, dia pasti akan mengingat semua peristiwa kehidupan Dao Tongzi! Karena kehendak kehidupan lampaunya yang dominan, maka keinginan masa lalunya akan menutupi keinginan masa kini... Pada dasarnya, roh adalah entitas kosong yang ditempa sepanjang kelahiran kembali. Tujuan sebenarnya hanya Langit yang tahu... Tapi dari sudut pandang lain, mengapa reinkarnasi itu pahit? Karena setiap kelahiran kembali mengembalikan kekosongan, semua pengalaman menguap bagai asap. Seumur hidup, praktisi spiritual hanya berusaha keluar dari siklus ini. Langit tidak menyukai kesempurnaan, sama seperti Langit tidak menyukai kepunahan. Selalu ada celah... Semua Cap Roh sebenarnya disegel oleh dinding reinkarnasi. Hanya ketika mencapai titik tertentu, semua penghalang akan pecah, membentuk diriku yang sejati yang utuh. Chen Cheng Yi, kau benar-benar patut dikasihani... Sebagai praktisi, bukankah kau tahu inti roh adalah kehendak individu? Kau belum mencapai keadaan meditasi tingkat tinggi untuk meraih diri sejati. Keinginan hidup ini ditutupi oleh kehidupan sebelumnya, artinya kau lebih sirna daripada hancur lebur. Hahaha...” Dialog kami tiba-tiba disela oleh entitas spiritual itu. Ucapannya membuat hatiku dingin menusuk.
Sebenarnya aku tidak takut mati. Sejak kecil aku sudah memahami bahwa pengalaman takkan terhapus, yang penting adalah tapabrata hati dan terangkatnya jiwa...
Tapi yang tak bisa kuterima adalah mulai sekarang, pengalamanku dan keinginan Chen Cheng Yi akan sepenuhnya tertutupi. Hal ini lebih kejam daripada kematian itu sendiri.
“Semakin aku memikirkan ini, tubuhku semakin tak bisa menahan getaran. Terasa seperti bom sungguhan tertanam di dasar hatiku kali ini. Bahkan aku rela hancur lebur...
Tapi tepat di saat itu, kedua tanganku digenggam dari kiri dan kanan. Nenek Ling Qing juga bangkit dan duduk di sampingku.
"Kau ini makhluk apa? Berani-beraninya bicara tentang pemahaman Langit dan roh? Tahukah kau prinsip universal: Tak pantas menakut-nakuti orang di depan orang tuanya! Seandainya kau punya Ayah-Ibu, waktu kecilpun aku takkan sakiti kau di depan mereka." Menghadapi kata-kata ini, Guruku bukan menghiburku, malah memaki-maki dewa.
Sementara Nenek Ling Qing berkata padaku: "Cheng Yi, jangan takut... Di tempat khusus ini, tembok reinkarnasi yang retak tak diakui Langit. Masih ada titik terang. Kami dan gurumu pernah merencanakan ini. Percayalah pada kami."
Sambil berkata, genggaman tangan Guruku dan Nenek Ling Qing semakin erat, seolah menyalurkan kekuatan mereka. Guruku melanjutkan: "Bahkan Langit tak bisa memusnahkan waktu. Seperti jejak aliran sungai takdir yang pernah ada! Cheng Yi, ingatlah kata-kut dulu: Hidup tanpa penyesalan adalah kedewasaan tertinggi... Seluas langit dan bumi, takkan hapuskan jejak kehadiranku. Berjalanlah jujur, tegak, maka hatimu takkan gentar. Apa yang perlu ditakuti?"
"Hahaha..." Benar, di dunia yang luas ini, tak bisa menghapus jejak bahwa Aku pernah ada di sini. Dan kejujuran membuat hati tak kenal takut, entah itu urusan mistis atau makhluk halus, kehidupan lampau maupun sekarang. Jika hati seseorang tak punya rasa takut, lalu apa lagi yang perlu ditakutkan? Perkataan Guruku membuatku tiba-tiba tercerahkan, tak kuasa menahan tawa lebar. Rasa takut yang ingin kuhapuskan sepenuhnya itu akhirnya menguap bagai asap.
"Sungguh sekumpulan ahli hipnosis diri sendiri, aku..." Dewa yang terkunci ini ingin mengatakan sesuatu lagi.
Tapi langsung dipotong oleh sorotan tajam Guruku yang berteriak keras: "Kau memang tukang cari masalah atau kenapa? Sudah kukatakan, di hadapan orang tua, jangan coba-coba mengintimidasi generasi muda mereka, atau...!"
"Atau apa?" Saat ini mata Dewa tiba-tiba menjadi suram. Di dalam pupilnya, kulihat seolah gunung berapi itu hidup kembali.
"Atau berarti kau minta dipukul!" Guruku sepertinya juga merasakan sesuatu. Ia langsung berdiri, dan dalam sekejap kurasakan semacam energi terkumpul dengan cepat. Rasa krisis yang dahsyat tiba-tiba meledak di hati, membuatku juga spontan berdiri.
Mungkin pertempuran penentuan yang sesungguhnya sudah tiba saat ini.
Pikiran ini membuatku linglung sesaat. Tiba-tiba kulihat di bawah permukaan sungai takdir yang tenang, muncul banyak pusaran air raksasa yang tersumbat. Pusaran-pusaran ini terhubung erat dengan Dewa, bagai mulut-mulut mengerikan yang siap mencaplok.
Menghadapi dominasi Guruku, Dewa melirik Guruku dengan sinis, lalu membuka mulut: "Jiang Lichun, mungkin kau belum pikun sampai lupa satu hal? Sungai Takdir tidak akan tandus, aku takkan pernah musnah. Alasan sebenarnya kubertahan di sini, coba tebak apa?"
"Tak ada hal yang abadi." Menghadapi provokasi Dewa, Guruku tetap tenang luar biasa.
"Ha... Tapi coba kau pukul aku sekarang!" Tiba-tiba Dewa mengaum keras. Di dasar Sungai Takdir, penghalang pusaran air yang misterius itu terbuka...
Pada detik itu, riak ombak yang menggelegar menggema. Inilah duel terakhir yang sesungguhnya!
