Kutatapkan langkahku, tepatnya Dao Tongzi yang menghentikan langkah, hanya memandang Lin Xiaohua dengan tenang.
Sedangkan Lin Xiaohua tak sekali pun menoleh, ia menunduk memandang batu di telapak tangan, angin menerbangkan rambutnya...
‘Batu sepenting ini dipungut Lin Xiaohua, tapi ekspresi pikiran tetap tenang. Apa yang sedang dipikirkan oleh pikiran ini? Aku merasa bingung. Sebagian bencana adalah ujian, sebagian lagi bertarung sampai mati. Pikiran jelas termasuk bencana jenis kedua. Mungkinkah dia lolos dari hukuman petir ini?’
‘Gemuruh’, kilat tipis yang terlihat tak berdaya itu kembali menyambar tubuh pikiran.
Saat ini pikiran benar-benar terkunci, atau mungkin tanpa terkunci pun tak ada cara. Begitu bencana datang, prinsip universal tetap berlaku meski kau bersembunyi di ujung langit dan bumi. Pikiran yang kehilangan Sungai Takdir hanya bisa mengandalkan kekuatan jiwa untuk menahan bencana ini.
Kekuatan jiwa pikiran yang terpancar berwarna ungu pucat semakin membuktikan asalnya dari Kunlun. Kekuatan jiwanya sendiri luar biasa perkasa. Jika mengikuti analisis Kak Zhenni, kekuatan selevel ini seharusnya mendekati praktisi spiritual tingkat atas. Tapi dibandingkan dengan roh Kunlun itu sendiri, bukankah kekuatan ini terlalu lemah?
"Hmm, hukuman petir yang khusus menarget roh." Berbeda dengan berbagai pemikiranku yang rumit, 'aku' yang lain justru berpikir lebih sederhana, malah menganalisis hukuman petir tersebut.
Aku juga yakin ini adalah hukuman petir khusus untuk roh, karena setelah dua kali disambar petir, raga fisik pikiran sama sekali tidak rusak, hanya meninggalkan beberapa jejak hangus.
Petir seperti ini terlihat lemah, namun sebenarnya, tenaga jiwa Shen yang tampak kokoh itu, setelah hukuman petir kedua jatuh, sudah terkuras lebih dari setengah.
Pada saat ini, barulah ekspresi Shen menunjukkan sedikit kepanikan.
Bencana langit umumnya menggunakan angka tiga, enam, sembilan sebagai basis. Setiap kali basis meningkat, kekuatannya akan melonjak berkali-kali lipat... Saat peningkatan terjadi, ada jeda singkat, tapi di waktu lain, petir bencana akan menyambar dengan cepat.
Terutama bencana tak kenal ampun yang dihadapi Shen ini, akan terus berulang dalam siklus tak terbatas sampai Shen benar-benar lenyap menjadi abu.
Tapi tak ada yang mutlak. Jika Shen punya tenaga dalam untuk menghancurkan awan bencana, maka bencana ini akan berlalu. Namun bencana berikutnya tetap akan mengejarnya.
Tapi apakah Shen memilikinya? Dia bahkan tak bisa bertahan dari petir kedua dalam bencana terkecil. Mustahil dia punya tenaga dalam ini. Aku hanya penasaran darimana ketenangannya saat melihat Lin Xiaohua mengambil batu?
Tapi sebelum sempat memikirkan masalah ini, petir bencana ketiga kembali menyambar.
Kali ini meski raut wajah Shen agak panik, akhirnya dia berteriak keras, mengerahkan seluruh tenaga untuk menahan petir bencana ini... Saar kilat menghilang, wajah Shen memucat. Kekuatan jiwanya telah sirna, rohnya pun jelas mengalami trauma. Petir keenam berikutnya yang kekuatannya berlipat ganda ini, bagaimanapun juga tak mungkin bisa dihadapi Shen dalam kondisinya sekarang.
Awan hitam yang menyelimuti langit semakin pekat, di antara langit dan bumi muncul pusaran angin... Di bawah bencana langit, platform yang penuh luka justru menambah pemandangan menyedihkan.
Namun, sebelum formasi awan bencana berikutnya terbentuk, Sang Pikiran mendapat sedikit ruang untuk bernapas.
"Xiaohua, bantu aku mengaktifkan Batu Rune Langit. Tak ada yang bisa menghentikanmu lagi. Mereka semua sudah kehabisan tenaga." Pada momen kritis ini, Sang Pikiran akhirnya berbicara, suaranya serak namun penuh keyakinan aneh.
Dia benar. Di seluruh arena ini, selain aku dan Sang Pikiran yang masih berdiri, tak ada lagi yang memiliki kekuatan tempur... Meskipun ada kehendak 'Dao Tongzi' dalam rohku, tanpa kekuatan yang bisa digunakan, apa gunanya sekedar kemauan?
Sedangkan Lin Xiaohua, perempuan ini selalu misterius. Seberapa besar kemampuannya, aku tak bisa menebak.
"Lin Xiaohua, jangan kau..." Aku refleks mengucapkannya, namun kehendak Dao Tongzi menekan keras. Menurutku Batu Rune Langit ini sangat misterius, ketenangan Sang Pikiran pasti terkait dengannya. Kini dia membukanya secara telanjang, aku tak boleh membiarkan hal ini terjadi.
Kami sudah membayar mahal, bertarung habis-habisan sepanjang jalan. Bagaimana mungkin gagal di ambang keberhasilan karena Lin Xiaohua?
Aku kesal kehendak Dao Tongzi menghentikanku. Tepat saat itu, sepasang tangan hangat menyentuh bahuku. Suara lembut berbisik di telinga: "Cheng Yi, kau juga lelah. Istirahatlah sebentar."
Aku menoleh dan melihat Nenek Ling Qing sedang tersenyum ramah padaku. Ternyata ia ingin menyuruhku beristirahat. Apakah ia juga percaya begitu saja pada Lin Xiaohua? Ataukah berpikiran sama dengan Dao Tongzi?
Namun sebelum sempat bereaksi, tubuhku sudah otomatis mengikuti Nenek Ling Qing. Ini kehendak Dao Tongzi yang mengendalikanku... Nenek Ling Qing membawaku duduk di samping Guruku.
Guruku masih pingsan, namun napasnya teratur menunjukkan tak ada masalah. Angin berdesir ketika Nenek Ling Qing menyobek kain lalu membersihkan darah di wajahnya dengan teliti, seolah tak khawatir sama sekali dengan situasi Lin Xiaohua dan Shen di sebelah.
"Xiaohua, cepatlah. Waktu hampir habis. Jika tidak, baik aku maupun Lin Furui akan hancur lebur seketika. Kau tahu kami tak bisa terpisahkan." Suara Shen terdengar lembut namun terburu-buru.
Semula Lin Xiaohua hanya membelai Batu Tianwen dengan tenang, entah memikirkan apa. Mendengar ucapan Shen, ia tiba-tiba menengadah. Rambutnya berkibar tertiup angin kencang menyembunyikan ekspresinya. Dengan suara datar namun bernada polos ia berkata: "Oke."
“Oke? Lin Xiaohua ini sebenarnya sedang main apa? Alisku secara reflek berkerut sedikit, tapi tiba-tiba suara lembut Nenek Ling Qing sampai ke telingaku: "Cheng Yi, kau terlalu tak paham isi hati perempuan. Gadis ini terlihat misterius dan terbiasa menyembunyikan diri, tapi sebenarnya tatapannya selalu memancarkan suatu informasi."
“Informasi apa?” Aku benar-benar tak bisa membaca perempuan bernama Lin Xiaohua ini. Selama ini aku selalu merasa cara bertindaknya aneh, cinta-bencinya tak menentu. Bagaimana Nenek Ling Qing bisa memahaminya?
“Kalau bukan kebencian yang tersembunyi dalam yang menopangnya, mungkin hatinya sudah jadi abu kematian. Hidup pun cuma seperti mayat berjalan. Masih tak kau pahami?” Suara Nenek Ling Qing mengandung helaan napas.
Dao Tongzi di dalam kekuatan jiwaku berkomentar "boring", lalu menghilang tanpa suara. Aku sendiri reflek menggaruk kepala. Perempuan peminum anggur Dewa ini berhati abu kematian? Perempuan penggoda ini berhati mati? Benar-benar tak kelihatan.
Mungkin terkadang hanya perempuan yang memahami sesama perempuan.
Tapi meski begitu, aku tak tahan bertanya: “Apa hubungannya hati matinya dengan hal ini?”
Nenek Ling Qing tersenyum. Saat itu, wajah Guruku telah dibersihkannya hingga kinclong. Ia mengambil beberapa sobekan kain untuk alas, lalu membaringkan Guruku yang semula duduk bersila dengan nyaman. Kemudian ia mengusap kepalaku seperti pada anak kecil, "Kau tak tahu seberapa besar kekuatan kebencian seorang wanita, melebihi sihir paling sakti sekalipun. Dan kau juga tak paham intuisi perempuan. Percayalah pada intuisi Nenek Ling Qing ini."
Tangan Nenek Ling Qing mengelus lembut rambutku, memberi rasa tenang yang luar biasa.
Baru kusadari, indera spiritual yang kuat pun kadang tak berguna. Sebab ia tak bisa menembus relung hati manusia, bahkan terkadang kalah oleh intuisi seorang perempuan.
Sambil berpikir begitu, kulihat Guruku. Apakah dia paham isi hati perempuan? Ternyata Guruku sudah mulai mendengkur, keningnya yang berkerut tadi telah kembali licin. Reflek kupegang tangan kasar-nya yang besar, persis seperti dulu saat ia menggandengku waktu kecil.
Tak jauh dari situ, Lin Xiaohua dengan khidmat meletakkan Batu Rasi Langit di tanah. Ia bersujud menghadap ke arah berlawanan, punggungnya menghadapku. Entah sedang melakukan ritual apa.
Hatiku terasa damai. Hanya berpikir: Andai setelah semua ini aku masih tetap menjadi diriku yang dulu, mampukah aku dan Guruku menjalani hari-hari tenang seperti sedia kala?
Pada saat ini, kehendak dingin Dao Tongzi itu ternyata tidak menggangguku... Hanya hening dalam rohku. Saat awan bencana di langit semakin menumpuk, dan bencana langit berikutnya akan segera datang, Lin Xiaohua tiba-tiba mengeluarkan suara hng, lalu terjatuh di samping.
Dengan reflek aku menoleh ke arah sana. Wajah Lin Xiaohua saat itu pucat, sudut bibirnya masih ada setetes darah segar. Dari bekas darah itu terlihat warna Jingxue yang tersimpan.
Batu Langit yang awalnya berwarna abu-abu kelam kini telah diwarnai kemerahan. Jelas Jingxue Lin Xiaohua telah dioleskan padanya. Entah karena efek peresapan Jingxue, pola-pola di seluruh permukaan batu itu menjadi sangat hidup. Sebuah energi dahsyat menyembur dari batu tersebut.
Aroma waktu kuno yang penuh kenangan itu ternyata tak kalah kuat dibanding saat kekuatan Langit memasuki dimensi ini. Benda apakah itu?
