Rupanya Lin Xiaohua ingin memusnahkan Batu Tianwen ini sepenuhnya!
Ini mengingatkanku pada formasi di altar. Sembilan sebagai bilangan puncak, Lin Xiaohua menyuruhku menambahkan satu garis... Jangan-jangan...
"Ditemukan? Aku sudah tahu akan seperti ini. Di tubuhnya tersembunyi sebuah pola formasi, gelombangnya samar, kalau bukan karena hubungan indera spiritual, aku juga takkan bisa melihatnya. Pola formasi ini hanya perlu digambar dengan vermilion atau darah sekali saja untuk membentuk formasi yang canggih. Formasi Langit umumnya menggunakan angka tiga, enam, sembilan. Altar di sini saja membawa sembilan pola formasi, kau pikir batu langit yang levelnya tinggi ini akan punya berapa pola formasi?? Wanita ini sangat licik, sejak awal sudah ingin menghancurkan batu langit ini." Dao Tongzi memberikan komentar singkat.
Ini mengingatkanku pada sebuah detail. Saat Lin Xiaohua mengambil batu langit, tubuhku tiba-tiba berhenti, harus menanggung melihat semua ini terjadi. Bahkan upayaku untuk menghentikan pun ditekan oleh kehendak Dao Tongzi. Ternyata melalui indera spiritual yang luar biasa, dia sudah mengerti gelombang formasi itu, sejak awal sudah menebak semua ini.
"Formasi itu mungkin berasal dari orang yang sama dengan formasi bencana langit. Merusak batu langit ini sudah cukup." Dao Tongzi kembali berkomentar datar, kehendaknya kembali memasuki kesunyian.
Di hadapanku, Lin Furui benar-benar hancur. Dia berdiri, meski langkahnya goyah, dan menerjang ke arah Lin Xiaohua. Ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kelembutan. Dia berhenti kurang dari setengah meter di depan Lin Xiaohua, terus berteriak: "Kau menghancurkan aku, kau menghancurkan aku..." Lalu mengulurkan tangannya, seolah ingin merebut Batu Tianwen itu.
Batu Tianwen di tangan Lin Xiaohua bergetar dahsyat. Kertas Fu melayang jatuh, sementara pola formasi berwarna darah itu tercetak sempurna di permukaan batu.
Dari Batu Tianwen terdengar suara histeris sang Pikiran. Ironisnya, teriakannya sama persis dengan Lin Furui: "Lin Xiaohua, kau menghancurkan aku, kau menghancurkan aku!"
Segala kejadian di momen ini begitu ironis. Ironi yang membuat sudut bibirku tanpa sadar berkerenyit, memancarkan senyum sinis. Baik sang Pikiran maupun Lin Furui, siapakah dari mereka yang berhak mengucapkan kalimat itu kepada Lin Xiaohua?
Batu Tianwen masih bergetar, namun pola di permukaannya mulai menunjukkan aura kematian. Retakan halus mulai muncul di batu tersebut.
'Gemuruh!' Saat petir bencana kelima menghantam, Lin Furui akhirnya berhasil merebut Batu Tianwen. Dia menggosok pola di permukaan batu itu dengan gila-gilaan menggunakan telapak tangannya. Tapi begitu formasi terbentuk, meski warna dipermukaan terhapus, mungkinkah jejak pembentukan formasi itu ikut terhapus?
Di tengah cahaya petir, Lin Furui menjadi gila. Ia melemparkan batu bertulisan langit yang berharga itu. Saat cahaya petir mulai mereda, ia berlari ke hadapan Lin Xiaohua dan mengangkat tinggi tangan kanannya.
Melihat ini, tubuhku gemetar ingin bangkit, namun Nenek Ling Qing menahanku sambil menggeleng perlahan, berbisik: "Dendam dunia persilatan harus diselesaikan di dunia persilatan. Perasaan antara dua manusia ini biarlah jadi urusan mereka berdua."
Aku menghela napas pelan dan duduk kembali.
Bersamaan itu, Lin Jianguo juga berlari mendekat sambil berteriak: "Hewan! Kau berani! Xiaohua dia..."
Tapi Lin Xiaohua menghentikan Lin Jianguo dengan tatapan. Lin Furui yang sudah kehilangan akal sehat itu tanpa ragu menampar Lin Xiaohua dengan keras. Aku tertegun: Bagaimana mungkin dia yang begitu lemah bisa meledak dengan kekuatan sebesar itu di saat seperti ini? Tamparan yang mengerikan itu mengarah ke Lin Xiaohua!
Saat cahaya petir benar-benar menghilang, terdengar suara 'plak' nyaring. Tamparan Lin Furui mendarat di pipi Lin Xiaohua. Tubuh kurus Lin Xiaohua terhuyung-huyung diterpa angin, tapi akhirnya tetap berdiri tegak.
Tamparan itu tanpa ampun. Kulihat pipi kiri Lin Xiaohua langsung membengkak memerah. Darah menyilaukan mengalir perlahan dari lubang hidungnya. Meski dalam keadaan memalukan, ia tersenyum bahagia tanpa alasan yang jelas.
"Kak Furui, ingat waktu kecil, kau di keluarga kami, aku selalu memanggilmu seperti ini? Yang tak bisa kulepaskan, sebenarnya hanyalah Kak Furui... Sekarang, baiklah, satu tamparan telah menghancurkan segalanya, ini juga tanda ikatan kita telah putus, sudahlah, aku juga lelah." Lin Xiaohua berkata dengan ketenangan mematikan, ketenangan hati yang mati itu terdengar begitu menakutkan.
Ia perlahan mengusap jejak darah di wajahnya, namun karena gosokan telapak tangan, darah itu berkabut di wajahnya. Tapi ia tak peduli, malah tersenyum lagi ke arah Lin Furui sebelum berbalik menghampiriku.
Lin Furui terhuyung mundur dua langkah. Kali ini kepucatan di wajahnya jelas bukan berasal dari kelemahan, melainkan kepucatan yang berasal dari dasar hati.
Baru setelah Lin Xiaohua melangkah beberapa kali, Lin Furui seperti teringat sesuatu. "Xiaohua, jangan, jangan pergi!" Teriaknya. Dengan langkahnya yang lemah ia berusaha mengejar, tapi tamparan itu seolah menghabiskan seluruh qi-nya. Baru satu langkah, ia sudah lunglai bersujud di tanah.
Saat itu, dari batu Tianwen yang mulai pecah itu mengirimkan gelombang pikiran yang luar biasa kuat: "Lin Xiaohua, hahaha... Lin Xiaohua! Kau habis-habisan menjebakku, tapi rupanya kau tetap kalah? Kenapa kau tak mengerti, selama ini kehendak yang mendominasi adalah aku, AKU! Yang baik padamu adalah aku, yang menuruti dan memanjakanmu adalah aku! Bukan Lin Furui ini... Dia tak pantas sama sekali, tapi kau malah menjebakku, MENJEBAKKU..."
“Sekumpulan orang gila.” Dao Tongzi sepertinya tak tahan lagi, benar-benar terjebak dalam keheningan.
Tapi aku tak bisa membayangkan seperti apa cerita itu? Dua roh dalam satu tubuh... Lalu bertemu Lin Xiaohua, tiga orang terjerat hingga kini? Seperti apa kesakitan itu? Apakah dewa yang agung itu juga tersentuh pikiran duniawi? Ataukah dia hanya dipengaruhi perasaan oleh Lin Furui? Atau mungkin tak rela Lin Xiaohua tak pernah menganggapnya penting?
Aku bukan pihak yang terlibat, tak punya jawaban. Hanya saja tak kusangka dewa yang telah melakukan segalakejahatan ini, di saat pemusnahan ternyata masih mempedulikan hal ini?
Tapi, mengapa dua roh yang mengaku mencintai Lin Xiaohua ini, di antara hidup-mati justru pertama kali memikirkan apakah diri sendiri bisa bertahan, memilih meninggalkan bahkan menyalahkannya? Atau, dari sudut pandang tertentu, mereka sebenarnya hanya satu orang.
Lin Xiaohua tak menoleh. Beberapa hal hanya terjadi di momen itu, saat momen itu lewat, hatinya pun menjadi abu kematian.
Ia hanya berjalan mendekatiku lalu duduk, memandangiku sejenak dan berkata: "Chen Cheng Yi, penampilanku sekarang tak begitu bagus. Tapi, kau keberatan ku bersandar sebentar?"
Aku tak tahu harus berkata apa, hanya berbisik: "Tidak."
Lin Xiaohua menghela napas, meletakkan kepalanya pelan di bahuku: "Bagus. Sayang tak ada anggur Dewa untuk berterima kasih padamu."
“Tidak apa-apa.” Di mataku terpantang Lin Furui yang nyaris berlutut di tanah, memandangi keadaan Lin Xiaohua. Saat ini, petir bencana terakhir mulai terbentuk... Lin Furui justru menatap Lin Xiaohua dengan mata berkaca-kaca, mengucapkan sesuatu dengan suara yang sangat lemah.
Namun dengan membaca gerakan bibirnya sambil setengah menebak setengah mendengar, aku mulai mengerti bahwa dia berkata, "Xiaohua, aku takut. Aku benar-benar takut."
"Takuti apa? Kematian masih ada reinkarnasi... Inilah pembebasan untukmu. Mengapa kau tak mengerti jerih payah Xiaohua?" Sepasang tangan dengan lembut mencengkeram bahu Lin Furui, lalu memeluknya seperti menggendong anak kecil ke dalam pelukan.
Siapa lagi yang bisa berada di sini selain Lin Jianguo?
Rupanya kebencian pada anaknya sendiri tak bisa dipertahankan. Saat ini, Lin Jianguo memandangi Lin Furui yang lemah, matanya hanya menyisakan rasa sayang.
"Ayah, aku takut... Ayah, aku takut!" Lin Furui bagai mencengkeram akar penyelamat nyawa, erat menggenggam kerah baju Lin Jianguo. Dalam pelukan ayahnya, dia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil.
Sebenarnya postur tubuh Lin Furui cukup tinggi, sekitar 1,9 meter, sedangkan Lin Jianguo hanya sekitar 1,75 meter. Tapi saat ini, pelukan Lin Jianguo benar-benar terasa seperti gunung tinggi yang kokoh untuk bersandar.
"Penakut, apa yang perlu ditakuti? Hari ini, meski mati, bukankah ada Ayah yang menemani? Lagipula, masih ada keluarga, ingatkah kau pada Ibumu, saudara-saudaramu? Sudah hidup selama ini, masihkah kau tak paham? Panjang atau pendeknya umur tak sebanding dengan hidup yang penuh berkah, tenang, dan bahagia? Jadi, takut apa?" Lin Jianguo menghibur Lin Furui.
Setelah bencana langit, kematian pasti akan menghampiri Lin Jianguo. Ia juga berhutang banyak, namun dibanding Lin Furui, ia lebih tenang menerimanya.
Sepanjang proses ini, Lin Xiaohua tetap terpejam, tak sekalipun membuka mata untuk melihat Lin Furui atau Lin Jianguo. Seperti katanya, mungkin ia memang benar-benar lelah... Tapi apakah dengan memejamkan mata, hati bisa tak mengingat?
Ia bersandar di bahuku. Sejak tadi kurasakan air matanya kembali menetes tak henti.
Sebenarnya, ia sudah melakukan cukup banyak. Memberi Lin Furui kesempatan pembebasan, sekaligus menghukum dewa yang merusak hidup Lin Furui dengan kekuatan dan ketabahannya sendiri.
"Sebenarnya, harus dimulai dari mana ya? Chen Cheng Yi, tahukah kau? Dulu aku gadis kecil yang tak disukai, karena sakit – benar-benar sakit. Lumpuh? Atau apa? Jadi sejak kecil, aku hanya bisa terbaring di tempat tidur..."
Suara bergema di telingaku. Lin Xiaohua mulai bersuara.
Saat itu, petir bencana keenam akhirnya menyambar.
