Lin Xiaohua jelas takkan mengomentari hal ini. Setelah kematian hati, luka terakhir itu kupikir tak ada yang mau membagikannya pada orang lain. Itu hanya rasa yang bisa dinikmati sendiri.
"Cerita selanjutnya, sederhana saja sebenarnya... Pertemuan pertama, benih yang pertama kali ditanam. Di masa tumbuh setelahnya, aku bisa membedakan mana kakak baik dan kakak jahat. Jangan kira sulit menjelaskan banyak hal pada anak kecil. Justru dari perspektif polos mereka, segalanya menjadi mudah, cepat diterima. Karena cara berpikir mereka belum mengeras, belum belajar menolak perkataan orang, melindungi dunia dan rasa amannya sendiri... Waktu itu aku tak berpikir rumit, tak merasa ada keanehan. Aku hanya nekad membagi orang itu menjadi kakak baik dan kakak jahat." Suara serak Lin Xiaohua berubah perlahan saat bercerita datar, menjadi... lebih berat.
Suara yang membedakan antara gadis remaja dan perempuan muda.
Angin berhembus, Lin Xiaohua menjadi tua dalam kenangan.
Tentang kakak baik dan kakak jahat, tak perlu diingat detailnya. Satu dingin dan tinggi di atas dengan tatapan meremehkan. Satunya ramah, lembut, dan hangat dengan aura matahari. Jarak sejauh itu memberi kesan macam apa pada gadis kecil, bisa dibayangkan.
Semakin buruk menjadi lebih buruk, semakin baik menjadi lebih baik. Penilaian anak-anak sesederhana itu.
Lin Xiaohua tidak menceritakan detail-detail masa pertumbuhan, hanya memilih dua fragmen... Kenangan pertama saat melangkah keluar dari Pintu gerbang adalah saat dibawa oleh kakak baik. Ia tergeletak di punggungnya, dibawa keluar dari rumah kecil berpagar.
Mereka berjalan jauh dan lama... Banyak orang yang ditemui dengan tatapan penuh hormat, tutur kata santun, semata karena posisinya yang tergeletak di punggung sang kakak.
"Mungkin waktu kecil aku juga pernah dibawa keluar? Berobat? Atau keperluan lain? Atau mungkin aku sengaja melupakan yang lain, hanya mengingat langit biru dan angin hangat saat itu... Saat sampai di tepi desa, suara glekuk arus sungai menjadi 'dunia jauh' yang pertama kurasakan." Ulas Lin Xiaohua tentang fragmen ini.
Detail lain terjadi saat keduanya beranjak remaja. Suatu malam, Lin Furui tiba-tiba 'terbangun'... Ia mendatangi kamar Lin Xiaohua. Dalam semalam itu, dua remaja yang belum matang justru melakukan percakapan paling intim.
Kesedihan yang terpendam... Malam itu, Lin Xiaohua pertama kali melihat Lin Furui menitikkan kaca-kaca. Ia baru menyadari betapa kata-kata begitu belum cukup, bahasa begitu miskin saat ingin menghibur seseorang.
Jika masa kecil menanam benih harapan, malam itu tunas-tunasnya mulai tumbuh. Akar di hati ini takkan pernah terhapus.
“Jangan bilang dunianya hanya ada dia, karena seluruh proses jatuh cinta padanya, mana mungkin hanya dua detail ini? Titik-titik kebersamaan siang-malam, ditambah kondisi mental yang ekstrem itu, yaitu ketika orang itu jelas ada di depan matamu tapi bukan dia, hasratmu yang membara akan kehadirannya, lama-lama menjadi penyakit. Ketergantungan patologis yang menyertai cinta yang belum matang adalah paling mengerikan, karena akarnya terlalu kuat, akan tertanam remuk-redam di dasar hati terdalam. Bagaimana mencabutnya? Mencabut sampai ke akar, pasti akan merobek seluruh jantung.” Nada bicara Lin Xiaohua begitu tenang, tapi sedang menceritakan permulaan cinta yang terukir di tulang padaku.
Aku terdiam. Cinta di dunia fana ini punya banyak jenis, tapi apapun awalnya, seberliku apapun, tenang atau bergolak, yang paling ditakuti adalah yang berakar di hati. Seperti kata Lin Xiaohua, bagaimana mungkin dicabut? Atau biarkan saja layu? Tapi yang tumbuh di daging, disirami darah, mana mudah layu? Pada akhirnya menghabiskan begitu banyak usaha sendiri, lalu tertinggal di dalam roh.
Cerita selanjutnya, Lin Xiaohua juga menuturkannya dengan sangat singkat: intinya mereka tumbuh besar, penyakit Lin Xiaohua dengan bantuan pikiran, sembuh setengah.
Kenapa cuma setengah? Aku tak tahan menanyakan lebih lanjut.
Bagaimanapun aku tahu, berbagai aspek pikiran pasti sedikit banyak terpengaruh oleh Lin Furui, dan saat itu Lin Furui pastinya telah jatuh cinta pada Lin Xiaohua.
Karena selama masa-masa pertumbuhan mereka, yang mengalami kesepian bukan hanya Lin Xiaohua, tapi juga Lin Furui... Yang lebih menakutkan, Lin Xiaohua masih memiliki kognisi diri yang menyadari keberadaannya, sementara Lin Furui bahkan tidak memiliki itu, hanya karena semua yang dikenali orang lain adalah sosok 'pikiran' yang berada di tempat tinggi.
Selain keluarga yang jarang bertemu karena kendali sengaja dari sang pikiran yang masih mengenali keberadaannya, hanya tersisa Lin Xiaohua.
Yang lebih berbeda, Lin Xiaohua tidak hanya memberinya pengakuan eksistensi, tapi juga ketergantungan, pemujaan, kepercayaan... cinta! Menghadapi perasaan seperti ini ditambah masa-masa pertumbuhan, adakah kemungkinan seorang anak laki-laki yang selama ini tertekan dan agak pengecut untuk tidak merespon atau menerima?
Apalagi, Lin Xiaohua memang seorang perempuan yang memesona, meskipun kondisi tubuhnya saat itu sangat buruk, namun tidak bisa menguburkan cahayanya.
Jika tidak, bagaimana mungkin sang pikiran yang berada di tempat tinggi itu membiarkan hal ini? Jika ia tidak mengakui Lin Xiaohua, dengan sifat otoriter dan DOMINASI-nya, pasti akan berusaha sekuat tenaga menghentikan Lin Furui... Bagaimanapun dari sudut pandang tertentu mereka adalah orang yang sama.
Jadi dalam situasi seperti ini, mengapa sang pikiran hanya mau menyembuhkan Lin Xiaohua setengah jalan?
"Sangat sederhana, perbedaan terbesar antara pikiran dan Lin Furui terletak pada kendali. Saat itu, Dia ingin datang ke sini... Dia takut aku tidak mau ikut, jadi hanya mau menyembuhkan setengah dari tubuhku. Selain itu ada dua alasan lagi: Pertama, di dunia luar Dia tidak berani menggunakan kekuatan Batu Tianshi secara berlebihan. Kedua, ini digunakan untuk memberi tekanan pada orang tua agar membiarkanku pergi." Penjelasan Lin Xiaohua sangat gamblang.
Mungkin waktu memang tidak banyak lagi, Ia sudah tidak mampu menceritakan detail-detail yang rumit.
Namun faktanya, tanpa kehadiran Lin Furui, pasti pikiran tidak bisa membawa pergi gadis yang - karena cacat fisik - telah menempa ketegaran luar biasa dalam hati selama masa-masa pertumbuhan.
Ia pergi bersama-Nya... Pergi dengan tegas, alasan terbesarnya adalah saat itu Ia belum memahami orang tua, merasa mereka hanya menjilat pada pikiran, dan cinta terhadapnya telah banyak memudar setelah kedatangan Sang Pikiran. Tidak mungkin tidak ada dendam dalam hati.
"Orang tua aku meninggal tak lama setelah aku masuk ke sini. Aku tak mau membahas kesedihan saat itu. Yang masih kuingat, Lin Furui yang memberitahukan kebenaran. Karena Shen khawatir aku masih punya keinginan terhadap dunia luar dan tak mau tinggal tenang di sisinya, maka dia menggunakan cara kecil untuk mempercepat kematian orang tuaku. Saat itulah, dari mulut Lin Furui, aku baru tahu kebenaran: semua sikap baik orang tuaku pada Shen adalah untuk menyembuhkanku. Soal bagaimana Lin Furui mengetahuinya, itu karena setelah masuk ke sini, dia semakin menyatu dengan Shen." Lin Xiaohua akhirnya menceritakan bagian tentang orang tuanya, tapi dengan tenang, matanya tak berkaca-kaca.
Karena gadis ini sudah memutuskan: hutang nyawa harus dibayar. Dengan keteguhan hati seperti ini, apa lagi yang perlu disesali?
“Apakah kau selalu menganggap aku seorang wanita yang bijaksana? Sebenarnya tidak, yang diperhatikan justru akan kacau dan kejam, seperti ketidakmampuanku melihat ketulusan orang tua. Karena aku selalu merasa kemanusiaan itu kejam, kekejamannya terletak pada kesalahan kecil yang sama - hati tidak akan memperhitungkan orang asing, merasa karena kau orang asing, wajar jika kau berbuat salah sebab kau tak punya kewajiban berbuat baik padaku. Tapi justru akan memperhitungkan orang yang diperhatikan, merasa 'aku sudah memperhatikanmu, sudah memberimu, mengapa kau masih berbuat salah?' Jadi, aku juga kejam... Karena mereka orang tuaku, lebih banyak cinta yang kurasakan wajar. Jika orang asing yang membesarkanku seperti ini, tentu aku akan penuh rasa terima kasih. Tapi orang tua sendiri? Aku malah menyalahkan dan tak rela... Kemudian aku berpikir: bukankah seharusnya kita lebih toleran pada orang yang diperhatikan, dikasihi, dan dikenal? Takdir seumur hidup tak mudah, bisa memberi pengertian pada orang asing, mengapa tak bisa memberi pada mereka? Membuat perasaan semakin terangkat? Bagaimanapun, berbuat baik atau tidak adalah hal alamiah, dan perbuatanmu pada orang lain juga seharusnya alamiah. Begitu ditambahkan pertimbangan untung-rugi, semuanya berubah, mulai melihat balasan.” Lin Xiaohua mengucapkan kalimat panjang ini. Mungkin keputusannya untuk tidak merasakan sakit tidak serta-merta menghilangkan rasa itu, hanya gadis yang suka menahan diri ini telah terbiasa berkamuflase.
Jika benar tidak ada rasa sakit, bagaimana mungkin ada pencerahan seperti ini?
Aku menyipitkan mata memandang debu halus pasca pertempuran yang diterbangkan angin di langit. Aroma anyir darah yang tercium, menyisakan kesedihan. Yang bisa kukatakan hanya: "Tidak, pengalaman membuatmu lebih bijaksana. Setidaknya lebih baik dari si Bodoh yang kausebut ini."
"Ha... Aku terlalu banyak bicara. Selebihnya, tak ada yang perlu diceritakan. Hanya tiga orang yang terjerat tanpa akhir di sini. Terutama setelah Shen mengetahui Jingxue-ku adalah kartu as penyelamat nyawanya. Kau mungkin sadar, aku sengaja menghindari deskripsi perilaku Shen sehari-hari. Karena tak layak diingat. Cintanya padaku lebih didasari keinginan mengontrol mutlak. Bahkan cintaku pada Lin Furui pun ingin dia kuasai... Tentu juga kesombongannya. Di matanya, mana mungkin aku mencintai Lin Furui yang hina, bukan dirinya? Inilah jawabannya. Chen Cheng Yi, jika ada yang ingin kusampaikan, hanya satu hal." Suara Lin Xiaohua terdengar sarat kenangan. Tak perlu dipikirkan pun jelas, di detik ini ia telah benar-benar menjadi tua.
Dari sudut mataku kulihat ujung rambutnya yang telah memutih total. Inikah duka "rambut hitam pagi hari berubah jadi salju di senja"? Jantungku bergetar tanpa alasan jelas.
“Tahukah kau mengapa aku mengatakan dia mengejar kematian? Itu adalah titik batas antara aku dan dia, setelah melewati titik ini... dia perlahan berhenti menjadi dirinya sendiri.” Suara Lin Xiaohua seolah mengandung sihir yang menembus, membuatku melihat suatu malam antara dia dan Lin Furui.
Pertama kali Lin Furui menangis di hadapannya, adalah saat masih remaja.
Dan malam itu, adalah kali kedua Lin Furui menangis di depan Lin Xiaohua... Dia memberitahu Lin Xiaohua bahwa dirinya semakin tak terkendali menyerupai dewa yang paling dibencinya, dia berkata pada Lin Xiaohua, dalam hidup ini dia tak menginginkan apapun kecuali sebuah kematian, karena dengan meninggal setidaknya masih ada reinkarnasi, masih ada harapan.
Dia juga berujar pada Lin Xiaohua: "Di hidup ini, aku rela melepaskan segalanya asal bisa mati, tapi aku bahkan tak bisa bunuh diri, dia akan terbangun. Kau harus paham, bukan aku ingin meninggalkanmu, tapi sungguh tak ada cara lagi bagiku untuk menghadapi diriku yang bukan diriku sendiri, bagaimana mungkin aku seperti ini bisa mencintaimu? Xiaohua, maukah kau percaya? Di kehidupan berikutnya, aku pasti akan ingat padamu, di kehidupan berikutnya... aku tetap Kakak Rui-mu."
"Inikah asalmu mengikutinya seperti beragama, sementara dia mengejar kematian?" Aku tak tahan bertanya.
“Ya, sebenarnya aku bisa mengerti, bahkan aku bisa memfasilitasi, menjadikan mimpinya sebagai mimpiku untuk diselesaikan... Tapi, wanita mana yang menginginkan kebahagiaan di generasi berikutnya yang samar-samar, bukan kebersamaan nyata meski hanya semenit? Sering menghela napas, tapi rupanya aku memfasilitasinya.” Lin Xiaohua berkata pelan.
“Tapi, sampai akhir dia tidak menginginkan pengabulan ini lagi.” Aku tak tahan menyela.
“Yang tidak menginginkan pengabulan ini bukan dia. Sejak malam itu, kondisinya sudah parah, lalu perlahan mati. Aku menyaksikan proses kematiannya. Aku bertahan hidup dengan susah payah, mungkin masih berharap sedikit dia tetap menjadi dirinya. Kau tahu, hidup tanpa harapan lebih menyiksa. Aku sudah berkali-kali mengatakan pada diri sendiri, aku hanya menyelesaikan wasiat terakhirnya. Tamparannya menghancurkan harapan, apa lagi yang tersisa? Di hidup ini meminjam kehangatannya, mengembalikan harapannya, terjerat sampai sekarang, sudah cukup.” Suara Lin Xiaohua seperti orang mengantuk.
“Sebenarnya... mana mungkin kau menyelesaikan wasiatnya? Sampai akhir kau masih ingin memberinya pembebasan. Jika tidak bisa memilih kematian, dia selamanya akan jadi cacing malang yang ditekan pikiran, bahkan hilang sepenuhnya. Bagaimana mungkin kau tega melihat hal ini terjadi?” Akhirnya aku tak tahan 'membongkar' sikap Lin Xiaohua yang meremehkan masalah.
“Hehe... Chen Cheng Yi, Batu Tianshen hancur, Roh Dewa terkunci sepenuhnya di dalamnya, lalu perlahan akan menghilang. Tak perlu melakukan apa-apa... Karena ada keuntungan besar, menghadapi kegagalan pasti ada bahaya besar, ini rahasia Dewa? Lihatlah betapa dia menyukaiku... Chen Cheng Yi, jika aku lelah... takkan berbicara lagi... Hmm, itu artinya aku telah meninggal.”
“Chen Cheng Yi... Kau tahu mengapa kuberitahu ini?.. Karena, dulu sangat kucintai dia... Keberadaannya di dunia ini... Di mata manusia hanya sebagai Dewa... Bagaimana tega... Hingga tak meninggalkan jejak di hati siapa pun selain keluarga?”
“Chen Cheng Yi... Aku sangat egois ya... Memberitahumu begitu saja tanpa rencana... Sebenarnya mencintainya seumur hidup... Hingga akhir... Juga merasa anak muda sepertimu... Cukup... Cukup...”
Lin Xiaohua rupanya tak sempat menyelesaikan semua ucapannya, seluruh tubuhnya lunglai di bahuku.
Nenek Ling Qing tiba-tiba menutup mataku, berkata: “Cheng Yi, jangan lihat... Kabulkan keinginan terakhir gadis malang ini! Tunggu kuselimuti kepalanya, baru kau buka mata...”
Air mataku mengalir tanpa sadar melalui sela jari Nenek Ling Qing.
Selamat jalan, Lin Xiaohua, semoga di kelahiran berikutnya kita bisa minum Anggur Dewa bersama lagi.
