"Tengshe!" Pikiranku tersambar kilat, lalu aku sendiri tak percaya.
Dalam legenda Taoisme, ular ini adalah makhluk suci. Jenis ular yang bisa langsung menjadi naga hanya melalui bencana langit tanpa perlu berubah menjadi jiao terlebih dahulu. Ciri utamanya adalah bisa terbang tanpa sayap.
Banyak versi tentangnya dalam Taoisme: ramalan, Qimen... Bahkan dalam legenda ia dianggap makhluk suci tertinggi - Jenderal Dua Belas Bintang, Dewa Api, makhluk misterius penguasa tanah di antara Simbol Empat Arah. Karena sifatnya yang tersembunyi, masyarakat umum hanya mengenal Simbol Empat Arah.
"Pokoknya, saat itu aku benar-benar bingung... Sepanjang hidupku penuh liku, sudah banyak hal kusaksikan, bahkan Kunlun dan Penglai pun bisa kuterima. Tapi bagaimana mungkin aku menerima kenyataan bahwa 'makhluk suci' dari legenda itu benar-benar ada?"
"Bukankah itu berarti mengatakan bahwa 'Shan Hai Jing' itu nyata? Lalu apakah aku juga harus percaya pada Kaisar Giok? Meskipun aku menganut Tiga Murni, belum tentu aku bisa menerima keberadaan para dewa yang memenuhi langit!"
Aku hanya bisa meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah 'spesies aneh', makhluk misterius yang belum pernah kulihat... Tapi kemunculannya yang tiba-tiba di hadapan Liu Shengwang membuatnya terkejut, sampai-sampai mundur dua langkah dan tak berani menatap langsung ular kecil yang aneh ini.
Mundurnya Liu Shengwang membuat sihir yang menindihku sirna... Rohku bergetar hebat, terasa seperti air bah yang mengalir deras kembali ke tubuhku. Tapi kembalinya yang mendadak ini bagai karet rambut yang ditarik lalu dilepas, mengenai daging. Rohku pun mengalami sedikit guncangan.
Sementara itu, ular legendaris yang melayang di depan Liu Shengwang justru bertahan di situ. Dengan gerakan sangat mirip manusia yang berdiri tegak, mengeluarkan desisan aneh. Tiba-tiba kurasakan udara di sekitarnya mulai menghangat.
"Jangan lihat lagi, pergi!" Guruku menarik lenganku.
Meskipun rasa penasaranku pada ular itu begitu besar, terpaksa kususul langkah Guru, berlari menuju kedalaman hutan pegunungan.
Mulai berlari sekitar seratus meter lebih, sudah memasuki hutan lebat, aku mendengar jeritan menyayat dari Liu Shengwang. Aku tidak tahu apa yang terjadi, rasa penasaran tak tertahankan, melirik ke belakang sekilas, malah melihat kobaran api hebat di sebelah sana.
"Apakah benar-benar ular naga terbang (Tengshe)?" gumamku tak kuasa menahan diri.
Guruku sambil berlari berkata padaku: "Terlalu banyak hal tersembunyi di dunia fana ini. Pernah ada aliran besar yang dijaga oleh Roh Binatang Suci sejati. Menurutmu haruskah aku percaya atau tidak? Tapi ular ini, sekalipun itu Tengshe, masih anak-anak. Tengshe sejati sekalipun Wu Tian datang takkan bisa melewatinya dengan mudah."
Di dalam hutan lebat tak ada jalan, semak berduri dan rerumputan tumbuh liar, di tengahnya permukaan tanah bergelombang dipenuhi batu... Aku dan Guru berlari terhuyung-huyung dengan susah payah. Kondisiku sangat buruk karena roh terluka, sambil terengah-engah berlari, rasa tertegun menyergap. Sepertinya ada sesuatu yang kusadari, tapi pikiran masih tertuju pada kemunculan tiba-tiba Tengshe tadi. Tak kuasa aku bertanya: "Benarkah itu Tengshe? Kalau iya, mengapa kita lari? Tak perlu lari... Sekalipun masih anak ular."
"Dalam pikiranku, yang terbaik adalah merampas gerbong kereta, lalu 'pergi jauh' bersama Guruku, berkumpul dengan semua orang. Hutan pegunungan sepi tak berpenghuni ini, bahkan ular tengshe pun muncul, jelas bukan tempat yang baik. Bagaimana jika aku dan Guruku tersesat di sini? Kami berdua hanya orang biasa yang tenaga dalamnya disegel, hanya sedikit lebih kuat. Jika bertemu binatang buas di sini, pasti..."
Tapi Guruku berkata: "Jangan kau kira Liu Shengwang itu orang yang mudah dihadapi. Indera spiritualmu kuat, rohmu juga perkasa? Tapi apa yang kau rasakan tadi?"
Mengingat sensasi tadi, keringat dinginku mengucur deras. Aku tak tahan berkata: "Tadi... tadi aku merasa jika terlambat sedetik saja, rohku pasti sudah tercabut."
"Tepat! Sebenarnya dia waspada padaku. Meski terlihat fokus menghajarmu, sebenarnya tidak mengerahkan seluruh tenaga. Ular itu meski merupakan tengshe, bukankah kau tahu? Keunggulan bawaan harus melalui proses pertumbuhan. Meski kemunculannya mengejutkan, tapi menurutku energinya tidak bisa mengalahkan Liu Shengwang." Guruku berlari lebih santai dariku, bicaranya masih lancar. Anehnya, dia seolah tahu harus lari ke mana. Di hutan lebat ini, sama sekali tidak seperti lalat tak berkepala yang terbang sembarangan, dengan sangat tenang membawaku.
"Jadi kau takut mereka akan menyusul lagi?" Aku tak kuasa bertanya.
"Ada alasan ini, ular-ular yang muncul belakangan inilah yang krusial. Tapi ular-ular ini sudah jadi roh, tak mungkin benar-benar berkorban untuk kami, paling-paling cuma mengulur waktu. Selain itu, dari sepuluh jenderal besar Wu Tian, kudengar kabar ada yang bertugas terang-terangan, ada juga yang menyambut dari bayangan." Guruku menarikku melompati parit dalam yang sudah mengering, lalu menambahkan satu hal.
Aku masih belum paham, bertanya pada Guruku: "Apa maksudnya?"
"Maksudnya mereka tak pernah bertugas sendirian, selalu muncul terang dan gelap bergantian. Ada cara khusus untuk berhubungan antara mereka. Saat Raja Suci Liu bertugas terang-terangan, pasti ada Raja Suci lain tak jauh dari situ. Meski belum ketemu, kita harus tetap waspada. Mengerti?" Begitu penjelasan Guruku padaku.
Saat ini hari sudah gelap gulita. Aku dan Guruku berlari tanpa membawa senter. Meski kurasakan Guruku sepertinya hafal jalan, kecepatan kami tak terhindarkan melambat. Bahkan Guruku sendiri mulai terhuyung-huyung saat berlari.
Tapi perkataan Guruku membuat punggungku merinding meski sedang berlari kencang. Seorang Raja Suci Liu saja sudah sulit dikalahkan, apalagi jika datang Raja Suci lain? Konsekuensinya... Lagipula, Guruku bilang ular tengshe pun tak benar-benar bisa menghajar Raja Suci Liu. Sekalipun bisa, ular-ular itu cuma mengulur waktu untuk kita...
Memikirkan situasi ini, tekananku jadi sangat besar. Ingin sekali berlari lebih cepat... Tapi di hutan pegunungan ini, mana mungkin kecepatan bisa ditingkatkan?
Guruku juga tidak berniat menyembunyikan apapun dariku, kemudian memberitahukan kabar yang lebih buruk lagi: "Pada paku yang menancap di tubuh kita, terdapat 'pintu rahasia' (metode tersembunyi). Dalam jarak tertentu, mereka bisa mengetahui posisi kita melalui cara khusus. Waktu kami sangat terbatas untuk melarikan diri!"
Masih bisakah situasi ini menjadi lebih buruk? Aku mengira kami sudah berhasil lolos! Tapi kenyataannya sekarang... Saat ini, aku benar-benar berharap bisa memiliki empat kaki. Sayangnya, hal ini lebih mustahil daripada melihat semua makhluk aneh yang tercatat dalam Shan Hai Jing!
Napasku semakin berat, Guruku juga mulai terengah-engah... Tapi hutan lebat ini, semak belukar yang tak berujung, diterangi cahaya bulan, dipenuhi suara-suara aneh yang semakin memperdalam keputusasaan.
Saat itu, kurasakan paku misterius yang menancap di tubuhku mulai bergetar halus. Awalnya hampir tak terdeteksi, tapi kemudian getarannya semakin jelas!
Karena tertancap dalam dagingku, mustahil bagiku mengabaikannya. Aku hanya bisa memandang Guruku dengan panik dan tak berdaya.
Semua jurus sudah kami gunakan. Untuk membebaskan diri dari jebakan ini, bahkan Guruku terpaksa mengucapkan 'kebohongan' untuk sementara menipu Yang Sheng. Jika kami tertangkap lagi kali ini, benar-benar tidak ada ruang untuk bernegosiasi - kami harus bertarung habis-habisan, dan hasilnya pasti kekalahan kami!
Kekalahan berarti kematian. Dalam keadaan normal, siapa yang benar-benar tak peduli dengan hidup-mati diri sendiri?
Pandanganku ini langsung mendapat respons Guruku. Kebetulan dia juga menatapku, lalu menghela napas getir sambil berkata: "Sepertinya Liu Shengwang itu sudah berhasil dibebaskan. Saat ini dia sedang mencari posisi kami. Kalau tidak, paku ini tidak akan menunjukkan reaksi seperti ini."
“Jarak itu sebenarnya berapa?” Aku bernapas tersengal, dalam kesulitan seperti ini, ingin memberi sedikit harapan pada diri sendiri. Seperti berlari tanpa ujung, versus berlari dengan tujuan - yang terakhir memberi lebih banyak pendorong semangat.
“Aku tidak tahu.” Guruku menghela napas getir, namun saat menatap ke depan, tetap berkata: "Hanya harus terus berlari. Pokoknya tidak boleh menyerah sedikit pun harapan."
“Hmm!” Aku membalas, lalu bersama Guruku melanjutkan lari terhuyung-huyung di tengah hutan lebat ini.
Karena medannya adalah gunung tinggi yang membentang, lari kami bisa dibilang menanjak... dan lebih melelahkan... Sementara aku sendiri berpikir, jika ada pengejar di belakang, seharusnya mereka sudah menyusul. Mereka pasti berlari lebih mudah dibandingkan aku dan Guruku, karena menggunakan metode rahasia untuk melacak kami, kami bagaikan dua lentera terang di tengah kegelapan malam.
Entah apakah kata "lentera terang" ini yang memberiku isyarat, tiba-tiba punggungku bergidik ngeri. Tak kuasa menahan diri, aku menoleh ke belakang. Sungguh! Di kejauhan yang masih berjarak beberapa li dari kami, terlihat cahaya berbintik-bintik mulai menyala!
Aku menarik napas dingin. Pengejar sudah datang? Secepat itu? Dengan peralatan penerangan yang mereka miliki, menyusul kami hanyalah masalah waktu.
“Guruku.” Aku tak kuasa menahan diri memanggil lemas. Mendengar panggilanku, Guruku langsung menoleh. Tentu saja dia melihat situasi ini, jenggotnya berkedut sesaat sebelum akhirnya menghela napas. “Lekat! Segarkan pikiran, lanjutkan lari!”
Selain ini, apa lagi cara yang tersisa? Kulemparkan pandang ke langit, menarik napas dalam-dalam. Tapi bulan malam ini tampak pucat mengerikan, membuatku sesak bagai tercekik.
Di saat yang sama, kudengar kembali alunan seruling bambu samar-samar itu bergema, seakan membimbing jalan kami di depan.
“Benar! Cheng Yi, pacu tenagamu!” Tiba-tiba semangat Guruku berkobar.
Akupun tak tahan lagi, protes pada Guruku: “Shifu, siapa sebenarnya dia? Bukan cuma karena bubuk obat itu kan? Ada yang membantu kita?”
