Sambil berkata demikian, Xiao Ding menarik tangan kami dan melangkah maju.
Aku tentu saja dengan polosnya mengikuti Xiao Ding berjalan maju. Namun Guruku tiba-tiba berubah serius, memanggilku dengan suara rendah: “Cheng Yi.”
Aku tertegun, menghentikan langkah. Tak mengerti maksud Guruku kali ini.
Tapi Guruku justru memberikan penghormatan khidmat kepada Xiao Ding, lalu berkata: "Obat ular ini diberikan oleh kakekmu semasa masih hidup, obat ular paling berharga dalam aliran warisan kalian! Katanya di saat genting bisa membantu melepaskan diri, dan jika dia berada di sekitar sini, pasti akan membantu sepenuhnya tanpa kenal lelah, hidup mati bersama. Ini kan janji Kakek tahun itu, benar bukan?"
Menghadapi perkataan Guruku, Xiao Ding tampak agak panik, dia berkata pada Guruku: "Kakek Jiang, bisakah semua ini dibicarakan setelah kita pergi dulu?"
Aku juga tidak terlalu mengerti sikap Guruku. Situasi sudah sangat mendesak, mengapa justru sekarang jadi bertele-tele? Padahal biasanya Guruku sangat tegas dalam mengambil keputusan.
Namun ekspresi Guruku sangat serius. Beliau tetap berdiri di tempat dan berkata: "Beberapa menit ini tidak masalah, Xiao Ding. Maksudku, aku dan kakekmu pernah melalui hidup-mati bersama. Ini janji antargenerasi kami. Aku dan Cheng Yi sekarang terjerat kesulitan di sini, tentu membutuhkan bantuanmu. Bantuan ini mungkin hanya meminta sedikit waktu dari kamu untuk mengulur waktu, menunjukkan jalan terang tempat persembunyian, bukan untuk menagih janji kakekmu padaku. Kamu juga tahu, para pengejar ini bukan orang sembarangan. Ini masalah besar. Jika memang tidak sanggup, jangan dipaksakan. Aku tidak boleh mengkhianati sahabat tua."
Ternyata Guruku bermaksud demikian... Aku langsung paham dalam sekejap. Guruku tidak ingin menyeret Xiao Ding ke dalam bahaya. Sampai pada titik ini, terpaksa meminta bantuan Xiao Ding sudah merupakan pilihan terakhir. Namun beliau tetap tidak ingin membuatnya terjerat lebih dalam.
Aku bisa memahami perasaan Guruku, sama seperti hubunganku dengan rekan-rekan seangkatanku yang rela berkorban satu sama lain tanpa beban! Namun, ketika menyangkut generasi penerus kami, tak seorang pun mampu melakukan ini.
Karena itu, setelah memikirkan hal ini, aku pun menghentikan langkahku.
Xiao Ding yang mendengar perkataan ini langsung menarik lengan kami (aku dan Guru) tanpa memberi kesempatan menolak. Dengan memaksa, dia mendorong kami maju selangkah. Tanpa kata-kata heroik, dia hanya berkata: "Ini kan wilayah kekuasaanku. Mana mungkin kubiarkan sahabat kakekku berada dalam bahaya di sini? Memang setelah kalian keluar dari area ini, kemampuanku terbatas. Tapi aliran Pintu Ular di wilayah sendiri..."
Di sini Xiao Ding berhenti bicara. Meski memiliki harga diri, sifatnya yang tidak terlalu angkuh membuatnya enggan melanjutkan kata-kata.
Menyadari keteguhan hati ini, Guruku menghela napas dan tak lagi melawan. Bagaimanapun, sifat cerewet bukanlah kodrat Guru. Sebagai sesepuh, dia kembali memberi hormat dengan khidmat kepada Xiao Ding.
Xiao Ding segera menyangga Guru sambil berkata: "Aku yang tak sempat bereaksi tadi. Bagaimana mungkin menerima penghormatan dari Kakek Jiang sekarang? Nanti kakekku datang dalam mimpi dan memakiku habis-habisan. Mari kita pergi."
Saat itulah aku sedikit linglung. Dari sosok Xiao Ding di hadapanku, kulihat bayangan dirinya yang dulu. Ternyata esensi seseorang hingga ke tulang sumsum memang takkan berubah.
※※※
Jalan sebelumnya sangat familiar bagi Guruku, tapi setelah memasuki ngarai ini, Guruku justru tidak mengenal jalannya. Justru Xiao Ding-lah yang menarik kami berjalan. Dia tidak menunduk melihat jalan di bawah kaki, namun membawa kami berjalan dengan lancar, seolah ada jalan kecil berbatu hijau di bawah telapak kaki.
Di telinga terdengar suara 'berdesir' halus. Aku yakin banyak ular tersembunyi di sini. Tentang jenis ular apa, kurasa aku tidak tertarik untuk melihatnya. Bagaimanapun, meski tidak takut, ular tetaplah makhluk yang menakutkan.
Sepanjang perjalanan, Guruku berbincang dengan Xiao Ding tentang masa lalu Lao Wu Tou. Sebelumnya aku heran, mengapa Lao Wu Tou dan Xiao Ding tidak memiliki marga yang sama tapi merupakan kakek dan cucu.
Belakangan baru tahu bahwa pewarisan aliran Pintu Ular mirip dengan aliran Xiao Da Shao, umumnya menggunakan ikatan darah sebagai pengikat. Xiao Ding sebenarnya tidak bermarga Ding, tapi memiliki nama lengkap tersembunyi yang dijaga baik: Wu Tian Ding!
Karena Lao Wu Tou selalu ingin aliran Pintu Ular berkembang dan besar, sangat berharap keluarganya memiliki banyak keturunan. Tapi anehnya, mereka justru sedikit keturunan. Tidak semua orang cocok meneruskan aliran Pintu Ular. Hingga generasi Xiao Ding, hanya tersisa dia satu-satunya penerus.
“Sejak kalian pindah dan menetap di gunung ini, aku masih sering mengunjungi kalian. Jalur sebelumnya memang sudah kukenal, tapi ini pertama kalinya aku masuk ke lembah ini dengan mata terbuka.” Guruku tak bisa menahan gumaman saat membicarakan kenangan lama.
Tak heran setelah tiba di lembah, Guruku langsung 'gelagapan'. Ternyata yang dia kenal hanyalah jalur sebelumnya.
“Benar, hutan lebat ini awalnya adalah tempat suci aliran Pintu Ular kami... Pokoknya setelah penjaga gunung pergi, harus ada penggantinya. Dulu Paman Kedua yang berjaga di sini, kemudian Kakek tua, dan sekarang tinggal aku sendiri. Jadi aturanku yang berlaku, tak masalah.” Sifat ramah Xiao Ding dan kesan tanpa kewaspadaan berlebihan membuatnya menceritakan secara detail hal-hal rahasia yang tak diketahui orang luar.
Aku yang penasaran justru bertanya: “Dulu setiap kali Guru masuk ke lembah ini, harus menutup mata? Apakah lembah ini tempat suci sebenarnya?”
“Lembah ini bukan, cuma menyembunyikan terowongan rahasia. Biasanya aliran kami tidak ingin terbuka ke publik, wajar jika harus menjaga kerahasiaan. Lagipula, aturan ini ditetapkan oleh Paman Kedua, mana mungkin kami melanggarnya?” jawab Xiao Ding dengan tenang.
“Tapi terowongan rahasia itu tidak berpengaruh pada benda yang melekat di tubuh kami.” Sambil berkata, aku membuka pakaianku. Sebuah paku menancap di titik vital yang jelas terlihat, kilau logam membekunya sangat kontras di bawah cahaya bulan, langsung terlihat oleh Xiao Ding.
“Lalu kenapa?” Xiao Ding mengangkat alis tanda tak paham, lalu bertanya.
Guruku menyambung bicara: "Untung Cheng Yi mengingatkan, baru aku teringat hal ini. Paku ini memiliki pintu rahasia, para pengejar bisa melacak posisi kita melalui paku ini. Bukankah ini akan membongkar rahasia aliran Ular kalian? Walau tak tahu tujuan sebenarnya leluhurmu menjaga pegunungan ini, pasti itu rahasia yang sangat penting. Sudahlah, Xiao Ding, kau..."
Namun saat itu, Xiao Ding melambaikan tangan menyuruh Guruku tenang. Ia tersenyum: "Jika Kakek Jiang khawatir soal ini, tak perlu berlebihan. Meski aliran Ular kami sedikit anggotanya, kami bukan pihak yang bisa diremehkan. Apalagi jalur rahasia sepenting ini tentu punya sistem pertahanan."
"Maksudmu...?" Guruku mengangkat alis seolah teringat sesuatu, tapi masih ragu.
"Aliran Ular kami selalu menjalin hubungan baik dengan beberapa sekte Taois. Apakah Kakek Jiang masih ingat salah satunya bernama Sekte Mingyang?" Xiao Ding mulai bercerita seolah mengobrol biasa, membawa pembicaraan ke topik yang jauh.
Sejujurnya, karena di masa kecil Guruku tak ingin aku terlibat dalam 'dunia persilatan penuh dendam' ini - ia berharap semua urusan selesai di generasinya - penjelasannya tentang berbagai aliran dan warisan sangat minim, apalagi rahasia-rahasianya. Jadi sama sekali tak pernah dengar tentang Sekte Mingyang ini, kupikir Xiao Ding sedang ngelantur.
"Aliran Mingyang? Maksudmu aliran yang tidak menonjolkan diri, pernah sangat termasyhur di antara warisan Tao yang tidak terlibat urusan duniawi, gemilang tiada tara. Tapi akhirnya merosot karena syarat murid terlalu menyiksa diri, menyebabkan anggota menyusut hingga akhirnya sekte itu punah?" Guruku terkejut, jelas tidak menyetujui pandangan itu.
"Benar, aliran itulah. Pintu Ular kami beruntung, di generasi leluhur sebelumnya pernah ada yang berteman baik dengan anggota Aliran Mingyang." Xiao Ding tersenyum riang, terlihat dia selalu bangga dengan garis keturunan Pintu Ular mereka.
"Berteman dengan mereka? Itu tidak mudah! Sedangkan mereka..." Guruku seolah teringat sesuatu, lalu memukul-mukul ubun-ubunnya berkata: "Mereka terkenal dengan berbagai formasi! Warisan formasi yang lebih tinggi daripada aliran firasat keturunan Lao Li-ku! Jangan-janan terowongan rahasiamu dijaga oleh formasi mereka?"
"Tepat seperti itu! Kakek Jiang, menurutmu apakah pintu rahasia yang ditinggalkan orang-orang ini pada paku masih akan membongkar terowongan rahasia kami?" Xiao Ding bertanya sambil tersenyum.
Saat itu, kami telah sampai di bagian tengah ngarai. Area ini tidak hanya dipenuhi semak belukar, yang lebih menakjubkan adalah bebatuan tajam bertebaran bagai hutan batu. Tanpa pencahayaan, pemandangan ini semakin membuat mata manusia silau.
Aku tak bisa menahan diri untuk menengok ke arah puncak gunung tempat kami turun tadi. Para pengejar masih belum menyusul, tampaknya waktu masih cukup longgar. Perkataan Xiao Ding juga membuatku merasa tenang, karena dalam warisan sihir Taoisme, metode pelacakan seperti ini sudah diwariskan turun-temurun.
Sebagai formasi pertahanan, hal pertama yang harus diwaspadai adalah formasi pelacakan semacam ini. Jika sekte formasi yang begitu dipuji Guruku bahkan tidak bisa menangkal pintu rahasia pelacakan kecil seperti ini, itu benar-benar hal yang menggelikan.
Pantas saja Xiao Ding begitu tenang. Dengan sifatnya yang tidak suka menarik perhatian, dia bahkan berani mengatakan bahwa di wilayah kekuasaan ular, mustahil ada masalah yang menimpa kami.
Dengan demikian, aku dan Guruku benar-benar lega, merasa baru sekarang kami terbebas dari jebakan paling berbahaya. Sementara Xiao Ding telah membawa kami masuk ke hutan batu berantakan... Saat berjalan, dia menggenggam erat tangan kami, mengikuti langkahnya.
Dengan kepekaanku, kudapati bahwa hutan batu berantakan ini ternyata juga tersusun dalam formasi... Setelah berkelok-kelok tujuh puluh delapan putaran, Xiao Ding membawa kami berhenti di depan tebing gunung yang terselip di antara dua pilar batu, terlihat sangat biasa.
