Aku sama sekali tak merasa jijik pada Dao Tongzi ini. Meski tahu saat dia muncul sepenuhnya, kesadaran asli Chen Cheng Yi akan hancur lebur seketika, tetap tak ada rasa benci yang terbit.
Sebab meski ucapannya 'menjengkelkan' bahkan terkesan tak berperikemanusiaan, faktanya setiap kemunculannya selalu menolongku. Bahkan kusadari, saat masa pemulihan di Pondok Bambu dulu, nyaris saja aku mati. Pada momen krusial itu, kehendak Dao Tongzilah yang menyelamatkanku.
Pada dasarnya, dia sesungguhnya adalah diriku, sementara aku adalah pantulan lain darinya. Karena itu, sulit bagiku menyimpan emosi negatif padanya. Seperti manusia yang sulit membenci dirinya sendiri—sangat, sangat sulit... Sekalipun berbuat salah, menyalahkan diri sendiri seringkali hanya emosi sesaat.
Dao Tongzi tak pernah bersikap sopan padaku. Setiap bicara selalu bernada ironis atau menyalahkan, pokoknya dengan berbagai cara menganggapku tak becus.
Saat dia dengan santai mengucapkan itu, ingin sekali kumaki: "Kalau hebat, kau saja yang lakukan!"... Tapi akhirnya kuminum karena aneh rasanya memaki diri sendiri.
Namun kulupa satu hal: begitu kehendak Dao Tongzi muncul, ia menyatu dengan jiwaku. Tanpa kukatakan pun, sekadar pikiran dalam hati, dia pasti tahu... Maka gagasan memberontakku ini langsung diketahui saat itu juga, disambut helaan napas meremehkan "Hng!" darinya.
Merangsang aku... Tak ada cara lain, hanya bisa menggenggam rumput liar di tangan lebih erat!
"Dalam pertapaan di dunia saat ini, konsep latihan pikiran sudah jarang ada. Jadi terkait sihir yang melibatkan pikiran, selalu dianggap sebagai hal hebat. Tapi, kau sebagai penerusku di dunia fana ini, meski bukan yang terunggul dalam indera spiritual, pasti termasuk tingkat atas. Dari satu sisi, indera spiritual adalah dasar pikiran. Mengapa kau harus takut pada sihir setengah-setengahnya?" Karena aku sangat memahami sifat Dao Tongzi, aku memilih tak berdebat. Benar saja, dia segera memberikan jawabannya.
Sebenarnya aku juga tak tahu mengapa aku begitu memahami sifat Dao Tongzi. 'Interaksi' kami ini, jika bisa disebut interaksi, hampir tak pernah terjadi. Tapi aku sangat yakin.
Dan Dao Tongzi benar-benar berbicara sesuai 'ritme' ini.
"Jika kau tahu konsep latihan pikiran sudah jarang, ngomong kosong apa lagi? Indera spiritual sekelas apapun tetaplah indera spiritual. Masa bisa dipakai sebagai pikiran? Lagipula aku tak bisa sihir pikiran sama sekali!" Keakraban familiar ini membuat kami bicara tanpa hambatan. Dia bicara santai, tapi yang penting bagaimana melakukannya.
"Hng, tak tahu apa-apa!" Dao Tongzi melempar ucapan meremehkan dengan santai.
Aku malah membenturkan kepala ke tanah, melampiaskan emosi. Menahan keinginan untuk memakinya dalam hati. Bisakah jangan begini? Pamer dulu sampai puas, baru kasih solusi?
Dao Tongzi memperkirakan juga berdiri di posisi 'titik tertinggi' dengan nyaman, baru berkata: "Indera spiritual yang begitu luar biasa ini bisa digunakan sebagai pikiran. Cara mengasah pisau sementara meski tidak membuat pikiranmu menjadi lebih baik, tapi dengan memfokuskan sedikit untuk menghadang ritual koneksi setengah-setengahnya sama sekali bisa dilakukan."
Dao Tongzi menggunakan nada merendahkan. Kurasakan aku sudah mulai terbiasa. Setelah merasakan sedikit, kudeteksi jangkauan pencarian pikiran biksu itu sudah sangat dekat dengan kami. Akhirnya aku panik, dalam hati berteriak: "Apa yang harus dilakukan? Kau tidak tahu menyelamatkan orang seperti memadamkan api?"
"Menyelamatkan orang atau tidak ada hubungannya denganku? Jika orang ini bisa bertahan hidup, itu takdirnya sendiri, bukan karena aku menyelamatkan. Jika tidak bisa..." Suara Dao Tongzi semakin tenang, tapi menurutku justru semakin terlihat pamer.
"Bisakah kau tidak bertele-tele? Apakah ini Tao mengikuti alam yang kau pahami? Kurasa di masyarakat modern, kau ini cuma anak setengah-setengah yang mati sekolah?! Masih berani bilang pencarian Tao-mu sudah sampai puncak... Menurutku kau sama sekali tidak mengerti makna alam. Jika kau menyelamatkan itu juga takdirnya, mengerti? Sudahlah, sekarang tidak bisa dijelaskan, cepat katakan!" Aku tak tahan memaki-maki. Di saat ini, tiba-tiba ada pencerahan mengapa kehidupan lampauku harus mengalami reinkarnasi di hidup ini.
Jelas pemahaman tentang kata 'Tao' tanpa sengaja memasuki ekstrem 'radikal', merangsangku sampai tak bisa menahan diri untuk memaki.
Karena dialah diriku sendiri, mengutarakan pendapat seperti ini di puncak krisis, aku pun tak sanggup menahannya.
Kukira Dao Tongzi akan kembali membantahku dengan sinis, namun tak disangka dia justru diam seribu bahasa saat ini... Setelah beberapa saat, tiba-tiba muncul di pikiranku cara mengatasi ini secara alami - menggunakan Indera spiritual untuk menghadang pencarian pikiran.
Ini tidak memerlukan pembacaan mendalam dariku, seolah terukir secara alami di otakku.
Aku sangat paham hal ini bukanlah 'akal bulus'-ku, sebab Dao Tongzi adalah kehidupan lampauku. Seperti dia menganugerahkan memoriku masa lalu, penguasaanku akan ritual ini adalah sesuatu yang alamiah. Bagaikan jenius musik di kehidupan sebelumnya, pemahaman akan musik di kehidupan kini pasti berkembang pesat.
Singkatnya, ini adalah memori yang bahkan tak perlu kupelajari atau kugali.
Setelah mengetahui cara ini, ekspresi wajahku langsung berubah aneh... Indera spiritual bisa digunakan seperti ini? Bukankah ini menipu diri sendiri? Tapi jarak pencarian pikiran itu dengan kami sudah kurang dari seratus meter. Dengan kecepatan pencarian biksu ini, paling lama satu menit lagi mereka akan tiba.
Aku segera menarik Guruku dan berbisik, "Guruku, apapun yang terjadi, jangan melawan atau bergerak."
Sambil berkata demikian, aku mulai melepaskan kekuatan jiwaku sesuai metode dari Dao Tongzi. Energi spiritual itu menyelimuti tubuh kami berdua, bahkan sedikit menyusup ke lapisan permukaan roh Guruku.
Inilah alasan mengapa aku menyuruh Guruku untuk tidak bergerak apapun yang terjadi.
Menurut metode yang diajarkan Dao Tongzi, indera spiritual sangat sulit dipisahkan sendiri jika tidak dikembangkan ke arah kekuatan ilahi. Namun prinsip dasarnya tetap sama - indera spiritual adalah kekuatan yang terkandung dalam kekuatan jiwa. Langkah pertamaku adalah membebaskannya.
Selanjutnya, dengan mantra khusus, aku perlu melakukan Konsentrasi Pikiran... Proses Konsentrasi Pikiran inilah yang membuat ekspresiku aneh dan menimbulkan perasaan seperti membohongi diri sendiri.
Karena kita harus membayangkan diri kita sebagai apa?
Secara sederhana, metode yang diajarkan Dao Tongzi padaku adalah cara menggunakan indera spiritual untuk menyamarkan diri. Prinsipnya: orang dengan indera spiritual kuat dapat sangat mempengaruhi orang lain, seperti orang biasa di kehidupan nyata yang memiliki indera spiritual sedikit lebih kuat akan mudah membawa orang lain ke dalam emosi mereka - banyak yang pernah mengalaminya.
Indera spiritual praktisi spiritual umumnya jauh lebih kuat daripada orang biasa. Bukan karena Langit memihak praktisi, tapi karena praktisi spiritual melatih kekuatan jiwa, di mana indera spiritual akan ikut berkembang tanpa disadari, sehingga pengaruhnya lebih besar.
Analoginya: esensi indera spiritual adalah energi mental yang kuat dan berbeda. Berbeda dengan energi mental biasa, ia memiliki koneksi khusus terhadap hal-hal tak dikenal... Tapi tetap mempertahankan sifat dasar pengaruh energi mental terhadap orang lain, bahkan lebih perkasa.
Energi spiritual tidak bisa diubah menjadi indera spiritual, tetapi indera spiritual dalam hal tertentu adalah energi spiritual yang lebih kuat, hanya saja ia dikembangkan ke arah pikiran (shennian), yang hampir sudah hilang.
Aku harus menggunakan 'Konsentrasi Pikiran'-ku untuk mempengaruhi orang lain, inilah esensi sihir ini.
Dalam hati aku menyindir diam-diam, namun sebentar lagi tidak berani sembrono, dengan mantra khusus, di Dimensi Konsentrasi Pikiran-ku, aku terus membayangkan aku dan Guruku sebagai dua batu di antara rumput liar. Meskipun kupikir ini juga agak omong kosong.
Perlahan, kurasakan aku dan Guruku benar-benar berubah menjadi dua batu di antara rumput liar, kesepian namun tak memahami kesepian, hanya berdiri kokoh dengan kenangan yang mengharukan di sini.
Lambat laun, pikiran biksu itu mendekat... Dan di Dimensi Konsentrasi Pikiran-ku sama sekali tidak terpengaruh, hanya merasa tenang menghadapinya, aku adalah sebuah batu... Pikiran biksu itu telah menyentuh aku dan Guruku.
Guruku sama sekali tidak bergerak, dia tidak memiliki indera spiritual sepertiku, tentu tak bisa merasakan kedekatan pikiran biksu itu... Hanya menurut insting dengan perintahku, apapun yang terjadi jangan bersuara.
Sementara kurasakan sapuan pikiran itu melewati tubuh, hanya terasa biasa saja, bahkan bisa kurasakan bahwa pikiran itu sebenarnya sangat lemah.
“Tidak tahu sudah berapa lama, satu menit atau dua menit, pikiran suci itu perlahan menjauh, bergeser ke tempat lain... Baru kemudian aku perlahan-lahan mundur dari Dimensi Konsentrasi Pikiranku sesuai mantra kontak sihir ini.”
Karena ingatan yang ditinggalkan Dao Tongzi secara khusus menjelaskan, tidak boleh memaksa keluar dari ritual sihir - manusia akan menerima karma balasan yang cukup kuat... Akibat terburuk adalah benar-benar menganggap diri sebagai sesuatu, sederhananya seperti pasien rumah sakit jiwa yang selalu merasa dirinya kucing atau makhluk aneh.
Setelah sepenuhnya mencabut sihir, aku menarik napas panjang. Merasakan getaran, pikiran suci itu sudah menjauh hampir dua li dari kami. Melihat ke kaki gunung, biksu itu seluruh tubuhnya mulai berkedut, mungkin sudah mendekati batas kemampuannya.
“Guruku, kita berhasil melewati rintangan ini.” Ini berarti krisis telah benar-benar teratasi, bisikku pada Guru.
“Hmm.” Ekspresi Guruku tetap tenang. Dia percaya aku benar-benar berhasil, tapi tetap tak tahan bertanya: “Bagaimana kau melakukannya?”
“Dao Tongzi... Dao Tongzi tiba-tiba muncul lagi.” Aku tak menyembunyikan apapun dari Guru, tapi saat mengatakannya wajahku berkerut aneh. Sejak membran tipis itu muncul, aku terus merasakan kehadirannya dalam jiwaku.
Membran itu masih utuh tanpa retakan sedikitpun. Lalu bagaimana Dao Tongzi bisa muncul?
"Dao Tongzi?" Ekspresi wajah Guruku tiba-tiba berubah sangat buruk, lalu dengan reflek mencengkeram lenganku sambil berkata: "Cheng Yi, kau..."
Usai mengucapkan ini, Guruku tak bisa lagi mengeluarkan kata-kata lebih lanjut karena saat ini bahkan lengannya sendiri gemetar.
"Guruku, aku Chen Cheng Yi, Chen Cheng Yi yang baik-baik! Hal ini terlalu aneh, sekarang bukan saatnya berbicara. Nanti akan kujelaskan secara detail." Memang, meski telah melewati bagian paling berbahaya, Yang Sheng dan kawanannya masih ada di sini. Ini bukan waktu untuk berdiskusi.
Guruku menatapku lama, akhirnya mengangguk kompromi lalu bersama-sama memandang ke bawah.
Pada saat itu, biarawan Tibet itu akhirnya tak tahan lagi. Ia mendengus hng, menarik kembali ritualnya lalu bangkit sambil menopang gerbong untuk muntah. Indera spiritual, pikiran, energi spiritual semuanya terkait dengan otak. Hal seperti ini memberi beban besar pada otak. Muntah adalah reaksi yang sangat wajar.
Yang Sheng menunggu di samping biksu itu. Saang biksu mulai membaik, Yang Sheng mulai mengajaknya bicara. Sang biksu berbicara sesuatu pada Yang Sheng yang terus menoleh ke arah gunung.
Akhirnya sang biksu seolah memberi isyarat, mungkin menunjukkan batas pencariannya, lalu naik ke gerbong untuk beristirahat. Sementara Yang Sheng tetap berdiri di bawah gerbong, lama memandang ke gunung entah sedang merenungkan apa.
Di saat ini justru aku merasa tak punya dasar. Apakah belum berhasil menghadapi? Apakah Yang Sheng telah menemukan sesuatu?
