Serangan energi spiritual!
Saat rasa sakit menyergap, aku langsung paham asal muasal siksaan ini. Sensasi tertusuk jarum ini adalah cara penggunaan energi spiritual lawan.
Serangan energi spiritual seperti ini telah ada sejak zaman kuno baik di Timur maupun Barat. Seperti dalam sistem sihir Barat yang terkenal dengan ritual Cambuk Spiritual.
Ilmu Tao Tiongkok justru lebih rendah hati, tingkat kecanggihan aplikasinya sama sekali tak kalah dari Cambuk Spiritual yang kasar itu.
Aku kagum pada diri sendiri yang masih bisa berpikir jernih di tengah siksaan. Syukurlah hanya rasa sakit fisik. Rohku tetap utuh karena tenaga energi spiritual bisa merusak cara berpikir manusia - menghancurkan pikiran yang melekat pada roh, mengacaukan alam persepsi, lalu merobek jiwa.
Banyak korban serangan energi spiritual menjadi 'gila' bahkan benar-benar hilang akal karena prinsip universal ini.
Kekuatan rohku menentukan bahwa energi spiritualku juga tidak akan terlalu buruk. Meskipun tidak sampai tingkat yang luar biasa, tapi juga tidak akan hancur karena serangan sesederhana ini. Bahkan jika energi spiritualku rusak dan membuatku linglung, kekuatan rohku yang perkasa akan tetap bertahan dari serangan semacam ini, berapa pun jumlahnya.
Selama roh tetap utuh, energi spiritual sepenuhnya bisa dikonsolidasikan kembali.
Seperti dalam legenda Barat, ketika energi spiritual Tuan-tuan ahli sihir habis, setelah semalam bermeditasi, meski tidak bisa pulih sepenuhnya, sebagian bisa dipulihkan... Inilah peran kekuatan jiwa. Sedangkan Tuan-tuan ahli sihir yang rohnya rusak bahkan tidak bisa melakukan meditasi lagi.
Aku segera menganalisis semua ini, tapi apa gunanya? Dalam situasi genting seperti ini, pertarungan memang sudah sulit, apalagi ada seseorang di samping yang mengganggu pikiranmu. Bagaimana mungkin bisa terus bertarung?
Begitu aku memeluk kepalaku, dalam sekejap kira-kira tujuh delapan tinju menghujamku tanpa ampun, ditambah beberapa tangan yang berusaha mencengkeramku... Aku harus menahan sisa rasa sakit yang masih mengendap di otak, memaksa gigi terkunci, melepaskan diri dari cengkeraman, lalu mengayunkan tinju untuk bertahan.
Jangan sampai terulang lagi! Jika ini terjadi beberapa kali lagi, aku sama sekali tidak bisa melanjutkan pertarungan. Aku dan Guruku pasti akan tertangkap.
Pada saat ini, hatiku juga mencapai pencerahan. Yang turun tangan adalah Santo Raja lainnya, yang terlihat malas-malasan... Pantas saja matanya terlihat begitu ajaib, seperti kolam dalam yang misterius. Ini merupakan manifestasi langsung dari energi spiritualnya yang luar biasa! Tatapan mata adalah cerminannya... Aku harus ekstra waspada terhadap situasi ini.
Perlu diketahui, pada masa itu lensa kontak belum 'merajalela'. Santo Raja ini pasti tidak begitu iseng sampai memakai lensa kontak di matanya.
Aku sangat menyesal. Seharusnya sejak lama aku lebih memperhatikan hal ini.
Penemuan ini membuat tekanan dalam hatiku melonjak drastis. Harus diakui, para Santo Raja di bawah komando Yang Sheng benar-benar 'punya ciri khas masing-masing'. Dari Liu Shengwang yang bisa langsung menarik-narik roh dengan kedua tangannya, teknik rahasia Ilmu Aum Singa ala Buddha milik Si Yazi, hingga serangan energi spiritual Santo Raja ini... Semakin digali, semakin terasa gunung dalam hatiku menjulang tinggi. Akankah ini menjadi 'Everest' di kemudian hari?
Selain itu, aku tidak begitu kekanak-kanakan sampai menganggap serangan energi spiritual Santo Raja ini hanya segitu kemampuannya. Aku lebih memilih percaya bahwa tindakan ini adalah ujian yang disengaja darinya.
Tak lama kemudian, para bawahannya Yang Sheng kembali kujatuhkan... Karena untuk menghemat waktu, terpaksa kubuka lubang rahasia ketiga... Namun saat itu, Sang Santo Raja kembali bertindak. Kali ini sensasinya lebih jelas dan nyata dibanding sebelumnya... Aku benar-benar merasakan energi spiritualnya berubah menjadi pedang besar tajam yang menghujam keras ke arah kepalaku.
Aku tidak tahu efek apa yang akan terjadi jika terkena pukulan ini, seharusnya tidak separah sebelumnya... Hanya rasa sakit menusuk. Aku bisa membayangkan energi spiritualku benar-benar akan terkikis besar-besaran, membuatku linglung sesaat, bahkan kehilangan kendali atas tindakanku.
Aku langsung tegang. Ancaman terbesar serangan semacam ini adalah sulit diantisipasi... Aku harus mengerahkan seluruh kekuatan jiwa untuk bertahan, pada dasarnya ini pertarungan pengaruh energi... Tapi entah masih sempatkah?
Namun serangan yang kutunggu tak kunjung datang. Setelah mengkonsolidasikan seluruh kekuatan jiwa untuk melindungi otakku (sumber energi spiritual di otak), tetap tidak ada serangan. Ini membuatku heran, mengingat memobilisasi kekuatan jiwa membutuhkan waktu.
Saat sadar, kulihat pisau tajam energi spiritual itu menyambar cambuk 'kekosongan'... Itu adalah——Guruku turun tangan!
Guruku memang tidak menguasai serangan energi spiritual. Beliau langsung membentuk cambuk dari kekuatan jiwa, menghantam Sang Sheng Wang... Karena Sheng Wang itu menggunakan energi spiritual untuk menyerangku, dia harus fokus. Jika membiarkan Guruku, rohnya akan terluka. Terpaksa dia menarik kembali serangannya terhadapku.
Aku menemukan selama beberapa tahun perpisahan ini, Guruku semakin mahir menggunakan kekuatan jiwa. Saat kami bertempur di Danau Seribu Hantu, dia pernah membangunkan 'lapisan pelindung' kekuatan jiwa untukku, yang juga membuktikan kekuatan jiwanya semakin kuat.
Setelah puluhan tahun belajar Tao, di usia seperti ini kekuatan jiwanya bisa berkembang pesat seperti ini, sungguh merupakan keajaiban yang luar biasa.
Tapi, serangan seperti ini pada dasarnya merugikan Guruku. Karena kerusakan energi spiritual masih bisa pulih selama esensi roh tidak terganggu, tapi jika roh itu sendiri yang rusak... Ini memang satu-satunya cara yang bisa dilakukan Guruku!
‘Gemuruh’, satu suara berat, dua kekuatan akhirnya bertabrakan. Dibandingkan tabrakan antara Yazi dan sisa roh Qiongqi, tabrakan antara Guruku dan Santo Raja ini bisa disebut 'lembut', karena Santo Raja tidak menggunakan seluruh kekuatannya lantaran masih mempertimbangkan pertarungan di sisi Qiongqi.
Kekuatan Guruku tentu tak mungkin dibandingkan dengan sisa roh Qiongqi.
Namun meski demikian, dengan konsentrasi penuh mengawasi Guruku, kudapati saat tabrakan itu Guruku langsung mundur selangkah. Wajahnya seketika berubah menjadi 'ungu pekat'—pasti karena rohnya menanggung tekanan besar hingga berubah seperti itu.
Tapi, Guruku masih baik-baik saja, segera kembali sadar dan berjalan tertatih-tatih ke arahku sambil berkata: "Pergi!"
Aku melirik Santo Raja itu. Dalam duel terburu-buru ini, diam-diam dia justru mengalami kerugian kecil. Dengan suara "hng", tangannya memegang dahinya sambil mundur beberapa langkah. Wajahnya pucat pasi, mata tajamnya yang biasanya penuh vitalitas kini kehilangan fokus.
Sebenarnya ini murni kebetulan. Pada dasarnya kemampuan Guruku tidak lemah. Kakak Sulung Jenny pernah berkomentar, seharusnya kemampuan Guruku berada di tingkat kedua sebagai pemimpin, selisihnya dengan para Santo Raja ini seharusnya tidak sampai tingkat penghancuran total.
Beberapa tahun terakhir kemampuan Guruku semakin meningkat... Ditambah kekuatan jiwanya yang merupakan energi satu tingkat di atas energi spiritual, meski berisiko, tindakan Guruku ini diam-diam memberi keuntungan kecil.
Akhirnya, dengan persiapan matang Guruku bertindak, sementara Santo Raja itu merespons secara terburu-buru... Hasilnya justru dia mendapat pukulan yang cukup serius.
Tapi mengkonsolidasi energi spiritual bukan hal mudah. Hubungan guru-murid kami yang salah langkah ini justru memberi kami selisih waktu untuk melarikan diri.
Tapi hasil ini dibayar Guruku dengan konsekuensi... Melihat kondisinya yang payah, aku langsung berlari mendekat. Tanpa pikir panjang kusandang tubuhnya... Dari tangan seorang warga kota kecamatan yang tergeletak, kuraih pisau sembarangan. Dengan cara inilah aku membawa Guruku menerobos kepungan ketat.
"Tangkap... tangkap... Chen Cheng Yi!" Santo Raja itu terpaksa memberi perintah. Teriakannya membuat hampir semua orang di medan perang kecil itu berpusat ke arah kami, bahkan Ya Zi yang sedang bertarung dengan sisa roh Qiong Qi pun melirik kami dengan tatapan penuh kebuasan.
Aku sudah tak punya jalan mundur... Dengan kasar kusambar pakaian orang lain yang tergeletak di tanah, berdiri di sudut sambil menendang orang-orang yang mendekat. Kukencangkan Guruku di punggungku, eratkan genggaman pada gagang pisau, lalu meraung liar sebelum berlari menuju ujung timur kota kecamatan.
Bawahan Yang Sheng bergerak seperti air bah menyerbu... Mungkin karena alasan tertentu, hubungan guru-murid kami dianggap lebih berharga daripada mereka yang mengaku punya ikatan darah leluhur Wu. Mereka silih berganti, bangkit lagi setelah jatuh, hampir tak peduli nyawa demi menangkap kami.
Andai tak ada warga kota kecamatan yang menahan, bisa kubayangkan akibatnya jika kami diterpa hempasan monster mirip zombie ini?
Tak pernah kubayangkan akan tegas "membunuh orang" seperti ini - atau lebih tepatnya membunuh 'monster'. Saat seseorang dipaksa sampai ke ujung kemampuan, serangan ke titik vital jadi reflek! Bagaimana lagi menghadapi monster yang terus bergantian ini?
Aku mulai mengayunkan pisau, menghujam ke leher, dada, perut... pokoknya bagian vital para bawahan ini. Asal tebas dan sembarang hantam... Aku tak tahu apakah monster-monster ini akan mati karenanya, toh mereka tak bisa diukur dengan standar manusia lagi.
Untunglah pisau-pisau orang Miao Xiangxi ini sangat tajam... dan cukup tegar... Meski harus berhenti berkelahi setiap beberapa meter lari, pisau itu tetap bisa dipakai, masih melekat di tanganku.
Tanpa kusadari lima lubang rahasia telah terbuka... Tak boleh kulupakan ritual rahasia ini punya batasan waktu.
Celah gunung di ujung timur terasa jauh sekali, kapan para siluman ini akan membiarkan kami? Tak ada jawaban, hanya satu pikiran: Chong, terus maju!
