Mengikuti Si Kakek Putih memasuki gua, pintu masuknya memang gelap seperti yang terlihat. Namun itu hanya sebentar, kurang dari lima meter terdapat sudut jalan dengan cahaya samar menyembul.
Dan setelah melewati sudut jalan itu, terlihatlah bagian dalam gua yang diterangi cahaya lentera tembaga, deretan ruangan kecil mirip kamar berjejer di kedua sisi koridor, sementara di ujungnya terdapat ruang luas menyerupai ruang utama.
Energi spiritual di sini lebih kental dibanding tangga di luar, bagian dalamnya pun sama sekali tidak kasar, seluruhnya dilapisi bata biru di dinding, bahkan detail-detailnya menunjukkan perencanaan yang matang.
Tapi perhatianku sama sekali tidak tertuju pada hal-hal tersebut, mataku justru tertuju pada ruang luas mirip aula itu. Karena sudut pandangku, kulihat kerumunan kepala manusia di dalam, namun orang-orang di dalam belum menyadari kedatangan kami di gua.
Hatiku gelisah, hampir saja aku berlari ke depan. Raut wajah Guruku juga mulai menunjukkan gejolak emosi, tapi Si Kakek Putih dengan santainya menghalangi jalan kami. Menghadapi kegelisahan kami, ia tertawa kecil dan berkata, "Ini masih dalam area pintu gerbang gunung, bukankah kita harus tetap menjunjung adat?"
Qiangzi kembali ingin meledak, namun setelah ditatap Si Kakek Putih, entah mengapa dia terdiam. Menghadapi kata-kata seperti "pintu gerbang gunung" dan "adat", kami pun tak bisa berkutik. Hanya bisa menahan gejolak dalam hati dan berjalan tertatih-tatih di belakang Si Kakek Putih dengan perasaan sesak.
Si Kakek Putih menoleh ke kami, matanya berbinar puas telah berhasil mempermainkan kami. Barulah ia menarik suara keras dan berteriak, "Sesepuh Ling, orangnya sudah kubawa ke sini!"
Begitu teriakannya selesai, aku belum sempat sadar, sudah melihat sosok manusia melompat keluar dari gua. Mataku berkunang-kunang, belum sempat melihat jelas, sebuah bayangan sudah menghantamku keras. Perutku sakit menusuk, refleks membungkuk sambil batuk dua kali. Tapi di seberang sana kulihat Guruku dipukuli.
Benar, Guruku yang dipukuli... Gerakan tangan kaki bayangan itu sangat cepat. Guruku jelas tidak sempat bereaksi. Tiga pukulan dan dua tendangan sudah mendarat di tubuhnya.
Kemarahan samar mulai berkobar di hati. Siapa ini, baru muncul langsung main pukul? Tapi setelah kulihat jelas pelakunya, aku malah tak berani bersuara. Karena yang memukul itu tak lain adalah Kakak Sulung Jenny.
Tapi Guruku tidak mengenal siapa Kakak Sulung Jenny. Perempuan yang diam-diam merawat kami setelah dia meninggalkan kami, yang beberapa kali menyelamatkanku ini, setelah dipukuli tanpa alasan jelas menjadi jengkel. Apalagi setelah melihat yang memukulnya adalah 'anak perempuan kecil', kemarahan Guruku semakin menjadi. Tapi dia tidak bisa memukul perempuan, hanya bisa berteriak dengan suara penuh amarah pada Kakak Sulung Jenny di hadapannya: "Anak perempuan, apa yang kau lakukan?"
“Aku ngapain? Yang penting kau memanggilku apa tadi?” Saat ini Kakak Sulung Jenny mengenakan kaos ketat hitam, celana pendek ketat warna sama, di pinggang terselip sabuk kulit lebar dengan gesper tembaga mengilap... Sebuah kepang dimulai dari ubun-ubun membentuk cambuk kencang yang menjuntai di belakang kepala, sementara di paha tergantung dua kantong senjata berisi pistol berkilau perak.
Saat berbicara dengan Guruku, ia melirik sekilas sambil menggenggam botol arak baja. Di tengah bicara, ia membuka botol itu, meneguk cepat, lalu menutupnya kembali sebelum dengan gesit menyelipkannya di saku pantat, lalu kembali menatap Guruku.
Aku menempel di tembok, terus-menerus mengedipkan mata ke arah Guruku. Sayangnya Guruku sama sekali tidak memperhatikanku.
Qiangzi yang pernah melihat sosok perkasa Kakak Sulung Jenny di pintu gerbang gudang, mana mungkin lupa dengan figur seperti ini? Ia juga ingin buru-buru mengingatkan Guruku, tapi setelah ditatap oleh Kakak Sulung Jenny, ucapannya tertahan di tenggorokan.
Si nak hari ini sial, ditatap oleh dua orang secara berurutan tapi tak berani melawan! Mungkin bayangan maya Taowu itu tahu kehebatannya? Jadi tidak membuat ulah?
Guruku tak menyadari semua ini, wajahnya masam seperti mayat, berkata: "Kalau bukan memanggilmu 'anak perempuan', apa kau mau kusebut 'Ibu penjaga kantin'? Minggirlah, siapapun kau, aku tak punya mood untuk beromong kosong denganmu?"
“Benarkah?” Kakak Sulung Jenny tersenyum kecut melihat Guruku. Saat itu, orang-orang lain yang mendengar suara keributan juga berlari keluar dari gua, berdesakan di pintu masuk. Melihat aku dan Guruku, mereka tentu sangat heboh. Namun menyaksikan Kakak Sulung Jenny dan Guruku yang sedang berhadapan, mereka semua mulai mengedipkan mata ke arah Guruku. Terutama Paman Wang yang berdiri paling depan, wajahnya yang penuh kesedihan berkerut hingga hampir semua fitur wajahnya menyatu.
“Kalian ini ngapain sih?” Guruku kebingungan. Di hadapannya ada si anak perempuan yang tak bisa dimarahi, sementara anggota kelompoknya sendiri malah mengedip-ngedipkan mata tanpa alasan jelas. Ini benar-benar bikin kesal!
Tiba-tiba, Hui Dàye tak tahan lagi. Ia menyelak dari kerumunan di mulut gua lalu memaki Guruku: “Gua bilang kau ini Si Tolol Berkepala Batu, kau nggak percaya! Sekarang nenek moyang udah berdiri di depan mata, masa nggak kenal?!”
“Nenek moyang? Aku tidak ingat punya nenek moyang seperti ini...” Kalau soal kegilaan, aku memang tak ada apa-apanya dibanding Guruku. Tapi soal kebengongan, Guruku kalah jauh. Beberapa keanehan akhirnya membuat Guruku curiga. Suaranya tak lagi bernada marah, melainkan berhati-hati penuh tanda tanya.
"Hei, gua malas ngomong sama lu (ngobrol). Gua pergi dulu." Sambil berkata demikian, Hui Dàye benar-benar mundur ke kerumunan. Jelas ini juga orang yang sudah ketakutan diatur Kakak Sulung Jenny. Lebih baik pulang dengan patuh.
"Wahahaha..." Akhirnya Kakak Sulung Jenny tidak tahan tertawa terbahak. Lalu ia kembali mengeluarkan kendi arak dari kantong pantatnya, meneguk seteguk. Kemudian meraih tangan, sebelum Guruku sempat bereaksi, sudah mengusap kepala Guruku sambil berkata: "Jiang Xiaowa, masa kamu beneran nggak inget sama aku?"
Guruku sama seperti aku, sangat membenci diusap kepalanya. Tiba-tiba diusap kepala oleh Kakak Sulung Jenny, nyaris amarah yang baru diredam tadi kambuh lagi. Tapi mendengar panggilan 'Jiang Xiaowa' dari Kakak Sulung Jenny, Guruku langsung membeku seketika!
Dengan ekspresi tak percaya dan penuh emosi tanpa alasan jelas, ia berkata pada Kakak Sulung Jenny: "Kau... kau panggil aku apa tadi?"
"Jiang Xiaowa ya? Ada masalah? Bukannya di sana ada Chen Xiaowa, Wang Xiaowa? Sayang si Li Xiaowa yang paling kolot tapi penuh darah panas juga sudah tiada... Kalau tidak, kumpul bareng adik seperguruanmu jadi lima Xiaowa, asik kan?" Sampai di sini, Kakak Sulung Jenny terlihat sedih, meneguk lagi arak dalam kendi besinya.
"Guruku langsung membeku seketika. Aku melihat wajahnya berkedut akibat heboh. Matanya menatap tajam Kakak Sulung Zhenni. Semakin lama ditatap, dua aliran air mata panas mengalir dari matanya. Dia tak kuasa melangkah mendekat, kedua tangan mencengkeram siku Kakak Sulung Zhenni. Ingin bersujud, tapi terhalang oleh keadaan sang kakak yang membuatnya sulit untuk berlutut."
"Tapi Kakak Sulung Zhenni dengan tegas menariknya bangkit."
"Kau... kau ini Jieyang Gila... Bukan, maksudku Kakak Ling... Kakak Ling..." Guruku tergagap-gagap karena emosi yang meluap. Air matanya bercucuran, suaranya bergetar hebat."
"Mata Kakak Sulung Zhenni berkaca-kaca. Tiba-tiba dia menampar kepala Guruku. Kali ini Guruku tak berani marah. Dia hanya mendengar teriakan sang kakak: "Barusan kau mau ikut-ikutan Lao Li itu? Dia memanggilku 'wanita gila', lalu kalian ikut menyebut 'kakak gila'? Seperti pucuk di atas ilalang! Jangan panggil aku Kakak Ling! Seumur hidup aku tak pernah mendapat panggilan yang paling kuinginkan dari mulut kalian. Namaku pun tak ingin kuingat lagi. Panggil aku Zhenni!""
"Eh, Zhenni?" Guruku jelas-jelas kesulitan menerima nama kebaratan itu."
"Hmm." Kakak Sulung Zhenni memutar-mutar botol arak di tangannya. Alisnya berkerenyit saat melirik Guruku, lalu berteriak: "Berani kau membantah?"
"Tidak berani, tidak berani..." Guruku bersikap merendah, lalu berbisik pelan: "Kakak Ling... maksudku Zhenni, kenapa penampilanmu sekarang seperti ini? Aku masih ingat waktu muda dulu, rambutmu yang disanggul indah dengan baju sutra warna danau itu..."
"Jangan banyak cakap dengan ibu tua! Kau tak paham arti gaya!" sambil berkata demikian, Kakak Sulung Jenny mengedipkan matanya padaku, lalu menatapku: "Cheng Yi, kau mengerti kan? Angelina Jolie, Tomb Raider... Mirip tidak?"
Aku sudah tak bisa bicara. Terminator, Marilyn, kali ini Angelina lagi. Gaya fashion Kak Zhenni benar-benar sulit kupahami!
Di sisi lain, kulihat mata semua orang sudah berkaca-kaca, terutama Huigen yang berdiri di kerumunan sudah tak tahan melompat-lompat sambil melambaikan tangan. Ruyue di sampingnya juga sudah mulai menitikkan air mata. Hatiku masih dipenuhi kehebohan dan rasa tersentuh.
Kakak Sulung Jenny sudah berjalan gesit ke depan, suaranya melayang sampai ke telinga kami: "Masuk! Kalian kuberi satu pilihan!"
