Tak kusangka Si Bodoh akan bangun di saat seperti ini, kejutan dan sukacita di hatiku tak terucapkan... Selama masa tidur panjangnya kali ini, selalu kurasakan dia memasuki fase 'genting' tertentu. Jika bukan di ujung tanduk, jangan sampai membangunkannya dengan paksa.
Tapi dia justru bangun sendiri karena 'rangsangan' seperti ini, mana mungkin aku tidak gembira?
Tak ada yang kebetulan. Kebangkitan Si Bodoh pasti ada pertandanya. Lagipula di Xiangxi dia sudah dua kali bangun tanpa alasan jelas. Yang kusesali hanya dua kali itu dia terbangun dalam kondisi 'terteror'.
Dan kebangkitannya tidak hanya memberiku kejutan, tetapi juga hadiah besar. Di bawah aumannya, semua hantu jahat yang ingin merasuki tubuhku dipaksa keluar. Namun raja hantu yang bandel itu bersikeras ingin masuk. Si Bodoh melompat seperti harimau, menabraknya hingga terlempar.
"Apa ini?" raja hantu yang terlempar dari tubuhku mengaum geram, wajahnya penuh ketidakpercayaan. Setidaknya menurut perkiraannya, kesuksesan sudah di depan mata. Aku tak tega memberitahunya: "Bahkan jika Aku melawan, kau takkan berhasil."
Si Bodoh malas menanggapi. Dengan sikap santai dan sedikit kesal, dia mengaum ke arah raja hantu. Pikirannya tersampaikan jelas: Diamlah!
Lalu, Si Bodoh dan aku saling memandang. Tatapannya dipenuhi kelembutan dan ketergantungan, seperti kucing peliharaan yang telah menemani majikannya sepuluh tahun. Tapi hubungan kami bahkan lebih lama? Kami hidup bersama, roh kami menyatu selama lebih dari 30 tahun, sejak aku lahir dengan cakar harimau yang merawat Hun-nya.
Dan kami telah melewati begitu banyak situasi hidup-mati... Ikatan ini bahkan lebih dalam dari hubungan saudara sedarah.
"Sekarang Si Bodoh muncul dengan sendirinya dari rohku, berdiri dengan anggun di gua yang dipenuhi hantu jahat ini. Panjang tubuhnya hampir lima belas meter, membuatnya terlihat seperti raksasa. Kulit harimaunya yang putih bersalju dihiasi corak hitam, atau lebih tepatnya keemasan-hitam, membuatnya tampak gagah perkasa... Inikah wujud perkasanya saat dulu berkuasa di Hutan Tua?"
"Kurasa memang begitu... Soalnya di sarang Si Bodoh, aku pernah melihat kerangka raksasanya."
"Kak." Aku merasakan pikiran Si Bodoh yang memanggilku 'kakak' dengan penuh keakraban... Lalu kudengar ia menyampaikan pesan tegas yang tak bisa kutolak: agar aku melanjutkan dan menyelesaikan Jurus Petir ini, serahkan semuanya padanya.
Kulemparkan pandangan penuh kepercayaan tak terbatas pada Si Bodoh. Sebelum menutup mata, kudengar ia mengaum "Lapar banget!" lalu menerkam hantu jahat terdekat dengan lompatan harimau... Matanya menyala-nyala mengawasi Raja Hantu.
Dengan tenang kututup mata. Semua tahu di Dimensi Konsentrasi Pikiran, menutup mata bisa meningkatkan efisiensi.
Barusan aku berjuang sendirian, bagaimana mungkin aku berani memejamkan mata dan dengan tenang mengayunkan langkah Gang, melantunkan mantra sambil membentuk mudra? Kini semuanya mungkin... Aku mendengar auman Si Bodoh, teriakan marah raja hantu, juga merasakan para hantu jahat yang ingin mendekat tapi tertahan oleh aura energi Si Bodoh... Aku merasa sangat tenang!
Kondisi Si Bodoh saat ini... Entah kenapa aku yakin, setidaknya sudah pulih 60% dari kekuatan rohnya di masa kejayaan. Dengan kekuatan jiwa sebesar ini, Si Bodoh setara dengan hampir sepenuhnya Chen Cheng Yi, pasti lebih dari cukup untuk mengulur waktu ritualku.
Seiring langkah Gang-ku, angin semakin kencang berhembus dalam gua... Udara lembab hujan menyelimuti seluruh ruangan. Sayangnya aku tak bisa melihat awan yang mengumpul atau kilatan petir, hanya merasakan energi petir yang menggila terus berkumpul.
Aku menyelaraskan energi petir. Begitu mencapai titik kritis, di tempat ini akan meledak dengan dahsyat, 'meledakkan' kumpulan hantu jahat ini sampai puas... Tiba-tiba jiwaku bergetar. Sebelum sempat bereaksi, sebuah kehendak asing muncul paksa di benakku.
Apa ini? Di momen krusial ritual tiba-tiba muncul kehendak asing. Meski tak menyampaikan pesan jelas, aku tiba-tiba menyadari sebuah penilaian tentang kekuatan ritual yang akan dilepaskan.
Itu artinya pada Jurus Petir kali ini, serangan petir pertama tidak cukup untuk memusnahkan banyak Hantu Jahat. Di sela-sela itu, para Hantu ini akan bubar, membuat sebagian besar kekuatan Jurus Petir meleset. Setelah Jurus Petir selesai, para Hantu akan berkumpul kembali, dan jika Jurus Petir digunakan lagi berikutnya, hasilnya akan sama.
Jika siklus ini terus berlanjut, bahkan menggunakan Jurus Petir akan menghabiskan setengah atau lebih dari kekuatan jiwaku. Jadi menurut prediksi, cara berritual seperti ini sebenarnya adalah tindakan bodoh.
Aku tidak tahu mengapa merasa diri bodoh? Juga tidak mengapa di kepalaku muncul prediksi yang begitu akurat... Tapi kemudian, tiba-tiba muncul di pikiranku cara lain untuk menggunakan Jurus Petir ini.
Yaitu dengan metode rahasia yang terus-menerus memadatkan energi menggila Jurus Petir. Saat serangan pertama Jurus Petir jatuh, seluruh kekuatan akan tercurah! Pada saat itu juga, Hantu Jahat di gua ini tidak sempat bereaksi, sebagian besar akan musnah.
"Selalu beri celah" adalah belas kasih yang diajarkan Guruku. Tapi saat ini, entah mengapa keyakinanku berubah: Berbelas kasih pada yang jahat adalah kekejaman bagi yang bajik. Harus menggunakan ritual di tangan untuk memusnahkan segala kejahatan yang tak bisa diselamatkan. Itulah Tao.
Aku tidak mengerti mengapa sikapku menjadi sedingin dan sekeras ini di saat seperti ini. Sedikit keraguanku pun tenggelam oleh keteguhan pikiran ini. Aku menghentikan langkah, mulai membentuk segel tangan asing yang sama sekali tidak terasa kaku.
Di sebelah sana, pertarungan Si Bodoh melawan Raja Hantu semakin sengit. Gerakan mudra di tanganku semakin mengalir bak air terjun... Di Dimensi Konsentrasi Pikiran-ku, jika awan petir yang kupanggil sebelumnya sebesar gumpalan awan, kini setelah kusempurnakan segel tangan dan kubungkus hati-hati dengan kekuatan jiwa, ukurannya telah menyusut separuh.
Di momen ini, pencerahan menyinari hatiku: Petir yang kupanggil tidak 'menggila' terhadapku. Tapi untuk mengompresi energi sebesar ini dengan kekuatan jiwaku sendiri, dibutuhkan Indera spiritual yang tajam agar bisa mengontrol secara detail. Sebab ketidakgilaannya ini relatif - jika kekuatan jiwaku tak sengaja bertabrakan dengan petir, energi itu akan sekuat itu tumpah membara, melukai atau bahkan mungkin menghancurkan rohku lebur.
Awan petir telah menyusut separuh... Sementara Si Bodoh yang harus menahan pengaruh hantu jahat sekaligus bertarung dengan Raja Hantu mulai terlihat kelelahan!
Tapi bahkan di saat genting ini, rasa lapar yang bersumber dari rohnya tak juga berhenti. Sesekali di sela pertarungan, 'itu' akan menelan satu hantu jahat... Baru setelah ditelan, rasa lapar menggerogoti tulang itu agak mereda.
"Jangan tanya kenapa aku tahu, karena aku dan Si Bodoh terhubung, dia adalah aku, aku adalah dia. Tidak heran sama sekali aku mengetahuinya."
"Kak, aku ingin makan dengan puas. Cepatlah, aku tidak bisa bertahan lama lagi." Saat awan petir berkurang dua pertiga, Si Bodoh akhirnya mendesakku. Sebenarnya aku sudah memperkirakan, paling-paling Si Bodoh bisa bertahan dua menit lagi. Itu wajar.
Kini, awan petir telah berkurang dua pertiga. Menurutku, ini hampir mencapai batas kemampuanku. Tepat saat aku hendak menghentikan jurus petir, sebuah kehendak yang teguh kembali menghentikanku: "Ini bukan batas sebenarnya! Kompresi semudah ini sama sekali bukan batas maksimal. Lanjutkan..."
Aku sama sekali tidak ingin melanjutkan. Karena melanjutkan adalah hal yang penuh 'taruhan'. Bagaimana mungkin aku mengambil risiko di sini?
Tapi kehendak itu begitu kuat, terus-menerus mendesakku, menjelaskan bahwa kompresi sihir pada dasarnya meningkatkan daya ledaknya... Seperti energi yang semakin terkompresi ke batas maksimal, saat meledak kekuatannya akan berlipat ganda. Karena dalam kekuatan ini, terdapat lapisan 'ketegangan' yang merupakan bagian dari hukum alam semesta. Kompresi adalah cara meminjam kekuatan ini.
Dan kehendak ini terus memberitahuku, dalam setiap situasi, baik aman maupun berbahaya, aku harus menantang batas kemampuanku! Hanya dengan mengasah diri hingga batas berulang kali, aku bisa bertumbuh cepat dan memahami Sihir lebih mendalam.
Aku dipaksa oleh kehendak ini terus-menerus membentuk segel tangan dengan kecepatan semakin tinggi. Jariku mulai mati rasa dan sakit, otak terasa semakin mengembang... Memampatkan pengaruh membutuhkan fokus yang ekstra dan menguras Indera spiritual - tidak boleh kendur sedikitpun, apalagi menghadapi energi menggila seperti petir?!
Dalam Dimensi Konsentrasi Pikiranku, awan petir itu akhirnya terkompresi hingga seukuran tiga bola basket. Cahaya listrik birunya mencekam, sesekali mengeluarkan suara 'ziiik' yang membuat Roh bergemetar.
