Aku tak pernah menyangka Jurus petir biasa bisa memiliki kekuatan yang begitu mencengangkan. Meski kemampuanku kini sudah berkembang pesat, efek Sihir petirku masih dianggap "Bagus" di mata praktisi spiritual tingkat atas.
"Bagus" berarti performanya tampil percaya diri, memiliki aura yang mengesankan, tapi kekuatannya pasti belum sampai level yang membuat orang gemetar.
Tapi, sekarang ini apa yang terjadi? Gumpalan petir itu, hanya dengan kilatan cahaya, rohku sudah bergetar... Aku percaya pada indera spiritualku, naluri alami untuk menilai bahaya, kekuatan yang terkandung dalam bola petir ini benar-benar mencengangkan!
Hanya kompresi sederhana... Begitu pikirku, tapi kemudian aku mengejek diri sendiri, apakah kompresi ini sederhana? Syarat untuk indera spiritual mencapai tingkat tertinggi, dan konsep sihir ini pasti bukan berasal dari sekte mana pun di zaman modern!
Dengan penuh semangat, tanganku hampir membentuk segel terakhir untuk melepaskan petir yang dahsyat ini... Tapi kehendak dalam hatiku kembali menghentikanku, ini bukan batas, sama sekali bukan batas... Jangan lupa untuk terus menempa diri di setiap kesempatan.
Aku sama sekali tak bisa melawan hati nuraniku, dengan reflek jari-jariku kembali membentuk segel, mengompresi bola petir ini tanpa henti.
Kompresi kali ini jauh lebih lambat dari sebelumnya, setiap pencapaian kecil disertai kewaspadaan ekstra. Kepalaku terasa seperti akan pecah, seolah sedikit rangsangan saja akan membuatku muntah... Apakah ini batasnya? Kutanya diri sendiri... Tangan masih bisa bergerak membentuk segel... Bukan!
Sekarang apakah sudah batas? Kukembali bertanya... Tidak, bukankah otakmu sudah pingsan karena tak kuat menahan?
Aku tidak bisa berhenti, sama sekali tidak bisa berhenti. Selama ini, Si Bodoh memanggilku tiga kali. Dua kali memanggil "kakak" dengan nada mendesak. Terakhir kali, langsung memanggil "Cheng Yi Mas"... Pikirannya terasa seperti suara pemuda terpelajar tapi ganas. Jika harus diibaratkan, seperti saat Hua Rong memanggil Song Jiang "kakak" dalam Kisah Para Pahlawan Liangshan.
Tapi di panggilan terakhir, yang kurasakan hanyalah kegelisahan ganas Si Bodoh. Dia hampir tak tahan, panik sekaligus takut aku terluka.
Saat itu, bola petir di Dimensi Konsentrasi Pikiranku sudah terkompresi seukuran satu setengah bola basket. Segel tangan pemadatku sudah tak bisa digerakkan lagi... Kedua betisku gemetar. Kurasakan jika dipaksakan, seluruh tubuhku akan ambruk, dan kumpulan petir ini akan menghilang.
Angin di dalam gua kini membentuk pusaran-pusaran besar... Terasa aliran angin yang masuk sudah mencapai batas maksimal... Kelembapan pertanda hujan juga mencapai puncak. Meski tak ada awan gelap atau hujan deras, setiap helaan napas terasa seperti lapisan embun menempel di hidung. Bahkan jute kasar yang melekat di tubuh pun mulai terasa lembap.
Aku mendengar desah napasku sendiri, yang seadanya saja... Seolah aku melihat suatu keadaan meditasi tingkat tinggi, di mana Jurus petir berkekuatan dahsyat dikompresi dengan cepat menjadi sebesar bola pingpong. Bola petir yang berputar itu, setiap aliran percikan listriknya, langsung menginspirasi rasa hormat di dasar hati manusia.
Sayangnya, aku tak mampu melakukannya... Dengan pikiran itu, akhirnya aku mulai membentuk Jurus petir... Saat jurus itu selesai, petir yang terkompresi seukuran setengah bola basket akhirnya meledak!
Karena dikompresi sampai ke batas maksimal... maka petir ini bisa tercurah keluar dengan lancar dalam satu tarikan jurus.
Pada detik itu, seluruh gua seolah terdiam sesaat... Tiba-tiba mataku berkunang-kunang, semburan cahaya terang membelah kegelapan gua, menyilaukan penglihatanku... hingga sesaat sama sekali tak bisa melihat jelas.
Dengan reflek aku menutup mata, tapi terdengar suara memekakkan telinga - petir itu meledak... Di gua sempit ini, meski takkan melukaiku, bulu kudukku tetap berdiri merasakan sambaran listriknya... Si Bodoh langsung berlari ke arahku dan menyelip ke dasar hatiku.
Hidungku terasa hangat, lalu dua aliran cairan mengalir keluar... Seluruh tubuhku limbung terjatuh ke tanah, otak terasa mati rasa.
Namun saat mata terbuka kembali, aku melihat ribuan naga listrik biru dan emas menari-nari di dalam gua... Sementara kelompok besar Hantu jahat itu hancur lebur seketika di bawah kekuatan petir yang dahsyat ini...
Apakah ini benar-benar tepat? Aku mengusap hidungku dengan tangan, baru menyadari bahwa tadi benar-benar keluar darah hidung. Jika tekanan di otak tidak mencapai batas maksimal, bagaimana mungkin ada sensasi seperti ini? Aku menghela napas getir, memandangi Hantu jahat yang telah menjadi abu itu, bertanya dalam hati: Apakah ini benar-benar... benar-benar baik?
Tapi suara hati dengan keteguhan memberitahuku: Inilah yang seharusnya terjadi... Para Hantu jahat ini tak bisa mengalami reinkarnasi. Daripada terus menderita dalam ujian manusia di sini, lebih baik dimusnahkan sekaligus. Jika energi jahat ini tak bisa ditekan di sini, para Hantu jahat ini akan melukai manusia jika lolos.
Karena kelelahan mental, aku malas merenungkan mana yang benar atau salah. Meskipun ini adalah pesta 'kembang api' di mana dengan satu jurus saja kuhancurkan begitu banyak Hantu jahat - hasil yang benar-benar menggetarkan - aku hanya menatapnya dengan mati rasa...
Entah berapa lama kemudian, gemuruh petir di dalam gua akhirnya mereda... Sunyi senyap menyelimuti gua... Kecuali Raja Hantu yang terkunci itu tergeletak di tanah, tak ada lagi sisa Hantu jahat di dalam gua. Hanya beberapa Hantu jahat yang tersisa di luar gua dengan suara renyah, pastinya yang berhasil kabur saat chaos di pinggiran gua tadi.
Menggambarkan tempat ini dengan kesuraman yang memilukan pun tak berlebihan... Otakku terasa berat dan berkabut, di saat seperti ini, Si Bodoh sekali lagi menyergap keluar dari kedalaman jiwaku. Aku menerima pesan jelas darinya, ingin bertarung lagi dengan Raja Hantu. Keinginannya yang membara untuk menelan sang Raja Hantu begitu kuat.
Kuanggukkan kepala singkat sambil berucap 'Hmm', lalu menutup mata... Jika sebelumnya Si Bodoh dan Raja Hantu masih seimbang, kini Raja Hantu yang terbelenggu dan terjebak sambaran petir mana mungkin bisa menandingi Si Bodoh?
Tak kusaksikan bagaimana pertarungan mereka... Hanya beberapa saat, kudengar raungan menyayat dari Raja Hantu sebelum senyap sepenuhnya... Kemudian, kurasakan proses penelanan oleh Si Bodoh... Lapar spiritual yang terhubung dengan jiwaku perlahan menghilang...
Tak lama kemudian, Si Bodoh kembali ke dasar jiwaku dan tertidur lelap lagi... Namun sebelum terlelap, kudapat pesan darinya: Kali ini tidurnya tak akan lama, butuh waktu untuk mencerna. Baru saja ia menelan lebih dari 20 Hantu Jahat, plus seorang Raja Hantu.
Aku juga tahu, bagi Si Bodoh, bahkan Hantu Jahat sekalipun lebih bergizi daripada kepala-kepala hantu yang pernah ditelannya... Karena roh-roh ini masih utuh, tak melalui proses pemeliharaan okultis! Apalagi Raja Hantu, 'nutrisi'-nya bagi Si Bodoh tentu tak perlu diragukan lagi.
Di sini, aku merasakan kegelisahan Si Bodoh... Tapi rupanya apa yang dia gelisahkan, Si Bodoh sama sekali tidak mengungkapkannya padaku, malah menyembunyikannya di bagian terdalam roh, membuatku tak bisa membaca isi hatinya.
Kakak Sulung Jenny berkata, aku tak akan bisa melangkah jauh di sini sebelum mati tanpa kuburan. Tapi yang lucu, aku hampir membersihkan semua hantu jahat di depan pintu gerbang pertama ini, plus seorang raja hantu... Tinggal tersisa tidak lebih dari 10 ekor. Apakah ini berarti aku merusak ujian aliran Gunung Salju?
Aku juga tahu kondisiku sendiri, mungkin otak sudah menanggung beban hingga batas maksimal, artinya energi spiritual dan indera spiritual yang mistis itu terkuras... Aku merasa perlu tidur, tapi di tempat ini meski hanya tersisa puluhan hantu jahat yang berceceran, jelas bukan lokasi untuk tidur.
Aku berdiri bergoyang-goyang, melangkah pelan ke samping gerbang perunggu di balik raja hantu yang terkunci itu... Ternyata pintu ini hanya ditahan oleh sebuah balok horizontal tembaga dari sisi sini. Asal kudorong, aku bisa masuk ke area berikutnya... Dalam kondisi berat ini, hatiku tanpa alasan menjadi tegang, dengan reflek menempelkan telinga ke gerbang tembaga untuk mendengar. Yang kudengar hanya suara mati suri.
Sama sekali tak seperti gua di lapisan ini yang dipenuhi hantu-hantu berantem.
Aku menelan air liur, lalu meraih balok tembaga itu. Namun, serangan pusing membuatku terjatuh duduk. Sudah sampai di sini, tak perlu terburu-buru. Kupikir aku benar-benar butuh istirahat. Keberadaan Si Bodoh memberikanku kenyamanan hangat dan rasa aman yang besar dalam kesepian ini.
Di sini, waktu mengalir tanpa batas. Awalnya hanya ingin beristirahat dengan menutup mata, namun akhirnya tertidur lelap... Saat terbangun dari mimpi, gua masih gelap dan dingin seperti semula. Tidak terasa berapa lama... Tapi hantu-hantu jahat itu tidak mengganggu, mungkin karena trauma dengan kejadian tadi atau takut Si Bodoh muncul kembali.
Setelah istirahat, kondisiku jauh membaik. Rasa berat di kepala sudah hilang. Kutarik napas dalam dan berdiri, bersiap membuka pintu gerbang menuju lapisan berikutnya.
Tiba-tiba, suara hati berkata: Hantu-hantu di gua ini harus dimusnahkan atau ditelan Si Bodoh. Jika dilepas, mereka akan merusak Dunia Manusia.
Kehendak macam apa ini? Apakah ini Dao Tongzi? Kurasa tidak... Setelah sekian lama bersama, aku sudah terbiasa berkomunikasi langsung dengannya.
Lalu ini siapa?
