Sejujurnya, bahkan jika ada dinosaurus dari zaman prasejarah muncul di sini pun aku tidak akan terlalu terkejut. Tapi sama sekali tidak seharusnya ada tumpukan tulang manusia... Karena jika tulang-tulang ini milik orang yang mencoba melewati tantangan sebelum aku, mengapa drum permohonan masih ada? Bukankah harus ditabuh sampai pecah untuk bisa melewati tantangan?
Dan lubang rahasia bawah tanah ini sepertinya merupakan tempat yang sangat dijaga oleh aliran Gunung Salju, ada penjaga sepanjang tahun. Aku juga merasakan pertahanan sekuat baja di sini... Bagaimana mungkin ada yang menyusup diam-diam?
Jika bukan penyusup, mengapa aliran Gunung Salju membiarkannya mati di sini? Tulang-tulangnya sudah lapuk sampai seperti ini, tak ada yang menguburkan jenazah? Aku yakin aliran Gunung Salju adalah Jalan Benar. Meski tak campur urusan dunia, mustahil bisa bertapa kalau menganut Jalan Sesat.
Maka hanya satu kemungkinan: orang ini... dihukum oleh aliran Gunung Salju? Hukuman yang begitu berat sampai jenazahnya pun tak dikuburkan.
Bagaimanapun, melihat tulang manusia di sini cukup membebani psikis. Aku takut menjadi tumpukan tulang kering seperti ini... Saat merenung, kulihat serbuk berbentuk jelas di tulang itu - bekas pakaian yang sudah busuk... Aku bingung: sudah berapa lama ini? Pakaian sampai hancur begini?
Aku menggigit roti kukus, terjerat dalam perenungan. Tak sadar angin halus mulai berhembus di gua yang sebelumnya kering dan hening... Gerakan angin ini terlalu halus, mudah terabaikan.
Kala itu bagaimana mungkin aku menyangka, munculnya angin bisa terjadi dalam dua kondisi: satu adalah angin alamiah biasa, sedangkan satunya lagi adalah kemunculan roh kuat yang memengaruhi dunia nyata. Bahkan jika mendekat dengan menahan napas, 'aktivitas'-nya tetap akan menyebabkan perubahan Aura Energi di dunia nyata. Perubahan yang intens secara alamiah akan menciptakan pergerakan angin.
Di saat seperti ini, aku masih meneliti tumpukan tulang manusia ini. Selalu terbersit dalam benak bahwa di bawah tanah yang penuh bahaya ini, kemunculan aneh tulang manusia pasti mengandung petunjuk. Mengenali musuh dan diri sendiri selalu memberi keuntungan strategis.
Karenanya, sambil mengernyitkan alis, aku mencoba menebak cara kematiannya berdasarkan posisi tulang... Tak disangka, auman harimau bergema dari dasar hatiku. Sebelum sempat bereaksi, bayangan sisa menyergap keluar dari kedalaman jiwaku lalu mengaum keras sambil menerjang ke arah belakangku.
Baru pada detik itu firasat berbahaya bak krisis hidup-mati meledak dari dasar hati. Tanpa pikir panjang, aku berguling beberapa kali hingga menghantam dinding gua cabang ini dengan sangat memalukan sebelum akhirnya berhenti.
Dinding gua ini sebenarnya sudah termasuk dalam cabang gua, tidak dalam, hanya beberapa meter saja. Cahaya redup dari sudut miring memberikan sedikit penerangan di sini... Tubuhku menghantam dinding gua yang membeku dan keras ini, hampir tak bisa bernapas. Dengan reflek aku tak berani membuang waktu, baru saja sadar dan bersiap berdiri, tiba-tiba melihat dinding gua dipenuhi jejak-jejak dalam dan dangkal, ditambah coretan-coretan tidak beraturan yang jelas dibuat oleh jari manusia yang mencakar keras!
Sebesar apa dendam ini? Dan sekuat apa tenaganya, sampai bisa meninggalkan jejak seperti ini di dinding gua yang keras dan membeku? Tapi di dalam gua ini jelas ada makhluk berbahaya, bagaimana orang ini sempat meninggalkan jejak-jejak ini semasa hidupnya?
Atau jangan-jangan orang inilah makhluk paling berbahaya di gua ini? Begitu terpikir kemungkinan ini, bulu kudukku meremang... Dalam satu detik perenungan ini, akhirnya kudengar Si Bodoh mengaum lebih keras... Selain itu, samar-samar kudengar suara tangisan bayi.
Kemudian, saat kuangkat kepala, kulihat Si Bodoh sedang menghantam dengan keras ke satu arah, tapi yang dihantamnya sama sekali tak terlihat olehku... Dalam sekejap, tangisan bayi itu tiba-tiba menjadi sangat keras, seperti bayi berwatak keras yang tiba-tiba menjerit dan menangis tersedu-sedu dengan suara melengking.
Suara ini mengguncang otakku hingga sedikit pusing, dengan reflek aku menutup kedua telinga sambil menggelengkan kepala... Yang kulihat justru Si Bodoh tiba-tiba terjatuh ke tanah... Di sisi tubuh harimau yang menghadapku, muncul tiga luka yang mencekam.
Meskipun Si Bodoh adalah roh, dalam kondisi roh yang semakin lengkap dan terlihat, bentuk manifestasinya tak berbeda dengan wujud nyata yang terluka. Satu-satunya perbedaan adalah pada roh tidak ada 'cairan' sama sekali - menangis tak mengeluarkan air mata, terluka pun tak mengeluarkan darah.
Luka Si Bodoh saat ini terlihat hampir mencapai tulang di ketiga bagiannya, kulit dan daging tergulung... Pemandangan yang membuat hati merinding dan terasa menyakitkan... Lebih parah lagi, terasa seperti sebagian 'daging' Si Bodoh hilang sepotong, karena salah satu lukanya terkoyak sangat dalam, jelas terlihat ada bagian 'daging' yang tercabik.
Meski dibandingkan tubuh besar Si Bodoh, sedikit 'daging' ini mungkin tak berarti, tapi sebenarnya... Aku tahu kekuatan Si Bodoh. Jika tidak mempertimbangkan indera spiritual atau sihir, hanya melihat kekuatan jiwanya saja, Si Bodoh jelas lebih kuat dari Chen Cheng Yi. Tapi hasil dari bentrokan ini, Si Bodoh malah mengalami kerugian seperti ini.
Ini hanya terjadi dalam sekejap. Karena terhubung secara rohani dengan Si Bodoh, aku seolah merasakan kesedihan mendalam dalam jiwanya. Tak berani menunda, aku segera berlari ke arah pintu keluar gua cabang ini. Pada saat yang sama, Mata Ketigaku pun terbuka.
Saat Mata Ketiga terbuka sepenuhnya, akhirnya aku berhasil keluar dari gua... Di bawah penglihatan Mata Ketiga, akhirnya kulihat 'musuh' di mulut gua yang selama ini tak kusadari kehadirannya. Apa itu sebenarnya?
Hampir saja aku berteriak kaget... Di hadapanku berdiam monster yang tak bisa kudeskripsikan. Tubuhnya kekar dengan anggota badan yang kokoh, namun seluruh tubuhnya tertutupi bulu-bulu dan memiliki sayap... Kepalanya persis seperti elang biasa, mirip rajawali atau elang... Yang paling mencolok adalah tanduk tajam di dahinya.
Ukuran monster ini tidak terlalu besar, sekitar tiga meter panjangnya... Dibandingkan dengan Si Bodoh yang berukuran raksasa, ia terlihat seperti anak kecil. Saat ini, ia berdiri kurang dari 10 meter jauhnya, berhadapan dengan Si Bodoh. Kulihat cakarnya mencengkeram potongan daging berbulu putih - jelas itu hasil cakaran dari tubuh Si Bodoh. Selama konfrontasi, tiba-tiba monster itu melemparkan potongan daging itu dengan gerakan provokatif, lalu menunduk mematuknya.
Dan saat itu, aku kebetulan meluncur keluar. Saat monster itu mengangkat kepala dan melihat si kecil di antara yang terkecil ini, tiba-tiba ia seperti bersemangat. Dengan suara mengaum yang mirip tangisan bayi tengah malam, ia langsung menyambar ke arahku.
Aku tak mengerti apa yang terjadi. Tapi kecepatannya begitu tinggi, entah karena sayapnya atau tidak... Aku hanya bisa reflek membungkuk ke tanah. Si Bodoh langsung melompat seperti harimau lagi, menghantam monster itu.
Tapi dari segi kecepatan, Si Bodoh memang kurang... Dalam tabrakan berikutnya, luncuran Si Bodoh hanya menyentuh ujung monster itu, membuat tubuhnya miring sedikit... Bahkan tak jeda sedikitpun, hanya melambat sekejap sebelum terus menyergapku.
Untuk apa menyerangku? Aku membayangkan: apakah ingin merasuki tubuhku? Atau menyakiti rohku? Ada apa yang membuatku menarik perhatiannya?
Hanya dalam setengah menit, begitu banyak kejadian. Otakku hampir tak sanggup mencerna: monster tak dikenal yang bisa menyamarkan napas! Tulang manusia tak jelas asalnya! Monster yang bahkan Indera spiritualku tak bisa mendeteksi! Tapi kenapa Si Bodoh yang pertama menemukannya?!
Aku tak mengapa di saat-saat tegang seperti ini, otakku justru dipenuhi oleh pikiran-pikiran kacau... Tapi di momen ini, muncul lagi pikiran aneh dalam hatiku yang seolah bukan berasal dari diriku, namun jelas-jelas merupakan kehendakku sendiri.
"Itu ingin menelan rohku! Di detik ini, aku harus fokus pada sudut serangannya, lebih dulu melepaskan kekuatan jiwa untuk bertabrakan... Lupakan segalanya, lepaskan kekuatan jiwa untuk bertabrakan!" Hampir tak ada waktu untuk berpikir lagi. Kulihat siluet raksasa itu telah menyambar ke sampingku dalam sekejap, mengangkat cakarnya hendak mencengkeram ubun-ubunku.
Sungguh jahat, langsung menyerang titik vital seperti ini, memanfaatkan momen aku mendongak!
Di saat yang sama, kekuatan jiwaku mengalir keluar dengan liar... Tak sempat menggunakan sihir apa pun untuk mengkonsolidasikannya menjadi serangan yang lebih efektif. Dengan cara yang sangat langsung, kekuatan jiwaku bertabrakan secara brutal dengan monster itu.
Tabrakan ini tak bersuara... Tapi di pusat bentrokannya, angin kencang tiba-tiba berhembus... Bagaimanapun kekuatan jiwaku termasuk kategori kuat, hanya waktu bertapa dan tenaga dalam yang membatasi performa maksimalnya.
Seperti jenius tanpa akumulasi pendidikan, bagaimana mungkin bisa sepenuhnya mengeluarkan potensinya? Justru cocok untuk tabrakan kasar seperti ini... Seperti sekadar menjalani tes kecerdasan dasar.
Aku mengeluarkan suara hng, bahkan kekuatan jiwaku yang terhubung dengan rohku... Aku langsung merasakan kelemahan rohku sendiri, kasihan sampai sekarang aku bahkan tidak punya kesempatan untuk menggunakan sihir, tiba-tiba saja terjerat dalam krisis tanpa alasan jelas!
Kupikir dengan konsekuensi kelelahanku, setidaknya monster ini akan terpental dan terluka sedikit... Tapi ternyata aku hanya membuatnya terdiam sejenak.
Musuh macam apa ini?
