Aku tahu betapa mengerikannya dimensi petir itu. Pilihan serempak Guru leluhur dan Dao Tongzi semakin membuatku terkejut.
Seperti kotak penuh paku yang retak sendiri sudah menakutkan… Kini, menggunakan Jurus petir bagai menambahkan bubuk mesiu untuk meledakkannya – konsekuensi apa yang terjadi?
Baik Guru leluhur maupun Dao Tongzi adalah para jenius. Seturut pemahamanku, mereka jauh lebih perkasa dariku… Jadi Jurus petir yang mudah kukuasai pun pasti mudah bagi mereka.
Apalagi, Guru leluhur adalah orang yang mampu mengeluarkan Jurus Petir secara instan. Jika bukan untuk keseriusan khusus, mustahil beliau sampai membentuk jurus petir dengan gerakan tangan sesakurat itu.
Tak lama, Jurus Petir pun terbentuk... Meski di dalam gua mustahil mengumpulkan awan dan menampung hujan, namun kilat itu benar-benar muncul... Kilat biasa ini justru menjadi pembuka tabir mengerikan. Dengan kilat sebagai pemicu, kulihat ruang angkasa yang dipenuhi energi petir mengerikan itu mulai bergetar dan pecah.
Namun saat itu, Dao Tongzi bahkan lebih menggila daripada guru leluhurku... Di tengah pecahnya dimensi, ia berusaha mengumpulkan semua petir itu. Rupanya ia ingin meledakkan semua energi petir sekaligus.
Guru leluhur sepertinya menyetujui tindakan Dao Tongzi ini. Di bawah segel tangannya, puluhan kilat yang seharusnya turun satu per satu tiba-tiba menghujam bersamaan. Ruang petir itu benar-benar tertarik oleh jurus petir dan hancur berkeping-keping. Bola-bola petir bermunculan dalam jumlah besar... Kilauannya begitu menyilaukan sampai mata tak bisa dibuka.
Bola-bola petir ini terlihat melayang ringan... Namun setelah muncul, kekuatan menggilanya hanya dari pandangan sekilas saja sudah membuat roh terasa mau remuk.
Saat itulah, Guru leluhur menyelesaikan segel tangan terakhir... Semua bola petir mulai berkumpul menuju satu titik di ruang angkasa... Seperti efek domino, bola petir pertama meledak, diikuti ledakan tak terhitung bola petir lainnya... Pada detik itu, gempa mengguncang yang kukira akan terjadi tak kunjung datang. Yang kulihat justru gelombang energi yang sangat menakjubkan.
Seolah-olah udara berubah menjadi permukaan air, mulai berlapis-lapis bergelombang...
Ini! Apakah ini akan menembus dimensi? Kehendakku langsung tegang hingga ke ujung tenaga, aku yakin setelah kali ini mungkin seumur hidup takkan lagi melihat pemandangan megah nan langka ini... Benar, bola-bola petir tak terhitung meledak di titik itu, memercikkan bunga api listrik yang mencekam berlapis-lapis... Sementara udara bagai permukaan air yang hampir pecah, gelombangnya semakin dahsyat.
"Bantulah aku!" Saat gelombang permukaan air itu mencapai puncaknya, Guru leluhur tiba-tiba berteriak kencang. Saat itu bola petir yang tersisa sudah sedikit.
Mendengar teriakan Guru leluhur, sisa roh naga sejati yang berputar-putar itu tiba-tiba melengking panjang... Seluruh energi petir yang terkumpul di tubuhnya menyembur keluar... Seketika menyambungkan semua bola petir, dan di momen krusial ini, meledak bersamaan.
Pada detik itu, aku samar-samar mengerti sebuah rahasia: petir di dunia fana terbagi menjadi beberapa jenis, sedangkan petir milik naga sejati adalah yang tertinggi di antara petir siluman... Fungsinya adalah bisa menyambungkan semua petir, lalu membuatnya meledak bersama.
'Boom!' Akhirnya di dalam gua ini, petir menyambut ledakan paling megahnya... Saat itu, seolah kulihat sebuah batas tertinggi - sebuah keindahan kekerasan yang sangat ekspresif. Kukira dalam hidupku, batas ledakan petir yang bisa kusaksikan ada di sini.
"Kali ini, bahkan titik misterius yang penuh rahasia itu tak mampu menahan serangan dahsyat ini, akhirnya melepaskan energi sisa di dalam gua... Gemuruh mengguncang gua, reruntuhan batu berhamburan, debu mengepul... Bahkan Guru leluhur terpaksa berdiri di bawah batu raksasa untuk menghindari reaksi berantai dari getaran ini."
"Seandainya energi petir ini meledak di gua aliran Gunung Salju, gua bawah tanah ini pasti akan hancur." Dao Tongzi tampak heboh dengan ritual ini, tak kuasa berkomentar.
Namun tak disangka Guru leluhur tiba-tiba terdiam sejenak, lalu berkata: "Kalian meremehkan kompleksitas gua bawah tanah ini. Kedalamannya hanya diketahui oleh para penguasa aliran Gunung Salju sepanjang zaman. Bahkan mereka pun belum pernah mencapai bagian terdalam... Karena suatu alasan..."
Di sini Guru leluhur tiba-tiba berhenti bicara, seolah menyangkut rahasia yang tak pantang diungkap.
"Oh? Jadi gua bawah tanah ini justru membuatku penasaran?" Dao Tongzi tiba-tiba menyela. Padahal apa lagi di dunia fana ini yang bisa menarik perhatiannya? Berbagai tebakan menyiratkan dia bukan berasal dari dunia ini, seolah memiliki wawasan yang lebih luas.
Aku tak menyangka gua bawah tanah ini justru mampu membangkitkan rasa ingin tahunya yang begitu besar.
"Jika kau tertarik, tak ada yang bisa menghalangimu... Tapi kau adalah penganut Taoisme, kau harus percaya pada takdir... Takdir telah menentukan, segala sesuatu di gua bawah tanah ini akan ditanggung oleh penerus yang ditakdirkan. Generasi kita mungkin bukan bagian dari badai yang akan datang..." Ucap Guru leluhur terhenti saat debu di dalam gua mulai mengendap.
Pandangan kami akhirnya tak terhalang. Setelah sambaran petir, segala sesuatu di dalam gua mulai perlahan tampak jelas.
"Hukh-hukh..." Setelah memuntahkan beberapa kali Jingxue, tubuhku sudah mencapai batas kemampuan... Debu membuatku tersedak dan batuk... Namun dengan reflek, perhatian ketiga kehendak itu tertuju pada titik yang baru saja dihantam.
Tapi... tiba-tiba, kehendakku yang selama ini lemah mulai menunjukkan kegilaan... Kegilaan ini membuatku seketika mengalahkan kehendak Dao Tongzi, bahkan mengabaikan batuk, berlari menuju titik itu di tengah debu beterbangan.
Tak bisa kuungkapkan perasaan dalam hatiku, seolah semua kata terasa hambar... Air mataku terus mengalir karena iritasi debu... Sudah berapa lama aku merindukanmu? - Ruxue!
Ya, titik itu telah terbuka. Yang tak kusangka, dimensi yang terkoyak... Ternyata adalah tempat itu... Tempat yang membuatku memilukan namun terus menghantui pikiran... Makam Naga!!
Seiring ruang yang terus terkoyak dan meluas... Hutan lebat yang familiar, bangunan-bangunan misterius di atasnya, bergerak cepat seperti lensa kamera film... Lalu pintu makam itu, tangga yang menurun... Semua transformasi ini, dipadu dengan ingatanku yang seolah sudah sangat lama, perlahan menghidupkan kembali adegan demi adegan.
Saat ini aku tak bisa memikirkan apapun. Jika seumur hidupku pernah ada satu pikiran gila yang tak kenal kompromi, itu adalah keinginan beribu kali dalam mimpi tengah malam untuk menggenggam tangan Ruyue saat perpisahan di depan pintu Makam Naga, dan berkata: "Biarkan dunia hancur, bahkan meledak di depan mataku, aku hanya ingin memelukmu sedetik ini. Jangan berpisah..."
Tapi mimpi adalah kebalikan, sering merefleksikan kehendak yang bertolak belakang. Hal-hal yang tak sanggup dilakukan dalam batas norma, karenanya hanya bisa terwujud dalam mimpi... Aku Chen Cheng Yi, ia Ling Ruyue... Takdir membuat kami tak mungkin, hanya bisa terus meratapi realita... Tak kusangka seumur hidup ini, aku bisa melihatnya dalam keadaan sadar.
Ada yang bertanya, apa sebenarnya cinta? Mungkin sepanjang hidupku tak akan kutemukan jawaban... Tapi saat ini, kekuatan yang membuat kehendakku menghancurkan secara gila-gilaan kehendak Dao Tongzi demi berlari ke arahnya - inikah cinta?
"Cheng Yi, berhenti, berhenti..." Setelah titik itu, ruang terus berubah. Terowongan familiar itu, kamar-kamar berderet di kedua sisi... Hingga akhirnya pintu misterius di kedalaman.
"Jantungku hampir meloncat keluar dari tenggorokan saat ini, namun suara Guru leluhur terus bergema dengan dominasi di telinga. Tapi aku tak peduli... Seolah semua penyesalan seumur hidup meledak di detik ini."
"Chen Cheng Yi, berhenti! Titik nodal dimensi yang terhubung ini tidak stabil. Beraninya kau masuk begitu saja? Ini bisa mematikan, kau mau bunuh kita bertiga?" Teriakan Dao Tongzi yang jarang menunjukkan gejolak emosi kini terdengar heboh.
"Bodoh... Entah hatimu pahit atau perih, beranikah kau melepas semua tanggungan di bahumu?" Suara Guru leluhur tiba-tiba menjadi sederhana, bertanya demikian padaku.
Langkahku langsung terpaku... Gemuruh drum yang gila itu masih bergema di telinga. Wajah Guruku, wajah Guru leluhur, wajah setiap keturunan Lao Li... Bagaimana mungkin kuberani melepaskan? Bagaimana bisa kulupakan? Generasi kami takkan pernah lupa!
'Bruk!' Aku bersujud di bawah titik nodal dimensi itu... Rasa sakit di hati yang tertahan bertahun-tahun akhirnya meledak, membuatku kehilangan sedikit rasionalitas.
Di dalam titik nodal dimensi... Gambar yang berubah-ubah telah melewati pintu gerbang misterius itu... Di ruang gelap di depan tulang-belulang naga raksasa... Siluet lemah berbaju putih... sedang bingung memutar tubuhnya.
Ruxue... Butiran kaca-kaca dari mataku menetes ke tanah.
"Ia…" Tiba-tiba, Dao Tongzi yang selama ini terdiam berseru kaget. Rasa sakit yang menghujam nyaris menelan aku dan Dao Tongzi.
