Yang disebut merasakan anak sungai takdir hanyalah meraba-raba nasib sendiri melalui koneksi samar dalam sebuah formasi besar.
Pengetahuanku tentang dua aliran ramalan () sangat terbatas, tapi sebodoh apapun aku bisa mengenali kehebatan formasi ini. Seperti meramal melalui Zhou Yi dan Delapan Trigram, tempat ini bisa dianggap sebagai formasi ramalan takdir yang sangat misterius.
Hanya ini yang bisa kujelaskan... lagipula masalah Taoist memang seperti peribahasa "lain bidang lain keahliannya".
Formasi besar ini memiliki nama indah... Mimpi Kembali! Apakah artinya bermimpi tentang kehidupan sendiri, melihat berbagai pilihan berbeda dan konsekuensinya? Nama ini sangat puitis, menimbulkan perasaan yang sulit diungkapkan.
Tanpa alasan jelas, aku juga ingin mencoba formasi ini... tapi di duniaku, tak ada seorangpun yang mampu menyusun formasi sehebat ini.
Namun Dao Tongzi sama sekali tidak takjub, dia pasti mengetahui keberadaan formasi besar ini. Berdiri di mulut formasi, tubuhnya bergetar halus.
"Segala upaya untuk melihat takdir dengan jelas adalah pelanggaran terhadap kehendak langit... Bahkan aku harus membayar harganya. Mengorbankan sepuluh tahun harapan hidupku sebagai gantinya, masuklah." Suara Sang Yang Mulia tenang, seolah sepuluh tahun usia itu setara dengan sepuluh fen, sama sekali tidak dihiraukannya.
Namun hati beku Dao Tongzi yang telah dilanda kesedihan mendalam kembali bergejolak. Memandangi Sang Yang Mulia, dia memanggil pelan: "Yang Mulia."
"Telah kukatakan, aku juga menjadi penyebab yang memperburuk keadaan. Apakah kubicarakan atau tidak... aku harus menanggung karmanya. Ini baru permulaan karma... Menanggung, melakukan kesalahan, harus diakui, kau paham?" Sang Yang Mulia mendongak, seolah enggan bertatapan dengan mata Dao Tongzi.
Dao Tongzi justru tenang luar biasa: "Kebaikan sebesar lautan Yang Mulia, Cheng Dao akan lunasi sepanjang kelahiran kembali. Cheng Dao masuk."
Sambil berkata, Dao Tongzi menggendong Wei Chaoyu tanpa ragu memasuki formasi bernama Mengembara Mimpi... Benar saja, saat Dao Tongzi mencapai inti formasi, sistem mulai beroperasi, segalanya mengabur layaknya dalam mimpi.
Ternyata formasi ini memang layak disebut Mengembara Mimpi...
Lima tahun kemudian, perasaan Dao Tongzi dan Wei Chaoyu semakin membara. Dao Tongzi yang biasanya lamban akhirnya menyadari bahwa ia jatuh cinta pada Wei Chaoyu... Jalan Suci tak memihak, mana boleh terbelenggu cinta duniawi. Ia berniat mengakhiri... Di puncak tebing sepi, ia berkata akan berduel dengan Wei Chaoyu.
Tiga belas tahun kemudian, Dao Tongzi yang dulu menyadari cintanya pada Wei Chaoyu tak memilih duel, melainkan ingin berbicara jelas. Namun justru mendapat pengakuan cinta dari Wei Chaoyu... Dalam gejolak emosi, mereka turun gunung bersama. Tujuh tahun kemudian, Dao Tongji tetap tak sanggup melepaskan Jalan Suci dalam hatinya, diam-diam pergi. Wei Chaoyu yang menunggu sia-sia... Dengan tekad baja memilih mengakhiri nyawa.
Di berbagai aliran sungai tak terhitung: Tujuh tahun kemudian... lima belas tahun kemudian... bahkan tiga puluh tahun kemudian... Tak satu pun kisah dimana Dao Tongzi tak mengkhianati Wei Chaoyu dengan berbagai cara. Sementara Wei Chaoyu, dengan cinta membara di hati dan sifat lembut namun keras batin, selalu mengorbankan nyawa untuk menjaga cinta ini di setiap akhir cerita.
Inilah takdir yang menjadi bagian Dao Tongzi... Sesuai dengan cerita Yang Mulia: Jika batin tak mengalami perubahan, selera makan pun tetap sama... Pola perilaku manusia hanya bisa bersumber dari hatinya sendiri. Seperti kata orang: "Ini hal yang hanya akan dilakukan XX."
Dao Tongzi tidak tersadar!! Selamanya hanya bisa membuat pilihan seperti ini... Karena inilah isi hatinya... Peringatan tergesa Yang Mulia pun tak membuatnya seketika paham cara menghadapi cinta dalam Jalan Suci... Tak mengerti harus mengambil tanggung jawab, memenuhi kewajiban cinta... baru layak bicara tentang melepaskan.
Mengenai Wei Chaoyu di salah satu anak sungai takdir yang pernah mengucapkan kalimat: "Jika kau tidak mencintaiku pun tak apa, tapi jika kau mencintaiku... Dengan terus melarikan diri dan memaksakan pemutusan, kau pikir ini solusi terbaik?"
Saat keluar dari formasi besar, wajah Dao Tongzi basah oleh air mata... Sang Yang Mulia menunggu di mulut formasi... Di sampingnya berdiri seorang wanita paruh baya dengan pakaian asing yang memandangnya dingin, berkata: "Sudah waktunya kau mengembalikan muridku Chaoyu. Meski ia mencintaimu sepenuh hati, kau justru memberikannya akhir masuk ke reinkarnasi hidup-mati. Aku datang menagih nyawa..."
Dao Tongzi melirik wanita paruh baya itu tanpa sepatah kata. Tiba-tiba tangannya bergerak cepat menyentuh jari Wei Chaoyu. Setetes Jingxue milik Wei Chaoyu yang belum sepenuhnya sirna muncul di jarinya.
"Mengintegrasikan setetes Jingxue-mu di dasar hatiku... Jika aku masih memiliki reinkarnasi, dan kau pun demikian... Saat kita bertemu lagi, aku pasti akan langsung mengenalimu. Meski hingga kini aku belum sepenuhnya paham bagaimana menghadapi cinta, aku tak akan lagi berbuat kebodohan. Aku ingat hutang nyawa ini." Sambil berkata demikian, Dao Tongzi membentuk segel tangan dan mengoleskan Jingxue itu ke belakang kepala... Membentuk cap merah kecil di lokasi vital pusat gerak kehidupan, sebuah tekad yang akan melekat meski melewati hidup dan mati.
Aku tertegun melihat tanda merah kecil itu... Sejak lahir, aku sudah memiliki tahi lalat merah berbentuk mata. Seiring pertumbuhan, tanda itu memudar... Hingga akhirnya hanya menyisakan titik merah sebesar setetes darah. Ini baru (Kak Cheng Xin) yang tak sengaja menemukan dan memberitahuku, bahkan memperlihatkannya lewat cermin... Sekarang ternyata persis sama dengan bekas aura (Wei Chaoyu) yang tertinggal di belakang kepala (Dao Tongzi)!!
(reinkarnasi) kehidupan... Selalu meninggalkan jejak yang tak terhapuskan... Berbagai tahi lalat, bakat bawaan sejak dalam kandungan, sifat... (takdir), ditempa sepanjang hidup demi hidup. Sungguh sesuatu yang luar biasa.
Di saat itu, (Dao Tongzi) telah menyelesaikan semuanya. Dengan berat hati ia memandangi (Wei Chaoyu) dalam dekapan, lalu menyerahkan jasadnya kepada (Guruku)... Kemudian dengan khidmat ia bersujud, memberikan tiga kali kowtow kepada (Guruku) (Wei Chaoyu) dan (Yang Mulia).
Terakhir ia berlutut di luar (formasi besar), berkata: " (Yang Mulia), (aku) sudah siap. Silakan (gerakan fisik)."
Benar, sebelum memasuki (formasi besar), (Yang Mulia) pernah mengatakan bahwa (Dao Tongzi) telah berbuat salah... Harus diakui... Pengakuan ini bukan sekadar menyadari kesalahan, melainkan membayar (konsekuensi) lebih awal agar (karma) tidak datang lebih dahsyat nantinya.
Ini adalah salah satu cara yang sering dipilih (praktisi spiritual) untuk menebus kesalahan setelah menyadari (penyebab).
"Muridku tidak hanya polos, tapi juga menumpahkan seluruh kelembutan padamu. Namun kau malah menantangnya bertarung dan secara tak sengaja membunuhnya... Jika bukan karena Guruku (Yang Mulia) yang menanggung konsekuensi, pasti sudah kubuat rohmu hancur lebur. Bahkan setelah membayar harga, baru kebencianku bisa terlampiaskan. Kini, karena keadaan sudah demikian, biarkanlah gurumu sendiri yang mengakhiri ini... Setidaknya muridku telah masuk siklus reinkarnasi, kau pun tak bisa luput dari hukum karma." Ucapan wanita paruh baya itu terus bergema di telinga Dao Tongzi.
Dao Tongzi menutup mata, hatinya tenang. Tidak ada yang perlu ditakutkannya... Dia bisa memahami api kemarahan wanita itu, hanya ada gejolak kecil di batinnya - dia telah membuat Yang Mulia kesakitan hati... Padahal harus tangan sang guru sendiri yang mengakhiri hidupnya.
Seperti yang pernah diucapkannya, kebaikan sebesar lautan ini pasti akan terbalas sepanjang kelahiran kembali. Dia menerima dengan ikhlas.
Tiba-tiba, kilat menyambar dahsyat melintasi langit... Lalu segalanya remuk redam.
※※※
Air mata mengalir di pipiku... Aku tak paham apakah Dao Tongzi yang menangis, atau diriku sendiri... Bukankah saat takdir satu kehidupan ditetapkan, baik aku maupun Dao Tongzi sama-sama menyedihkan?
"Tahukah kau? Kau salah... Seharusnya kau tidak..." Reflek aku ingin berkomunikasi dengan Dao Tongzi, tapi kudapati tubuhku sunyi senyap, tak ada tanda-tanda kehadirannya... Apakah dia sudah tiada? Kepalaku berkabut, otak bekerja cepat mencoba mengingat segala kejadian sebelumnya.
“Dengan cepat, aku tak kuasa menghela napas getir dalam hati. Semua kejadian sebelumnya teringat kembali... Kondisi tubuhku sungguh sangat rumit—Dao Tongzi, Guru Leluhur... Dan juga satu siluman pendamping!”
“Apa mereka berempat mau main mahjong bersama? Setidaknya Si Bodoh sudah pulih sebagian besar kecerdasannya... Aku ingat kami melakukan hal besar yang menggemparkan setelah melewati pintu gerbang kesembilan, membongkar dimensi untuk menyempurnakan roh naga... Lalu kulihat Ruxue, kemudian kesadaranku dan Dao Tongzi tersedot ke dalam api karma roh, terjerat dalam kesedihan yang tak terperi.”
“Ruxue... Ruxue...” Gumamku pelan menyebut namanya. Kenangan tentang kisah Dao Tongzi dan Wei Chaoyu membuat jantungku terasa tertusuk. Anehnya, rasa sakit dari jiwa itu sudah hilang. Aku tersentak sadar—apakah aku masih berada dalam gua?
Tiba-tiba kurasakan kendali atas tubuhku kembali. Dengan reflek kubuka mata—yang pertama kulihat adalah langit-langit ranjang bergaya kuno Dinasti Tang-Song, dengan selimut tebal menutupi tubuhku. Di mana ini?
Kuhela napas pelan. Saat kuperhatikan sekeliling, tiba-tiba kulihat Guruku berdiri khidmat di depannya. Di sampingnya, Kakak Sulung Jenny yang wajahnya basah oleh air mata. “Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Guruku...”
“Guruku...”
Hampir serentak dengan suaraku, Guruku dan aku bersamaan berteriak kalimat ini... Lalu kulihat kilasan kekecewaan di mata Kakak Sulung Jenny yang langsung disembunyikan dengan senyuman paksa. Ia menyeka air mata di wajahnya, menepuk punggung Guruku sambil berkata, "Dasar bodoh, ini murid kesayanganmu, bukan almarhum gurumu itu."
"Cheng Yi..." Guruku menatapku, raut khidmat di wajahnya berubah menjadi kehangatan. Tanpa sadar ia mengelus lembut kepalaku.
Kutatap Guruku... Segenap peristiwa yang terjadi di gua setelahnya, kenangan itu mengalir bagai air bah membanjiri pikiranku.
