Pertemuan di aula ini, bersama perhelatan yang terburu-buru, sebenarnya hanya bertujuan mengumumkan status baruku sebagai Tuan Gunung Salju.
Tapi terlalu banyak hal yang belum kupahami. Banyak urusan remeh yang tak bisa kuputuskan... Secara ketat, posisi 'Tuan' ini seharusnya dipegang oleh penanggung jawab utama. Dalam kondisi belum memahami situasi, mustahil untuk memimpin... Jadi beberapa keputusan konkret dan urusan administratif lainnya tak perlu lagi kurinci.
Tugas utama saya sama seperti orang lain yang datang ke sini, yaitu memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk kultivasi. Untuk praktik spiritual kami, aliran Gunung Salju akan memberikan dukungan penuh dan sumber daya sebanyak mungkin.
Selain itu, saya juga harus menghadiri upacara besar organisasi sesungguhnya, secara resmi mengumumkan kabar ini ke komunitas praktisi spiritual Tiongkok. Poin utamanya adalah bahwa aliran Gunung Salju sebagai sekte besar sejati memiliki banyak ritual dan adat yang harus dipenuhi untuk menjadi pemimpin tertinggi sejatinya.
Ini berbeda dengan keluwesan praktik keturunan Lao Li kami. Organisasi besar selalu perlu menjaga keagungan dan energi tertentu.
Namun saat ini, saya tak punya banyak waktu untuk berpikir... Dengan sisa hidupku hanya tiga hari, tiba-tiba aku menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan, banyak kata yang ingin diucapkan... Apakah tiga hari ini akan cukup?
Pertemuan tadi telah mengurangi banyak penyesalan dalam hidupku... Tapi dengan sensitivitas, kusadari orang-orang yang datang bersamaku tak ada di sini. Mereka adalah keberadaan terpenting dalam hidupku. Secara pribadi kutanyakan, dan diberitahu bahwa semua sedang melakukan kultivasi. Mungkin di malam hari mereka punya waktu luang.
Selain itu, dari semua orang, aku tidak melihat Ruxue... Tiga hari lagi, aku tak akan menjadi diriku yang sekarang. Di saat seperti ini, aku merasakan kenangan yang mengharukan... Dan merasa sikap Ruxue apakah ingin menemuiku sudah tak penting lagi. Yang utama adalah dalam tiga hari ini aku harus bertemu dengannya.
Ya, aku hanya serakah. Serakah ingin membuat hidupku sepenuhnya tanpa penyesalan.
Yang membawaku keluar dari aula adalah Sesepuh Qiu, sebuah marga yang sangat aneh... Dia yang bercerita duluan, baru aku tahu bahwa dia dan si kakek yang menjaga gua bawah tanah sama-sama bermarga Qiu... Dia bilang ini adalah marga yang mereka pilih sendiri, marga aslinya bukan seperti ini.
Aku dibawanya kembali ke pintu gerbang utama aliran Gunung Salju. Seharusnya, aku harus dibawa ke gua tertinggi itu... Di sanalah tempat yang semestinya bagi Tuan aliran Gunung Salju. Tapi, seperti yang kukatakan, butuh tiga hari, dan dalam tiga hari ini aku juga tidak akan melakukan kultivasi... Jadi, aku tetap diatur untuk tinggal di rumah biasa di atas platform.
Hanya saja karena perbedaan status, rumah tempatku tinggal sementara sangat besar, praktis sebuah kompleks instansi terpisah. Kamar-kamar lain juga dihuni orang selain Sesepuh Qiu, kurasakan napas kuat mereka... Sesepuh Qiu menjelaskan padaku bahwa di aliran Gunung Salju sementara ini masih ada 'tamu-tamu spesial'. Sekarang statusku berbeda, menurut perhitungan juga krusial dalam pertempuran besar... Jadi, harus ada yang sepenuhnya melindungiku.
Dilindungi? Setelah mendengar kalimat ini, aku terdiam sejenak. Aku mengembara setengah hidup... Selain perlindungan nyata Guruku waktu kecil, tak kusangka sekarang akan dilindungi lagi seperti ini, rasanya sangat unik... Sedangkan para tamu spesial itu, tak kukejar penjelasannya... Sebenarnya, bukankah saat pertama datang ke aliran Gunung Salju dulu, beberapa biksu juga ikut?
Bagaimana konkretnya menangani mereka... Kupikir tak perlu aku repotkan. Secara konkret, dalam tiga hari ini aku tak ingin merepotkan diri.
Kamar ini teramat sunyi. Ruangan yang luas ini hanya diisi olehku seorang, bagaimana mungkin tidak hening? Guruku pun telah dibawa untuk menjalani kultivasi... Demi persiapan pertempuran besar nanti, tanpa alasan jelas di tiga hari terakhir hidupku, aku justru harus menyendiri.
Tapi semua ini tak bisa kusampaikan pada siapa pun. Di tengah mendekatnya pertempuran besar, aku tak ingin siapapun terbebani secara psikologis, atau bersedih karenaku... Namun, tanpa kusadari dada ini terasa sesak. Dalam tiga hari ini, begitu banyak kata yang ingin kuucapkan, begitu banyak hal yang ingin kulakukan.
Dalam kesendirian yang mencekik ini... Pintu kamarku tiba-tiba terdorong. Kukira ada yang mencariku, tapi yang tampak adalah Sesepuh Qiu berdiri di ambang pintu: "Pemimpin, Anda baru saja keluar dari gua bawah tanah, kondisi tubuh masih lemah. Kami telah menyiapkan ramuan obat khusus ditambah air rendaman harum dengan metode rahasia aliran Gunung Salju... Silakan makan dulu, setelah itu berendamlah sejenak dalam air harum tersebut... Meski tiga hari ini Anda tak perlu berkultivasi, merawat tubuh adalah keharusan."
Aku mengangguk bagai patung. Sepanjang hidupku belum pernah merasakan hari-hari tenang hanya untuk berkultivasi seperti ini... Bahkan di Pondok Bambu dulu, si Guru yang menyebalkan itu selalu menyuruhku jadi 'buruh cilik', memasak, mencuci, plus sekolah... Mimpi hidupku tak lebih dari ini: berkultivasi dalam keheningan, dikelilingi orang-orang penting dalam hidupku.
Sekilas tampak seperti itu... Tapi apakah aku hanya punya tiga hari kesepian ini saja?
"Sementara berbicara, Sesepuh Qiu sudah menyuruh orang mengambilkan persiapan mereka. Aku tidak melihat detail apa itu, hanya duduk di depan meja, mulai makan minum dalam keheningan... Sesepuh Qiu berjaga di sampingku. Aku bertanya sambil lalu: 'Keluarga dan sahabatku yang dibawa Kak Zhenni tadi di aula, di mana mereka?'"
"Mereka sudah diatur dengan baik. Pertempuran besar sudah di ambang pintu... Kedatangan mereka terutama agar kalian tenang, tapi mereka sendiri juga tidak mau merepotkan waktu kalian. Jadi jika Paduka berkenan, tiap hari masih bisa meluangkan 1-2 jam untuk menjenguk." Sesepuh Qiu mengambil lauk untukku, menemani bicara, tapi sendiri tidak makan.
"Tiga hari ini aku tidak perlu kultivasi, juga tidak boleh bebas menjenguk?" Tiba-tiba nafsu makan hilang. Sebenarnya aku tak bisa mengaku: waktuku hanya tersisa tiga hari.
"Secara prinsip seharusnya tidak masalah... Tapi Paduka adalah pemimpin tertinggi, harus perhatikan pengaruh ucapan tindakan... Datanglah malam hari. Sebelum pertempuran nanti akan ada beberapa hari untuk kalian berkumpul, Paduka tak perlu khawatir." Sesepuh Qiu tersenyum padaku.
Ucapan yang sangat halus, tapi sebenarnya mengingatkanku: meski ini masa istirahat, demi citra, lebih baik datang saat sepi malam... Karena statusku sekarang.
Benar, aku pemimpin tertinggi... Tapi sama sekali tidak bahagia. Anak gunung liar Chen Cheng Yi harus beradaptasi dengan identitas ini... Butuh waktu lama, tapi waktu apa lagi yang kupunyai?
Memikirkan ini, aku tiba-tiba meletakkan sumpit, berkata pada Sesepuh Qiu: "Kalau begitu biarkan mereka menemuiku, tidak masalah? Poin ini, aku teguh. Hanya, jangan beri penjelasan khusus pada orang tua dan kakak perempuanku tentang hal ini, mereka... mereka akan kukunjungi sendiri."
Bagaimanapun, keluargaku paling memahami diriku. Sungguh aku takut mereka mengetahui sesuatu... Ini terlalu kejam bagi mereka. Tiga hari kemudian, meski aku masih berdiri di depan mereka, aku bukan lagi diriku yang dulu.
Sesepuh Qiu tidak menyangka aku akan berkata demikian, terhenti sejenak... Lalu berkata padaku: "Baiklah, jika Pemimpin Tertinggi benar-benar bersikeras..."
Setelah itu, hening yang panjang menyelimuti... Setelah aku selesai makan, Sesepuh Qiu pergi. Secara alami, seseorang mengantarkan air harum yang direbus secara rahasia... Aku berdiri di depan jendela, tak buru-buru merendam diri... Melainkan menatap keluar jendela.
Rumah kecil berpagar ini menghadap ke pintu masuk gerbang gunung... Pintu gerbangnya pun terbuka, jarak pandang sangat baik... Aku bisa melihat langit di luar gerbang gunung... Saat ini cahaya senja mulai memudar, para murid aliran Gunung Salju sibuk berlalu-lalang, tampak sibuk... Kurasa ini waktu makan malam. Aliran Gunung Salju memiliki tempat makan bersama seperti kantin, mereka sedang bergegas untuk makan.
Sebuah gambar yang sarat nuansa kehidupan... Kukira aku tak takut mati, namun tiba-tiba kusadar masih banyak ikatan kehidupan yang kurajut erat.
"Aku tidak ingin berpikir terlalu banyak... Akhirnya aku menarik kembali pandanganku, lalu melemparkan seluruh tubuhku ke dalam air harum... Di tengah kepulan uap yang menari-nari, aku berusaha menenangkan perasaanku. Tapi tak disangka... Pintu kamarku kembali didorong terbuka."
"Kupikir itu Sesepuh Qiu yang datang. Saat kuangkat kepala, ternyata Surou dan Qinhuai berdiri di depan pintu sambil membawa beberapa bungkus barang dan botol arak."
"Reflekku ingin tersenyum, tapi tiba-tiba kedua nak ini menjerit aneh, menerobos masuk ke kamarku. Mereka meletakkan barang bawaan lalu berlari tiga langkah jadi dua ke arahku... Sebelum sempat bereaksi, mereka sudah sampai di sampingku... Lalu menekan kepalaku ke dalam air sambil tertawa terbahak-bahak..."
"Sebenarnya sebagai praktisi spiritual, kemampuan menahan napas dalam airku sangat hebat. Lagipula mana mungkin mereka bisa jadi lawanku. Setelah sadar, aku langsung menyembul ke permukaan, menyipratkan air harum berharga ini ke tubuh mereka. Kami bertiga pun tertawa lepas... Persis seperti keusilan masa kecil dulu."
"Setelah puas bermain, Qinhuai dan Surou juga masuk ke tong kayu ini... Karena baju mereka sudah basah kuyup, ditambah ukuran tong yang sangat besar seperti kolam kecil, tiga pria dewasa berendam di dalamnya tidak terlihat sesak, malah pas-pasan."
"Tak kusangka suatu hari Surou bisa merendam diri di air harum... Ini kesenangan yang tak bisa dibeli dengan uang." Sebuah kendi arak berpindah tangan di antara kami, diselingi sebatang rokok... Saat mengatakan ini, Surou menyodorkan arak ke Qinhuai...
"Lihat gaya kampunganmu, ini kan cuma air harum? Nanti Cheng Yi bakal jadi pemimpin tertinggi. Aku sih mikir, air harum begini, aku bisa merendam satu tong, buang satu tong, siapa berani protes? Aku tinggal bawa nama Cheng Yi, bilang ini persetujuan pemimpin, para kakek tua itu juga pasti nggak bisa berbuat apa-apa, hahaha..." Qinhuai tetap bersikap sembrono sambil meneguk arak, bicaranya penuh keberanian.
"Udah deh, jangan bikin masalah buat Cheng Yi dong," Surou melototi Qinhuai dengan pandangan merendahkan.
Qinhuai membalas pandangan hina itu, "Lo ini nggak punya selera humor sama sekali ya?"
Sambil mengobrol, gelas arak sampai di tanganku. Ku teguk habis arak salju khas aliran Gunung Salju itu, lalu tersenyum melihat mereka terus bercanda... Cahaya senja di luar jendela membanjiri kamar, tiba-tiba aku berkata tanpa alasan jelas, "Kalian masih ingat pertama kali kita ketemu?"
