Di ambang pintu, pandangan kami saling bertemu. Senyuman merekah di setiap wajah... Kak Cheng Qing menggoyangkan botol arak di tangannya sambil memberiku jempol. Sejak upacara di makam Paman Li dulu, katanya ia mulai kecanduan arak, hampir tiap hari minum sedikit.
Sepertinya ada beban berat di hatinya... Tapi ia tak mau bicara, semua orang pun menjaga keheningan.
"Dia menatapku sambil tersenyum, aku pun ikut tersenyum... Senyuman belum sempat pudar, sebuah siluet sudah menerjangku, dengan akrab menyandarkan lenganku, masih dengan sapaan yang familiar: 'Kakak San...' Tanpa perlu menoleh pun aku tahu siapa ini, dengan penuh kehangatan kuusap rambutnya sambil berkata sambil tersenyum: 'Ruyue, sudah bertemu dengan kakak perempuanmu?'"
"Ruyue jelas tak menyangka aku mengucapkan kalimat seperti ini, senyuman yang tadinya menghiasi wajahnya tiba-tiba membeku, memanggilku dengan sedikit keraguan."
"Jelas ia khawatir aku masih menyimpan simpul hati, mengingat hanya Lushan dan Tao Bai yang sedikit mengetahui urusan antara aku dengan Ruxue, sementara semua yang hadir di sini sudah tahu..."
"'Tak apa, nona kecil bodoh... Aku dan kakak perempuanmu baik-baik saja, indah bagai mimpi.' Saat mengucapkan ini, sudut bibirku tetap tersenyum tapi seluruh tubuhku terlihat sedikit kaku, karena tanpa sadar teringat kembali pertemuan semalam dengan Ruxue..."
"'Kakak San, kau benar-benar tak apa-apa?' Ruyue memandangku dengan khawatir, mungkin dalam pandangannya kondisiku terlihat agak 'histeris'."
"Di saat itu, seseorang menarikku dengan kasar lalu berkata pada Ruyue: 'Jangan khawatirkan dia. Kalau dia berani menyebutkan sendiri, berarti memang tak ada masalah serius. Masalah yang sesungguhnya berdarah seperti luka, mana mungkin orang dengan sukarela menyentuhnya?'"
"Aku menengok, yang menarikku adalah Kak Cheng Xin. Meski ucapannya bernada sendu, wajahnya tetap menghiasi senyum manisnya bagai musim semi... Sebenarnya aku tahu, dia sengaja mengalihkan topik ini agar suasana malam ini tidak jadi muram."
Tak lama kemudian, Xiao Da Shao bergegas mendekat, menyentakku dari genggaman Cheng Xin, lalu mendudukkanku di tengah kerumunan. "Malam ini kita harus mabuk sampai tak bisa pulang! Setelah ini, kita semua harus berjuang. Pertempuran besar menanti... Lihatlah bagaimana aku, Xiao Chengqian, akan bangkit dalam pertempuran itu!"
Aku terduduk di tengah kerumunan. Qiangzi menyodorkan kendi arak sambil tersenyum polos, lalu duduk rapat di sampingku... Entah mengapa, belakangan ini energi jahatnya berkurang. Kini mulai kurasakan kembali bayangan remaja tulus yang dulu.
"Bangkit dalam pertempuran? Xiao Da Shao... Kau semakin menjadi-jadi." Sombongnya Xiao Chengqian langsung ditanggapi Cheng Zhen dengan canda. Sejak awal, Cheng Zhen yang berwatak dominasi sering berseteru dengan Xiao Da Shao. Pertengkaran mereka bahkan lebih sengit dibanding Cheng Xin dan Xiao Da Shao.
“Sudahlah.” Di tengah keriuhan, Kak Cheng Qing tiba-tiba berdiri... mengangkat tinggi botol arak di tangannya, berseru lantang: “Malam ini adalah pertemuan terakhir kami sebelum pertempuran besar. Pertama, untuk merayakan Cheng Yi yang berhasil keluar dari gua bawah tanah dan menjadi pemimpin Aliran Gunung Salju. Kedua, agar hubungan baik kami yang terjalin dalam hidup-mati ini dapat terus berlanjut setelah perang. Mari bersulang! Malam ini kita tidak pulang sebelum mabuk!”
Sambil berkata demikian, Kak Cheng Qing mengangkat botol araknya dan menenggak sebesar-besarnya. Cairan arak mengalir dari sudut bibirnya hingga ke dada... Pria yang biasanya dingin ini jarang menunjukkan sisi bersemangat seperti ini. Perasaan kami seketika tertular, serentak berseru "Bersulang!" Tanpa peduli gender, semua mengangkat botol arak mereka dan minum dengan gegap gempita.
Aliran Gunung Salju memiliki beberapa jenis arak khas. Yang terunggul adalah arak putih bernama Cold Spring... Dibuat dari salju abadi di puncak gunung... Meski termasuk jenis arak qingke, namun ditambahkan ramuan Tibet berharga. Begitu menyentuh lidah langsung terasa dinginnya salju, tapi di perut meledakkan secercah api panas.
Kami meminum Cold Spring ini. Dingin yang menyergap lidah berubah menjadi api membara di hati... Setelah beberapa tegukan, ledakan emosi pun terjadi. Suasana menjadi semakin meriah... Kami mulai bercerita tentang berbagai pengalaman bertahun-tahun ini, perasaan di antara hidup dan mati... Juga mulai membicarakan masa depan.
"Saat sudah tua nanti... kita akan tinggal bersama selamanya, mengasingkan diri di tengah hijau pegunungan dan air jernih. Kalau bosan... akan mengembara ke mana saja di dunia ini... Adapun pertempuran besar itu, sengaja kami lupakan seperti banyak kali sebelumnya. Kami selalu bisa membuka jalan di antara hidup dan mati, sementara setiap orang tetap baik-baik saja."
Aku hampir terbawa suasana ini, melupakan fakta bahwa nyawaku hanya tersisa tiga hari... Ada sedikit harapan akan keindahan masa depan... tapi kusadari aku tak bisa lagi menyentuhnya. Kelopak mataku tiba-tiba terasa panas, apa aku sedang mabuk?
Aku bersandar pada Qiangzi yang duduk di sampingku, tatapan menyapu setiap orang yang hadir...
"Mu Chengqing, karakter 'Qing' diambil dari makna jernih hati dan jernih mata, melihat melalui karma. Mulai mengikuti [Guru] sejak usia 4 tahun..."
Pertama, kulihat Kak Cheng Qing yang duduk di depanku... Hingga hari ini rambutnya hampir seluruhnya memutih... Seluruh penampilannya semakin mengesankan kesan suci. Aku seperti kembali ke hari pertama para generasi muda berkumpul, saat ia melangkah anggun dengan alis yang rapi dan wajah tampan... Penampilan dingin dan sepinya persis seperti sarjana muda.
"Su Cheng Xin, karakter 'Xin' (hati) diambil dari prinsip hati welas asih tabib. Guru diberi nama Ren (kemanusiaan), aku diberi nama Xin (hati), mengandung makna aliran yang sama. Mulai mengikuti [Guru] sejak usia 7 tahun..."
Lalu, pandanganku kembali melihat Kak Cheng Xin yang menyandarkan lengannya di bahuku. Kini senyumannya masih sama, namun poni yang dulu kini tersisir rapi... Sudut matanya yang tersenyum mulai dihiasi kenangan yang mengharukan, tapi aku masih ingat jelas hari itu, saat ia muncul dengan mata jernih dan senyum manisnya bagai musim semi... Memandangi kami bagai seonggok giok sempurna, membuatku dengan getir mengakui bahwa pria ini pantas disebut "lembut bak giok".
"Ji Chengzhen, karakter 'Zhen' diambil dari prinsip 'membuang kepalsuan untuk mempertahankan kebenaran', kemampuan melihat realitas sejati. Sejak usia 9 tahun mulai mengikuti..."
Cheng Zhen sudah mabuk berat, saat ini tergeletak di punggungku... Sedang berbicara sambil menggerak-gerakkan tangan pada Ruyue... Aura dirinya semakin tajam dan penuh Aura Energi, seolah sedang tumbuh menjadi sosok pemimpin wanita baru seperti Kakak Sulung Jenny... Tapi aku masih ingat penampilannya di hari itu, semangat muda yang berkobar dengan sorot mata penuh wibawa dan sikap yang anggun, meski masih terasa lebih kekanakan dibanding sekarang.
Menghadapi cerita heboh Cheng Zhen, Ruyue tersenyum hingga sudut matanya berkerut. Ia mengambil dua buah merah menyala, menggigit satu dengan suara renyah... Lalu dengan santai menyodorkan satu padaku.
Ruyue kini telah banyak berubah dibanding masa lalu. Meski tetap ceria dan bersemangat, kini ada kesan kedewasaan yang mengendap... Namun, pertemuanku dengan Ruyue bahkan lebih awal dari saudara seperguruanku. Kami sudah bertemu sejak usia sangat belia.
"Bagaimana mungkin aku melupakan keindahannya saat Nenek Ling Qing menggandengnya turun dari gerbong kereta? Kapan pernah ada gadis secantik dia di kota kecamatan ini?" Dan bagaimana mungkin aku melupakan pertemuan pertama dengannya, rambutnya yang seperti genteng... Dia bilang, "Rambut kakak ini aneh."
Kekhasan misteriusnya di masa kecil... Mata yang berbinar... Telah menjadi warna cerah dalam hidupku.
Aku menggigit buah di tanganku, belum sempat menelan, tiba-tiba Huigen merebutnya. Ia tersenyum padaku lalu tanpa ragu menggigit buah yang sudah kugigit tadi. Wajahnya yang tampan langsung berseri sambil berteriak, "Manis!"
"Tidak jijik dengan air liur Cheng Yi di situ? Apa semua buah yang digigit kakakmu terasa manis?" Kak Cheng Xin mengejek Huigen sambil tertawa.
Dengan yakin Huigen menjawab, "Tentu!" Semua orang tertawa riuh.
Siapa yang tak paham ketergantungan Huigen padaku... Aku mengulurkan tangan untuk membelai kepalanya yang botak secara refleks, tapi baru sadar tingginya sudah melebihi aku... Wajahnya yang tampan, garis otot yang jelas terlihat meski tertutup pakaian, saat tertawa lepas di keramaian dadanya sedikit terbuka memperlihatkan tato kemerahan samar. Saat bersemangat atau setelah minum arak... Tato itu akan muncul perlahan.
Dia dan Hui Dàye memang sejak dulu bukan biksu yang terlalu patuh pada pantangan. Saat diperlukan, mereka tidak mengharamkan arak... Pokoknya, dia telah tumbuh menjadi pria sejati... Tapi bagaimana mungkin aku melupakan, di Desa Tandus yang horor dan tertutup itu, saat aku terbangun dari tidur lelap, kepala kecil yang menempel di hidungku... Dia bilang aku kakaknya.
Dia selalu menempeliku... Saat itu matanya besar bulat, pipinya tembem... Suaranya kekanak-kanakan, paling suka merengek minta dipeluk...
Di sisi lain Chengyuan sudah menarik-narik Huigen yang sedang kalap di tengah kerumunan... Senyumnya semakin terlihat lembut dan anggun... Namun dibalik senyuman itu terpancar aura ketegaran. Dibanding dulu, seluruh diri telah mengalami proses pematangan melalui masa-masa yang membentuk berbagai karakter.
Tapi bagaimana mungkin aku melupakan... Di rumah Mas Yuan Yi, belas kasihan saat pertama kali melihatnya. Di hari salju turun lebat itu... Pilihan hidup berbeda yang diambilnya, punggungnya saat berjalan keluar meninggalkan rumah yang familiar bersamaku?
"Kak, ini benar-benar indah..." Tiba-tiba Qiangzi berbisik di telingaku... Tertawa dengan sangat gembira.
Qiangzi sekarang sudah menjadi sosok yang kuat... Tapi, saat pertemuan pertama di Desa Tandus, remaja yang bahkan tak fasih berbahasa Mandarin, malu dan pendiam itu... Setelah kakek tua meninggal, remaja tak berdaya namun tegar itu, bagaimana mungkin kulupakan?
“Di sebelah sana Lushan juga jarang tertawa lebar……Tao Bai masih bersembunyi di belakangnya dengan malu-malu……Ingat dulu, pertama kali bertemu mereka, aku masih penuh permusuhan……Sekarang, setelah beberapa kali hidup-mati, masih bisakah ku tinggalkan?
Rupanya tanpa sadar, sudah terlalu banyak yang kuingat kembali.
