“Bertemu di tengah kawanan serigala, pertemuan yang cukup merangsang adrenalin.” Kulihat senyuman tipis muncul di wajah Lushan, tak kuasa aku bercanda.
"Aku hanya ingin meringankan suasana, meskipun saat ini hatiku juga bergetar... Setelah sekian lama bersama Lushan, dari hal-hal kecil aku bisa menebak beberapa akhir yang kejam. Aku juga tak bisa melupakan pertemuan pertamaku dengan Baima di Danau Seribu Hantu, Ia muncul dari drum yang selalu dibawa Lushan... Membawa aura kesucian yang sangat sakral."
"Inilah Baima... Jika ini akhir yang indah, Bagaimana Mungkin Ia muncul dari dalam drum?"
Tapi Lushan sepertinya tidak teringat akan hal itu. Dengan santai menyilangkan tangan di belakang kepala, suaranya terdengar melankolis: "Cukup merangsang. Saat itu aku kecil berkuda, buru-buru menggiring domba-domba... Serigala padang rumput itu licik, tidak langsung menerkam kawananku, tapi perlahan ingin mengepung kami... Dan tepat di saat itulah, ketika melewati tumpukan batu Mani, aku melihat Baima muncul dari baliknya."
"Hehe, kemunculannya cukup mendadak." Aku berbaring sejajar dengannya dengan pose sama, berkomentar heran.
"Tidak, sama sekali tidak tiba-tiba. Mani Stone adalah sakral. Dalam pandangan orang Tibet, ini memiliki kekuatan spiritual besar dan harus disembah... Kupikir para dewa yang membawanya ke hadapanku. Aku takkan pernah melupakan pertemuan itu. Saat itu aku sangat panik, tapi ketika melihatnya, semua kepanikan menghilang. Aku terpaku. Pada saat itu, kusangka dia adalah dewi kecil, karena hanya dewi yang memiliki wajah secantik itu... Pipi putih seputih giok, mata jernih bagai danau di dataran tinggi... Begitu tenang berdiri di hadapanku." Suara Lushan berubah penuh kegairahan, seolah tenggelam dalam kenangan yang tak bisa dilepaskan.
Legenda mengatakan orang yang benar-benar berjodoh, saat pertemuan pertama akan mengalami kegetaran... Karena hati telah merasakan, arus listrik spiritual tak terhindarkan... Seperti pertemuanku pertama dengan Ruxue, pertemuan Qinhuai dengan Ruyue, dan pertemuan Lushan dengan Baima.
Mereka yang telah melalui berbagai hal bersama, bukan berarti tanpa jodoh. Mungkin ini hasil penyempurnaan kehidupan sebelumnya, bukan hubungan yang terjerat... Seperti Wei Chaoyu dan Dao Tongzi, bagaimana kita harus menilai jodoh semacam ini?
Aku tak menginterupsi Lushan. Aku rela mengingat bersamanya. Dengan suaranya, seolah aku juga berada di padang rumput luas itu, dalam kepungan kawanan serigala... Dan keterdiaman saat bertemu sang dewi.
"Bolehkah aku naik kudamu?" Ini adalah kalimat pertama Baima kepada Lushan. Saat itu, Baima sedang menggendong seorang bayi kecil di pelukannya.
“Na... naiklah.” Lushan sedikit gagap.
“Sebenarnya aku tidak ingin gagap... Tapi, kau tahu? Diselimuti cahaya sakral seperti itu, perasaan minder membuatku sulit bicara. Sekarang kuingat, sungguh memalukan.” Lushan tiba-tiba tersenyum... Saat itu hidupnya penuh rintangan, di usia belia sudah menjadi penggembala domba... Mungkin pakaiannya juga tidak terlalu bersih, di usia ketika mulai memahami perbedaan gender, bertemu gadis kecil seperti ini bisa dimaklumi.
Meski Lushan memiliki keinginan kuat seperti itu, Baima sama sekali tidak memperhatikan... Dengan senyuman yang menurut Lushan mengandung belas kasih yang tak pantas dimiliki gadis kecil, ia menggendong bayi dalam pelukannya dan naik ke kuda Lushan.
Saat itu, Lushan tak tahu dari mana ia muncul. Padang rumput luas penuh bahaya, bagaimana mungkin seorang gadis kecil membawa bayi berjalan di sini? Tapi ia tak berani bertanya.
Bahkan di atas pelana, tubuhnya sedikit membungkuk, takut mendekati gadis kecil ini karena khawatir melakukan penghinaan.
Namun gadis kecil itu sama sekali tidak merasa asing dengan Lushan, apalagi menjijikkannya. Sambil menggendong bayi, ia berbalik pelan dan berkata: “Tuntunlah kuda ke arah sana.”
Saat itu, tangannya menunjuk ke arah gerakan kawanan serigala...
Lushan membeku seketika, bukankah gadis ini melihat serigala padang rumput yang menyeramkan? Angin bertiup lembut di padang rumput luas... di sebelah sana, rerumputan lebat bergoyang ditiup angin, jelas terlihat gerombolan serigala padang rumput bersembunyi di balik semak-semak.
"Di sebelah sana, ada serigala." Meski domba-domba mengeluarkan suara 'mbek' yang gelisah, tak bisa menghentikan detak jantung Lushan yang berdegup kencang. Hanya karena ia mulai berbicara pada Baima, begitu gugupnya.
"Tidak takut." Kali ini, ia menoleh sambil tersenyum... saat itulah terpancar sedikit kesan polos seorang gadis kecil, seolah sedang menyemangati seorang kakak lelaki. Kemudian ia berkata pada Lushan: "Kau percaya padaku?"
"Hmm." Lushan mengangguk kuat-kuat, bagai terkena mantra pengasihan. Ia menaikkan kuda, tanpa ragu langsung menyerbu ke arah kawanan serigala padang rumput itu.
"Saat itu, apa yang kau pikirkan? 11 tahun bukan usia bodoh lagi, berani sekali menyerbu ke arah serigala?" Kutanyakan. Kali ini Lushan menyodorkan sebatang rokok padaku... Merokok bukan kebiasaan baik. Alasan pria bergantung padanya, karena tak bisa mengungkapkan perasaan terlalu berapi-api, hanya bisa menyimpan tembakau yang mematikan rasa dan menenangkan ini untuk menstabilkan emosi.
"Hehe……Kau bertanya ini padaku? Kenangan itu sudah terlalu lama! Tapi bagaimana mungkin aku melupakan senyumannya, dan kalimat 'Percayakah padaku?' itu? Cheng Yi, kau belum pernah melihat senyuman seperti itu...yang membuat orang merasakan kekhusyukan relatif terhadapnya dari lubuk hati." Lushan menyalakan rokok, berusaha menahan suaranya agar tetap tenang, namun semangat membara dalam kata-katanya tetap bisa menembus hati pendengar meski diucapkan dengan nada dingin.
Aku tidak bersuara, hanya terdiam...Di dunia ini, ada juga senyuman seseorang yang mampu membuatku merasa khusyuk, karena senyuman itu bagaikan dewi di tengah salju, peri di bawah bulan...juga begitu suci dan indah, membuatku tak tega menodainya...Dulu, aku sering termenung memandangi senyuman Ruxue seperti ini.
Karena itu, aku mengerti perasaan Lushan...Di hamparan padang rumput luas nan tak bertepi, seekor kuda yang membawa tiga anak kecil tanpa ragu menerjang kawanan serigala, pemandangan ini terlalu kejam...Namun, ada makna tak terungkap yang tersembunyi di dalamnya.
"Takutkah?" Angin menerbangkan rambut panjang Baima yang dihiasi bintang-bintang kecil...Helainya menyapu wajah Lushan, membawa aroma aneh yang tak dimiliki gadis-gadis Tibet biasa, aroma khas yang hanya melekat pada Baima.
"Aku tidak takut." Suara Lushan bergetar entah karena diterpa angin atau sisa ketakutan yang tersembunyi...Terlalu banyak legenda tentang kelicikan dan kekejaman serigala padang rumput.
“Kenapa tidak takut?” Jarak semakin dekat…… Suara Baima juga mengandung rasa penasaran seorang gadis kecil.
“Karena kau mau aku percaya padamu.” Entah mengapa, kalimat Lushan ini terucap dengan nyenyak sekali…… Tidak lagi bergetar diterpa angin.
Saat itu, gadis kecil di depan pelana menarik tali kekang secara aktif…… Kuda berhenti, jarak dengan serigala padang rumput terdekat kurang dari 10 meter…… Sementara kawanan serigala licik dan ganas itu memancarkan cahaya membeku dari mata mereka, mengawasi ketiga anak kecil di atas kuda ini.
“Jika serigala benar-benar hendak mengepung kami, ingin menerkam kami, aku harus melindunginya.” Inilah pikiran dalam hati Lushan, sama sekali tidak menyalahkan Baima yang membawanya ke hadapan kawanan serigala ini, ia juga lupa pada domba-domba yang gelisah tak jauh dari sana, hanya keberanian tanpa batas yang terus bertumbuh dalam dirinya, disertai tekad yang begitu teguh.
“Jangan bicara, biar aku yang berbicara dengan serigala.” Suara Baima justru saat itu masuk ke telinga Lushan, sangat tenang, tenang seperti sesuatu yang dianggap wajar.
“Ha?” Lushan tertegun…… Apakah gadis misterius ini sedang membacakan dongeng untuknya?
Namun, sebentar kemudian, gadis ini mulai menggerakkan kedua tangannya…… Mulutnya juga melantunkan ucapan yang tidak dimengerti Lushan…… Benar-benar misterius seolah sedang berdialog dengan kawanan serigala, dan menurut penilaianku, saat itu pastinya menggunakan segel tangan dan mantra khas kuil tersebut?
"Dan, aku juga tidak heran, Baima memiliki kemampuan ini... Aku teringat burung elang tua yang membuntuti kami di padang rumput, serigala raksasa di sisi Manrenba... Inikah warisan dan dasar dari kuil ini?"
Narasi Lushan terus berlanjut... Meski saat itu Baima melakukan gerakan misterius seperti itu, kawanan serigala tak berubah sama sekali. Bahkan sorot mata dingin mereka perlahan berubah ganas. Serigala alpha yang berjongkok di batu besar di kejauhan terasa sangat manusiawi, seolah mengejek mereka.
Tepat setelah Baima menyelesaikan isyarat tangannya dan mengucapkan mantra aneh yang tak dimengerti Lushan... Segalanya menjadi hening. Lushan merasakan kekuatan tak biasa yang memancar dari tubuh Baima, bukan untuk serigala padang rumput di semak, tapi khusus untuk si serigala alpha.
Lushan tak memahami ini apa. Tapi darah spiritualnya yang istimewa... Ia merasakan kekuatan misterius nan mistis mulai menyebar.
Kekuatan ini membuatnya lupa akan bahaya di sekitarnya... Lupa bahwa dirinya terjebak di tengah kawanan serigala yang sudah mulai gelisah... Hanya menunggu perintah dari serigala alpha untuk menerkam tanpa ragu.
"Auu..." Akhirnya, serigala alpha mengeluarkan raungan panjang.
Lushan yang terhisap dalam kekuatan mistis ini mendadak berkeringat dingin.
