Peristiwa kepergian Guruku pada dasarnya sudah bisa dilacak alurnya di sini.
Bukan gegabah beliau membawa sekelompok orang pergi, melainkan di masa-masa ini beliau terus mengumpulkan jejak... dan jejak-jejak ini, seperti semua petunjuk yang kukumpulkan sepanjang jejak langkahnya.
Jika aku yang diminta mengumpulkan petunjuk Guru leluhur, aku takkan sanggup... karena Guruku-lah yang tumbuh besar di sisi Guru leluhur, sementara aku tumbuh di sisinya. Kehidupan tak pernah bisa sepenuhnya menghapus semua bekas.
Pengumpulan selama bertahun-tahun ini... ditambah perhitungan terakhir Paman Li, inilah keyakinan Guruku untuk mengakhiri perjalanan...
Dibanding kecerobohanku, Guruku sudah mempersiapkan diri dengan sangat hati-hati. Di rentang waktu yang panjang ini... kurasa tak sedetik pun beliau melupakan pencarian Guru leluhur. Bahkan saat mengasuhku, setelah aku agak dewasa, bukankah beliau kerap 'menghilang' beberapa masa?
Kini tampak beberapa teka-teki di masa lalu telah terpecahkan. Dengan persiapan seperti ini, wajar jika Guruku akhirnya menemukan Penglai dan sisa roh terkuat peninggalan Guru leluhur.
Sedangkan teka-teki lainnya, Guruku pun satu per satu menjawabnya bersamaku.
“Sebenarnya generasi tua kami juga meremehkan kalian generasi muda. Petunjuk terselubung dalam film itu sempat membuatku khawatir apakah kalian bisa memahaminya... Tak kusangka kalian benar-benar memperhatikan. Tempat-tempat itu sengaja kubuat untukmu perhatikan, tapi agar tak ketahuan orang luar, aku hanya... Sebenarnya jika kau tanya apa yang ada di sana? Sekarang bisa kujawab: ada warisan dan alat ritual peninggalan Guru leluhur.” Guruku menjilat bibirnya, dengan tenang mengucapkan kalimat ini padaku.
“Apa?” Tak kusangka jawabannya seperti ini. Tapi aku juga bingung, menatap Guruku bertanya: “Bukankah warisan Guru leluhur sudah ada pada kami? Mengapa Beliau masih...?”
“Sebelumnya aku pun tak tahu jawabannya. Tapi setelah ke sana, barulah aku mengerti... Alat ritual itu adalah penekan yang ditinggalkan Guru leluhur, sama sekali tak boleh disentuh... Sedangkan warisan itu sebenarnya khusus untuk praktisi spiritual. Orang biasa menemukannya pun tak berguna. Dalam warisan dijelaskan fungsi formasi dan alat ritual. Jika ada yang tak sengaja menemukan, harap terus berjaga.” Guruku menghela napas getir.
“Tempat-tempat itu semua pernah menjadi lokasi peninggalan Kunlun, kan?” Perilaku Guru leluhur ini langsung membuatku mengerti jawabannya.
“Benar, bisa dikatakan Guru leluhur telah bertindak sempurna tanpa celah. Segala penindasan itu melalui perjalanan waktu, pasti akan menghilangkan warisan malapetaka secara diam-diam... Karena beliau tak bisa membunuh langsung, sebab berasal dari Kunlun. Adat Kunlun menetapkan bahwa segala eksistensi Kunlun di luar wilayah Kunlun dilarang saling membunuh. 'Segala' ini mencakup apapun, seperti tumbuhan ungu yang kau lihat.” Guruku menjelaskan padaku.
Sebenarnya semua ini sudah kuketahui... Baru sadar betapa sulitnya Guru leluhur melunasi konsekuensi ini. Begitu sulitnya hingga seumur hidup tak bisa terselesaikan sepenuhnya, sampai akhirnya harus melepas rohnya sendiri... Hingga kami para keturunan penerus warisan ini masih harus melanjutkan...
Guruku juga melalui banyak jalan berliku, akhirnya menggenggam jejak Penglai, barulah... Saat Guruku bercerita tadi, telah kusampaikan bahwa naga jiao yang berubah wujud itu adalah upaya terakhir yang dibawa Paman Li untuk mereka... Naga jiao yang berubah wujud ini merupakan spekulasi Paman Li.
Sampai di sini, semua keraguan telah terjawab... Guruku menyuruhku memperhatikan tempat-tempat ini, sebagai kelanjutan dari yang dilakukan Guru leluhur. Jika mereka tiada, saat kami mendatangi tempat-tempat itu, pasti akan menemukan alat ritual dan warisan yang ditinggalkan Guru leluhur, lalu menjaga tempat-tempat tersebut. Adakah yang lebih bisa diandalkan daripada perlindungan generasi penerus?
“Tapi Guru, kau belum menjelaskan mengapa harus begitu sembunyi-sembunyi...?” Ini menjadi titik keraguan terbesar dalam hatiku.
“Sederhana, waktu itu aku memilih kerja sama dengan departemen untuk aksi tersebut... Sebenarnya, saat itu Jiang Yi sudah lama berkuasa di departemen. Kerja sama dengan departemen pada akhirnya lebih banyak dengan Jiang Yi... Orang-orang yang dikirim mengikuti kami semuanya orang kepercayaan Jiang Yi... Tapi yang tidak disangka Jiang Yi, di antara orang kepercayaannya muncul seseorang yang hubungannya cukup baik dengan kami. Setelah lama mengamati, kuketahui dia orang yang benar-benar berpangkat moral tinggi. Dengan berbagai cara dia mengingatkan kami untuk hati-hati pada Jiang Yi... Dan membuatku tahu bahwa dokumen perjalanan kami selama ini diam-diam bocor ke Jiang Yi.” Guruku mengernyitkan alis, matanya menyiratkan keraguan.
“Jiang Yi? Dia...” Aku menduga jawabannya itu, tapi tak menyangka benar demikian... Sejak pengaruh surat yang ditinggalkan guruku membuatku melihat masalah, secara sadar atau tidak aku mulai membentengi diri dari Jiang Yi. Tapi meski indera spiritualku sangat tajam, tak kurasakan apa-apa dari tubuhnya.
Tapi saat ini teringat sebuah kenangan... Saat itulah aku paling dekat dengan kematian, ditembak berkali-kali oleh Jiang Yi lalu ditendang ke air... Tapi kemudian diketahui bahwa Jiang Yi justru melindungiku, bahkan mengatur orang untuk membantuku melarikan diri...
Jika demikian, apa sebenarnya tujuan Jiang Yi?
“Aku tidak bisa memikirkan jawaban, hanya bisa memandang Guruku dengan penuh harapan... Sementara Guruku melihatku, juga menggelengkan kepala sambil berkata: ‘Dua kemungkinan. Pertama, orang yang kupandang memiliki pangkat moral tinggi itu sendiri memiliki prasangka terhadap Jiang Yi. Bagaimanapun, Jiang Yi adalah orang yang tidak peduli dengan hutang budi, demi departemen dia bisa melakukan apapun! Seperti polisi yang menggunakan cara di luar hukum untuk menangkap penjahat licik karena terlalu membenci kejahatan. Jadi, membuat orang itu salah paham! Kedua, Jiang Yi menyembunyikan diri terlalu dalam, sampai-sampai mungkin dia sendiri menipu dirinya sendiri.’”
“Tapi Guru, kalau kemungkinan kedua, apa tujuan Jiang Yi?” Poin ini tidak bisa kupahami... Dalam situasi yang semakin buruk ini, di mana kekuatan-kekuatan besar mulai bertabrakan sekarang, departemen Jiang Yi justru menunjukkan kelemahan yang belum pernah terjadi sebelumnya... Kelemahan ini bukan hanya sekarang, sebelumnya pun selama tidak mengganggu orang biasa dan tidak mempengaruhi departemen, dia tidak peduli. Bahkan perasaan melindungiku pun terasa hati-hati, seperti bertahan hidup di sela-sela.”
Aku benar-benar tidak bisa merasakan tujuannya... Jadi, tidak mengerti, untuk apa dia menyembunyikan diri sedemikian dalam?
“Aku juga tidak tahu.” Guruku menggelengkan kepala... Jelas, dibandingkan aku, dia lebih tidak memahami Jiang Yi... Satu-satunya yang sedikit mengerti Jiang Yi adalah Kakak Sulung Jenny, tapi Kakak Sulung Jenny tidak pernah memberiku isyarat apapun untuk berhati-hati pada Jiang Yi.
Masalah ini, ketika aku diskusikan dengan Guruku, jelas tidak ada artinya... Karena sekarang, dengan pertempuran besar di depan mata, nyawaku mungkin sudah berhenti setelah malam ini, sedangkan Guruku... Memikirkannya membuat dadaku sesak.
Tapi di saat seperti ini, aku teringat satu pertanyaan. Aku tak tahan bertanya pada Guruku siapa orang berpangkat moral tinggi yang dia maksud... Saat kucocokkan semua detail, ternyata kudapati orang yang selalu mengikuti Guruku dan dipercayainya itu adalah ayahnya Baima.
Benarkah ada kebetulan seperti ini?!
Tampaknya kehadiran Lushan dan Tao Bai dalam hidupku... Sungguh bukan kebetulan, karena persimpangan jalan tetap seperti dulu, sudah dimulai sejak generasi sebelumnya.
Di sini, aku teringat buku harian tak jelas itu... Isinya masih samar-samar kuingat. Karena Guruku ada di hadapanku, tak kusangka kutarik lengan Guruku dan kuceritakan tentang buku harian itu, karena tulisan di dalamnya terlalu membingungkan dan tak kupahami maksudnya.
Guruku terdiam lama setelah mendengar isi buku harian itu. Setelah sekian lama, barulah dia menatapku dan berkata: "Ini memang ditulis oleh Tao Ran. Karena bagian yang kau sebutkan itu pernah kubaca... Dia tak pernah menghindariku saat menulis buku harian. Sebenarnya apa lagi yang bisa ditulisnya? Mengingat dia selalu waspada terhadap Jiang Yi, menurut penjelasannya, segalanya diawasi ketat oleh Jiang Yi."
"Tapi, Guruku, kau juga belum pernah naik ke Penglai... Di akhir buku hariannya, dia juga bilang tidak ikut pergi, lalu kemana dia? Aku lihat sikap Lushan, sepertinya tidak pernah melihat Tao Ran di dekat Jiang Yi... Sedangkan Jiang Yi mengirim Lushan dan Tao Bai untuk mengikuti kami, artinya Lushan dan Tao Bai juga..." Aku tidak melanjutkan perkataanku. Maksudku, apakah Lushan dan Tao Bai juga termasuk orang kepercayaannya? Benar tidak?
Dari sikap Lushan, dia juga tidak terlalu 'setia' kepada Jiang Yi. Di momen krusial, dia tanpa ragu memilih berdiri di barisan kami. Sikapnya setidaknya sama denganku - tidak terlalu dekat maupun terlalu jauh dengan Jiang Yi... Pokoknya terlihat tidak terlalu peduli.
Setelah Lushan 'berkhianat' - ini pengkhianatan yang jelas karena Lushan sudah sepenuhnya menjadi anggota kelompok kami - Jiang Yi juga tidak banyak menanyakan lebih lanjut... Aku semakin bingung, rencana apa sebenarnya yang disembunyikan Jiang Yi ini? Atau mungkin dia sengaja tidak ingin ikut campur dalam konflik ini?
Bagaimanapun juga yang dia cari adalah Kunlun. Sampai sekarang, Guruku sudah muncul lagi... Jadi mungkin dia malas mengurusinya lagi?
Tak kusangka sampai saat ini masih ada kabut tebal yang menyelimuti. Tapi... mungkin kabut ini tidak ada hubungannya denganku? Begitu pikirku. Indera spiritualku yang tajam pun tidak bisa merasakan apa-apa dalam kasus Jiang Yi ini.
Sementara Guruku juga menggeleng saat aku bertanya, jelas dia pun tak tahu kabar Tao Ran. Setelah hening sejenak, dia melanjutkan: "Sebenarnya hal selanjutnya sederhana. Setelah menemukan sisa roh Guru leluhur, kita bisa berkomunikasi dengannya... Meski hanya sisa roh, dia tetap akan memberitahu hal yang harus dilakukan, seperti mencari sisa roh lainnya, atau peninggalan Kunlun... Selama bertahun-tahun ini, saat kau membersihkan peninggalan Kunlun, aku juga... Hanya karena..."
Di sini Guruku berhenti. Aku menatap matanya, namun dia malah tersenyum padaku.
Dia berkata: "Hanya karena, Gurumu bilang kau adalah orang yang ditakdirkan. Sisa rohnya akhirnya akan melekat padamu. Masalah peninggalan Kunlun ini, bahkan jika kau hindari, takdir tetap akan membawanya ke hadapanmu... Aku hanya berpikir, jika kami bisa membersihkan sebagian untukmu, bahayamu akan berkurang."
"Guru!" Aku tak tahan lagi, menatap Guruku dengan mata berkaca-kaca. Dua aliran air mata mengalir deras.
Dulu, kupikir Guruku tega meninggalkanku, tapi juga merasa dia selalu ada, terus berjaga... Ternyata dia benar-benar menjagaku, meski kami terpisah ribuan li. Rupanya, dia tak pernah sekalipun meninggalkanku...
