Saat ini, aku tidak ingin semua orang menyadari keanehanku, sangat ingin menjelaskan pada Pemimpin bahwa aku baik-baik saja... Tapi sekejap kemudian, aku sudah tidak bisa merasakan keberadaan dunia luar.
Hanya karena kehendak Chen Cheng Yi yang selama ini kukira tertidur, tiba-tiba membalas dengan dahsyat di saat ini, perlahan-lahan menekan kehendakku. Namun kehendaknya tak bisa langsung mendominasi.
Jadi, kami berdua tak bisa merasakan dunia luar dengan jelas, malah berkonfrontasi di dimensi Konsentrasi Pikiran... Perlahan aku terlepas dari kendali atas tubuh dan roh ini. Lalu siapa aku? Aku adalah Chen Cheng Yi...
Kukira aku akan terus tertidur lelap... Dalam kegelapan bisu, sebenarnya tak terlalu menakutkan jika tak mempertahankan secercah kebeningan itu. Seperti pisau yang menggoresmu, apa masih menakutkan jika kau tak merasakannya? Tak ada rasa sakit, maka tak ada ketakutan.
Tapi, aku tak bisa melupakan perkataan Guruku... Dia menyuruhku jangan menyerah, menganggap semua ini seperti mendaki sebuah puncak gunung. Maka saat kehendak Dao Tongzi menghujam bagai banjir bandang, setiap kali hampir 'menelan' dan menjinakkanku, aku tetap bertahan pada secercah kebeningan dalam kegelapan.
Aku Cheng Yi! Aku Chen Cheng Yi!
Inilah secercah kebeningan terakhirku... Kebeningan ini menyiksaku, karena dunia gelap bisu membungkusku rapat, karena kehendak Dao Tongzi sepenuhnya pasif tertekan. Aku sama sekali tak bisa merasakan situasi luar... Bagi manusia, yang paling mengerikan bukanlah siksaan fisik, melainkan terpaksa diam dalam kesepian gelap tanpa batas.
Jadi, mempertahankan kejernihan ini adalah pengalaman paling menyakitkan dalam perjalanan hidupku, sekaligus tapabrata yang paling perih... Satu-satunya yang tak berani kulepaskan hanyalah harapan.
Kurasakan seluruh diriku menyatu dalam kesunyian dengan Dao Tongzi, kecuali kehendakku... Karena kusadari betul, pada akhirnya inilah yang akan benar-benar ditekan hingga menghilang... Namun esensi kehendak sebagai sesuatu yang tak terjelaskan, adakah yang mampu merumuskannya secara konkret?
Seperti halnya roh yang terkadang bisa dijelaskan sebagai pengaruh energi, medan magnet, tapi bagaimana dengan kehendak?
Pernah kutanyakan pada Guruku tentang inti roh ini. Beliau merenung lama sebelum menjawab: "Mungkin ini adalah sebuah hati, atau mungkin pikiran manusia - inilah yang paling tak kasat mata."
Entah itu hati atau pikiran yang bergejolak, nutrisi terbesarnya tetaplah harapan. Kusyukuri tak pernah kutinggalkan.
Dari kegelapan tanpa batas di awal, seiring penyatuan antara Dao Tongzi dengan roh dan seluruh diriku yang semakin erat... Kehendaknya justru tak lagi dominan. Saat gejolak perasaannya muncul, perlahan kudapat merasakan dunia luar, memulihkan sedikit kejernihan.
Mengapa Dao Tongzi yang biasanya tenang bisa mengalami gejolak perasaan? Sulit kujelaskan. Hanya teringat perkataan biksu senior yang pernah Guruku ceritakan sebagai penjelasan tentang roh.
Dia mengatakan bahwa biksu senior itu pernah berkata, sebenarnya melompat keluar dari Sungai Takdir... terbebas dari siklus reinkarnasi yang menyakitkan, bukanlah hal yang mustahil dicoba oleh orang biasa. Hanya saja, tanpa kehendak utuh yang telah ratusan kali ditempa (juga bisa diartikan sebagai hati yang utuh), mustahil menanggung memori dari kehidupan demi kehidupan.
Karena tanpa memandang diri sendiri dengan hati yang terbebas, pada akhirnya akan terjinakkan, terjerat dalam kekacauan total.
Makna ucapan ini terlihat samar-samar dan mendalam, sebenarnya tidak sulit dipahami. Setiap tempaan yang diberikan Langit pada manusia, semuanya penuh belas kasih dan adil... Maksudnya, sejak awal manusia telah diberi hati murni yang tak ternoda debu, untuk memulai kembali perjalanan... Dalam proses penempaan, jika tidak tuntas, kesalahan kehidupan lampau akan tetap terulang, bahkan lebih parah... Sedangkan sebagian orang berhasil membersihkan kotoran melalui tempaan.
Sampai suatu kehidupan, yaitu ketika hati telah mendekati keutuhan aturan Jalan Suci. Hanya hati seperti inilah yang bisa melihat memori setiap kehidupannya sebagaimana Langit memandang umat manusia. Setiap kehendak yang tersembunyi di balik barrier takdir akan diterima, atau sepenuhnya membuang kesalahan dan kembali ke kehendak yang benar.
Inilah ujian hati terakhir sebelum mencapai pencerahan... Setelah itu, kembali sepenuhnya pada keutuhan.
Orang biasa pun bisa mencoba, tapi tanpa hati seperti ini, bagaimana mungkin tidak terpengaruh oleh memori setiap kehidupan? Pada akhirnya, jangan katakan memurnikan kehendak, seluruh diri akan benar-benar kacau dalam ingatan reinkarnasi.
Jadi, ujian terakhir adalah menyatukan reinkarnasi besar menjadi serangkaian siklus kecil yang cepat. Jika kedewasaan mental sudah utuh, apa artinya ratusan reinkarnasi?
Jika harus menjelaskan gejolak perasaan Dao Tongzi, bisa dikatakan bahwa kehendaknya bahkan tak mampu menanggung ingatan satu hidupku ini... Dalam proses menekan kehendakku yang menyatu, justru ingatanku sendiri yang pertama kali mengacaukan pikirannya.
Semakin kurasakan ketenangannya hanyalah kamuflase. Jalan Suci yang ia pahami seharusnya mengamati segala fenomena dunia fana dengan objektif tanpa emosi.
Ia berusaha meniru sikap ini, namun tak sadar... ini hanya bentuk luarnya. Tanpa esensi hati, mana mungkin itu tulus? Semakin dipaksakan, justru semakin rapuh. Pengaruh memori terhadap Dao Tongzi sangat kuat... dan obsesinya pada momen tertentu semakin menjadi-jadi...
Dalam kasus Yang Sheng, keraguan dalam hatinya benar-benar memunculkan obsesi ini... Obsesi pada Jalan Suci, bukankah mirip dengan obsesi Yang Sheng terhadap Ilmu Pengetahuan?
Kudengar perkataan sesepuh: Langit sudah memberi jawaban dengan memperingatkan melalui pengurangan harapan hidup. Seperti memiliki kekuatan tak sepadan tanpa kematangan mental, akhirnya hanya membawa kehancuran diri.
Ini tidak terkait moral atau batasan praktisi spiritual aliran benar. Mereka justru melihat bahaya ini... Bukankah esensi konflik internal manusia selama ini sama persis?
"Ketika hati tidak utuh, namun kekuatan membesar, selalu ingin mendapatkan lebih banyak... Keserakahan egois ini adalah dosa asal, memicu perang demi perang. Dari sudut lain, bahkan jika Yang Sheng sukses tanpa konsekuensi, apakah pasti baik bagi manusia? Apa akibatnya bagi dunia?"
"Dalam kondisi apapun, memperoleh kekuatan besar yang tidak sesuai dengan diri sendiri bukanlah hal baik, melainkan berbahaya... Apalagi Yang Sheng mustahil sukses tanpa konsekuensi, justru penuh masalah tak berujung. Contohnya makhluk-makhluk eksperimen ini... Mereka sudah tidak mirip manusia. Hidup seperti ini tidak menyakitkan?"
Aku menghela napas. Sulit membayangkan konsekuensi anak kecil membawa pisau... Kehidupan adalah evolusi panjang. Bagaimana mungkin memaksa tunas tumbuh? Meski terlihat tak meyakinkan, sebenarnya ini sangat mengerikan.
Saat konfrontasi membuat kami tak sadar lingkungan, untuk pertama kalinya aku dan Dao Tongzi benar-benar bertemu. Bertemu di dunia persepsi kami...
Dia berdiri tegak dihadapanku, persis seperti dalam ingatannya: jubah hijau... Ekspresi tenang, sudut bibir terkunci, namun tatapannya penuh rasa penasaran.
"Chen Cheng Yi, sejak kesadaranku pulih di tubuhmu, aku terus diliputi keraguan. Bahkan hal yang kupikir pasti pun membuatku bingung. Misalnya, mengapa kehendakmu yang seharusnya menghilang justru begitu jernih? Katakanlah, di mana kesalahanku..." Dao Tongzi yang pertama bicara. Begitu katanya padaku.
“Aku tak bisa menjawabmu, tapi kini aku merasa semua ini seperti yang dikatakan Guruku, yang salah tetaplah salah, yang benar tetaplah benar, kesalahan tak boleh menutupi kebenaran. Inilah Langit, mungkin inilah alasan aku tidak menghilang.” Begitu kusampaikan pada Dao Tongzi.
Sebelumnya, dalam kesadaranku, Dao Tongzi adalah sosok yang tegar dan tak terkalahkan. Namun kemudian, semakin dalam pemahamanku, semakin kusadari kenyataannya tidak seperti itu.
Tampaknya, ketakutan manusia memang berasal dari ketidaktahuan. Kalimat ini benar-benar merupakan kebenaran sejati.
“Kau bilang aku salah, maksudmu tentang urusan Yang Sheng? Kesalahan hanya terletak pada Yang Sheng yang melanggar Langit, sehingga Langit mengambil harapan hidup orang-orang yang dieksperimennya sebagai peringatan. Apakah dengan menyetujui Yang Sheng, aku juga melanggar Langit?” Dao Tongzi menatapku dengan ekspresi tulus bertanya.
“Tidak. Kesalahanmu terletak pada ketidakmampuan melihat alasan di balik peringatan dari Langit. Selama ini kau hanya melihat permukaan aturan. Seolah aturan menyuruhmu melakukan SATU, kau melakukannya secara mekanis tanpa menyelidiki alasan di balik SATU itu. Kau mengira aturan Langit adil tapi kejam, tapi tak sadar di balik setiap aturan tersembunyi cinta universal... Aku berterima kasih padamu yang membuatku terjerat dalam kegelapan, sehingga bisa merenungi lebih dalam di mana letak kegagalanku di kehidupan lampau. Karena itulah di kehidupan ini aku menjalani tapabrata seperti ini.” Kuhela napas panjang sambil berkata.
Di momen ini, aku benar-benar merasakan pencerahan. Seolah semua kebenaran telah terpampang jelas di hadapanku.
“Apa yang kau lihat? Mengapa Langit disebut mencintai semua makhluk?” Dao Tongzi masih tampak bingung.
“Lihat jelas, pengalaman kehidupan lampauku menghadapi bencana Wei Chaoyu belum tentu hal buruk. Jika tak mengalami ini, pasti aku akan masuk Jalan Sesat. Yang Mulia mengaktifkan formasi terbangun dari mimpi... hanya untuk membuatmu mencapai pencerahan, jalannya melenceng, tapi sampai akhir kau tetap tak melihat bahaya ini. Mengapa Langit adalah cinta universal? Cukup lihat arah utama aturan Langit, kau akan paham... Kejujuran, itulah belas kasih terbesar. Seperti terbit-tenggelamnya matahari, reinkarnasi tak henti, inilah belas kasih pada nyawa... Mengerti? Jika tak mengalami gejolak cinta duniawi, bagaimana kau bisa menembus ini? Yang kau lihat cuma aturan adil dan kejam belaka.” Aku menghela napas pelan.
Aku, akhirnya mengerti.
