Benar raut harga diri itu, tapi tak terlalu mendalam... Di balik harga diri itu, kulihat keraguan sekilas di wajah Yang Sheng.
Masihkah dia bisa ragu? Kukira dia sudah benar-benar bukan manusia, apa yang dirisaukannya?
Di saat ini, kesedihan besar hampir meremukkan jantungku. Aku tahu kekuatan Sungai Takdir... Bahkan Langkah Yu Alam Semesta yang merupakan ritual Tao tertinggi pun tak bisa mengurung kekuatan ini, apalagi petir surgawi?
Dulu, Guru leluhur pernah menggunakan sisa kekuatan rohnya untuk menahan petir surgawi bagiku... Tapi apa esensi Sungai Takdir? Itu adalah kekuatan jiwa yang berlapis-lapis dengan berbagai energi!
Kesedihanku berasal dari firasat akan nasib yang akan menimpa Guruku dan yang lain... Yang paling menyiksaku, aku tak boleh larut dalam kesakitan. Jalan di bawah kakiku harus tetap kulanjutkan...
"Jari-jariku bergetar, tangan Ruxue memberiku kekuatan tak terbatas. Ia menggenggam erat jemariku, mencegahnya gemetar... Tapi di bawah cahaya petir yang menyapu langit, kulihat Sungai Takdir itu akhirnya mengepung Yang Sheng... Ia mulai bergerak lagi."
Guruku tetap tenang, sangat anggun... Dengan bantuan formasi besar Paman Wang, petir surgawi keemasan terus menjalin di atas kepalanya... Aku tahu ini adalah salah satu ritual rahasia mutlak keturunan Lao Li - Hukuman Petir!
Mengumpulkan kekuatan petir surgawi berlapis-lapis... Kemudian mengarahkannya ke tubuh seseorang, bagai hukuman petir sejati dari langit dan bumi.
"Jika bisa, Cheng Yi, jangan kau lihat." Tanganku hampir sedingin es, menyaksikan langsung betapa kejamnya ini? Ruxue berbisik menghiburku.
"Tidak, aku harus melihat." Aku hampir menggeretakkan gigi mengucapkannya... Karena yang harus dihadapi bukan hanya aku, rekan seperguruanku, bahkan Huigen kecil pun menghadapi hal sama?
Kesakitan akan membuat seseorang lebih tegar, mungkin pada akhirnya semua ini akan berubah menjadi kekuatanku... Saat ini, aku tak akan bodoh sampai tak mengerti - Sesepuh kita sedang mengorbankan sisa nyawa untuk memastikan waktu bagi kita, menggunakan sisa hidup untuk melemahkan Yang Sheng agar kita lebih ringan bebannya.
Inilah pemberian terakhir mereka... Cinta tanpa kata yang agung.
Semua ini harus kusaksikan, wajib kulihat sampai tuntas!
Aku menyaksikan Yang Sheng berjalan langkah demi langkah di tengah hempasan petir... mendekati Mas Yuan Yi yang pertama terkena dampak... mendengar Chengyuan berteriak histeris dengan tangisan yang memilukan, dipeluk erat oleh Kak Cheng Qing... Ekspresi Mas Yuan Yi tetap tenang, di detik itu... tangannya masih mempertahankan posisi membentuk mudra, saat Yang Sheng berteriak "Pergi!"... tinjunya menghantam tubuhnya... belasan petir lagi menyambar dari langit!
Tubuhnya terhempas ke udara, terpental oleh pukulan Yang Sheng... menghantam tebing gunung dengan keras lalu perlahan terpeleset jatuh... Di wajahnya, bibir berlumuran darah... tiba-tiba mengembang senyuman tipis, raut wajah tanpa penyesalan... Dalam hujan es... sekilas terbayang kejadian bertahun lalu... saat dia terjatuh di hadapanku... Keangkuhannya, Tao-nya.
Kali ini, dia tak mengajukan pertanyaan lagi, pandangan terakhirnya yang penuh ikatan tertuju pada Chengyuan... Mungkin sudah tak bisa bersuara, dengan susah payah dia mengangkat lengan, menjulurkan jempol... Lalu tangan itu jatuh berat dalam keheningan abadi.
"Ayah..." Chengyuan menjerit... suaranya tenggelam dalam pelukan Kak Cheng Qing... Apa arti jempol yang diacungkannya ke Chengyuan di detik terakhir? Apakah... pujian untuk Chengyuan, semangat untuk Chengyuan? Atau kalimat yang selama ini ingin diucapkannya: "Anakku, kau hebat!"
Aku tak bisa lagi mengetahuinya... Yang kulihat hanyalah Xiao Chengqian bagai serigala kesepian, dari kerongkongannya keluar suara 'uung... uung...' yang penuh kesakitan terpendam...
Karena Yang Sheng sudah menerjang sampai di dekat Wu Liyu... Penampilan Wu Liyu sebenarnya sangat tampan, kalau tidak dia tidak akan memiliki cucu secantik Xiao Chengqian. Untuk pertama kalinya kusadari pada diri Wu Liyu yang serius dan tenang... terpancar aura jujur, hanya sebelumnya tertutupi oleh sesuatu...
Pada saat ini, dia persis seperti seorang jenderal yang berjuang demi kebenaran di medan perang... Hingga akhir hayat, tetap menjaga segala yang harus dilindungi di belakangnya.
Yang Sheng mengenalnya... Maka, di bawah guntur yang bertubi-tubi, untuk pertama kalinya Yang Sheng menghentikan langkahnya... Sungai Takdir bergolak di sekelilingnya, menghempaskan lapisan demi lapisan 'ombak' biru.
"Minggirlah." Kami sudah menempuh hampir sepertiga perjalanan di jalan setapak ini... Yang Sheng tampaknya juga mulai gelisah, tapi dia masih sempat berhenti dan menyuruh Wu Liyu minggir.
Hanya segitu saja, tak ada basa-basi lebih... Mungkin di hati Yang Sheng, ikatan persahabatan saat Wu Liyu menjemputnya dari Desa Tandus dulu, kini hanya bernilai segini.
Menghadapi Yang Sheng, tiba-tiba Wu Liyu tersenyum... Ini pertama kalinya kulihat Wu Liyu tertawa selepas itu... Seperti melepaskan semua beban, melihat alam semesta baru, tertawa dengan begitu terbahak-bahak.
“Aku Wu Liyu telah salah selama setengah umur……Kesalahan terbesar adalah menciptakan monster sepertimu! Tapi Dewata memang penuh belas kasih, Dia memberi kesempatan kepada siapa pun untuk bertobat……Bahkan penyesalan di detik terakhir nyawa, bukankah itu juga merupakan hati yang telah ditempa……Lebih mendekati Tao?” Wu Liyu tiba-tiba berseru keras dengan suara yang sangat ringan.
“Minggir atau tidak?” Kesabaran Yang Sheng seolah mencapai ujung. Saat Wu Liyu berbicara……gerakan segel tangan terus berlanjut tanpa menghentikan gerakan apa pun.
Di belakangnya, di atas kepala guruku……sebuah pedang petir surgawi berwarna emas perlahan mulai terbentuk.
Sebenarnya Wu Liyu sedang mengulur waktu untuk guruku……Di saat ini……ruang di atas dua formasi besar mulai berkerut……energi alam semesta yang mengerikan terkumpul dalam jumlah besar……seolah ada sesuatu yang menakutkan akan muncul...
Semuanya mencapai momen paling krusial……Tak ada yang menyadari, di saat ini ada siluet tegas yang mendekati guru dan mereka...
“Tidak! Hari ini Dewata menyaksikan, para pahlawan dunia melihat……akhirnya aku Wu Liyu menapaki Jalan Suci dan berjuang untuk Tao——Ada apa alasan untuk minggir?” Saat berkata, Wu Liyu akhirnya kembali menyelesaikan segel tangannya...
Lebih dari seratus kilatan petir datang dari langit……diselipi satu dua petir surgawi……menghujam tubuh Yang Sheng...
Petir secara alami tenggelam dalam Sungai Takdir Yang Sheng... Hanya satu petir surgawi yang luar biasa kuat... Menembus sedikit Sungai Takdir... Membekaskan jejak hitam kecil di wajah Yang Sheng...
Tapi Yang Sheng sama sekali tak peduli... Hanya berteriak ke Wu Liyu: "Kalau tak mau, pergilah..." Disusul pukulan lagi... Wu Liyu memuntahkan darah ke langit... Tapi mungkin tubuhnya lebih perkasa, hanya terhuyung-huyung tanpa jatuh.
"Sungguh menggelikan... Kau sudah lama di sisiku, berani juga berkhianat?" Sambil berkata, Yang Sheng kembali mengayunkan tinju, kali ini menghantam Wu Liyu dengan dahsyat.
Dia menyebut tindakan Wu Liyu sebagai pengkhianatan... Kuketahui Yang Sheng ternyata butuh pengakuan sebanyak itu? Kukira dia sudah gila, pengakuan orang lain baginya cuma apaan sih...
'Bruk', mana mungkin Wu Liyu menahan kekuatan pukulan Yang Sheng? Akhirnya tubuhnya pun melayang-layang... Menghantam tebing dengan keras... Tapi Wu Liyu tersenyum, lalu saat benturan terjadi, tawa itu terhenti mendadak... Yang kudengar hanya teriakan memilukan Xiao Chengqian: "Yang Sheng, Ibu Guo adalah anjing..."
Cheng Zhen memeluk punggung Xiao Chengqian dari belakang... Juga menangis dengan pilu yang sama.
Xiao Chengqian selalu memiliki gaya seperti ini... Kali ini, kesedihan telah membuatnya bicara tanpa kendali, bahkan tak tahu lagi cara memaki Yang Sheng... Di saat ini, kami saling berpelukan, menggandeng tangan... atau saling menopang, terus melanjutkan perjalanan...
Belum pernah ada rasa kesepian seperti ini... Generasi tua berjatuhan di depan mata kami, yang tersisa hanyalah kami saling berpelukan menghangatkan diri, menahan kesedihan untuk terus melangkah.
Wu Liyu jatuh di hadapan Guru kurang dari lima meter... Di saat ini, akhirnya aku melihat ekspresi Guru... Di balik ketenangan, dua aliran air mata mengalir... Bibir Wu Liyu masih bergerak-gerak... Bergumam seolah mengatakan sesuatu, tapi tak ada yang bisa mendengar...
Tapi dari gerakan bibirnya... terlihat sangat jelas... Itu jelas-jelas mengatakan: "Chengqian, cucu kesayanganku... cucu kesayanganku..."
"Aah... aah..." Kesedihan tak terbendung... Di lereng bukit kecil ini, di tengah desiran angin dingin... Bergema raungan luka Xiao Chengqian yang tak henti-henti... Air mata telah kering, hanya raungan itu yang bisa meluapkan kesedihan yang hampir merobohkannya.
Salah satu tanganku digandeng Ruxue... Tapi di saat ini, gemetar tak lagi bisa ditahan... Sedang tangan lainnya, kuku menusuk masuk ke daging... Aku merasa sangat puas, saat ini aku ingin menusuk-nusuk tubuhku sampai babak belur... Mungkinkah ini bisa menutupi rasa sakit di hati?
Yang Sheng telah berdiri di hadapan Guruku... Dia mengangkat satu tangan... Persis seperti Dewa di masa lalu...
Kekuatan biru dari Sungai Takdir bertumpuk berlapis-lapis di depan tangannya... Seperti pikiran yang mengendalikan Sungai Takdir untuk menampakkan diri kembali... Sebuah tangan biru raksasa mulai terbentuk dengan cepat.
"Master Jiang, aku tidak ingin membunuhmu." Yang Sheng membuka pembicaraan.
Langkahnya terus melangkah... Sekali injak melintasi tubuh Wu Liyu... Wu Liyu kembali memuntahkan semburan darah, lalu jatuh ke tanah dengan suara berat... Ekspresi Yang Sheng seperti baru saja menginjak bangkai anjing.
