Tapi bagaimana mungkin aku tidak melihat? Sekejam apapun... aku harus terus menatap... meski sambil berjuang menahan tekanan besar, mataku takkan berkedip sedetikpun.
Hanya ada satu alasan, aku takut ini adalah pandangan terakhirku pada Guruku.
Di saat itu, karena jalan kecil yang berkelok dan terjal... aku harus menoleh untuk melihatnya... Saat itu juga, yang pertama kulihat adalah senyuman lega Guruku yang telah melepaskan segalanya, dan tatapan beratnya untuk berpisah dariku!
Ekspresi wajaknya sangat kelelahan... sepertinya sudah mencapai batas kemampuan!
Baik ritual angin topan sebelumnya, maupun ritual petir surgawi saat ini... semuanya termasuk dalam kategori teknik rahasia. Wajar jika Guruku yang terus-menerus menggunakannya mencapai titik kelelahan.
Melihat Guruku dalam keadaan seperti ini, air mataku mengalir deras tak terbendung... Rasa iba di hatiku menciptakan sesak yang mendalam. Aku tak ingin di detik-detik terakhir ini ia masih menanggung keletihan, tapi bukankah ini takdir generasi kita? Mungkin di hati Guruku ini adalah penyempurnaan?
Di saat kritis ini, pedang besar yang ditenun dari petir surgawi... sudah mulai memudar. Tapi setelah Guruku berteriak menyuruhku maju, tiba-tiba ia memukul dadanya sendiri... Semburan darah esensial (Jingxue) muncrat, menyirami pedang petir di depannya... Senjata itu seolah mendapat suntikan energi baru, menusuk tajam... langsung menembus tangan biru Yang Sheng...
Saat menusuk, kekuatan itu seolah mencapai batas maksimal... tampak melayang hinggap di tubuh Yang Sheng, lalu tiba-tiba meledak... merobek jubah hitam di perut Yang Sheng, meninggalkan luka hitam tergulung.
Luka itu tetap tergulung, persis seperti luka yang dibuat Wu Liyu sebelumnya, tidak segera menyembuh. Meski tubuh Yang Sheng sudah sekuat ini... tetap tidak!
"Bukan tak ada kelemahan. Petir surgawi bisa melukainya." Guruku tiba-tiba berteriak keras ke arah kami.
"Guru Jiang, aku selalu menghormatimu. Kau perlakukan aku seperti ini?" Ekspresi Yang Sheng tiba-tiba berubah mengerikan... menatap tajam ke arah Guruku.
Guruku tahu apa yang harus dihadapi. Raut wajahnya justru tenang... sambil berkata pada Yang Sheng: "Yang bukan milikmu, selamanya bukan. Meski kau dapatkan sihirnya, sekuat apapun, takkan bisa kau kuasai... Makanya, kau kalah satu jurus dariku! Seperti kekuatan yang bukan dari dunia fana ini, buat apa kau paksakan."
"Bagaimana mungkin aku gagal? Masih mau menasihatiku? Tak usah lagi... karena kau berani melukaiku." Langkah Yang Sheng mendekati Guruku makin menjadi, wajahnya semakin mengeram.
Dengan tenang Guruku membelai pipa tembakaunya, seolah berpamitan pada teman lama... Tiba-tiba Yang Sheng meraung, mengacungkan tinju dan menerjang ke arah Guruku.
“Tua kawan lama, kau pergilah.” Guruku tiba-tiba melemparkan pipa tembakau di tangannya saat ini... Benar saja itu sebuah pamit.
Pada saat ini, hatiku seolah ditimpa batu shi besar yang membuatku sesak hingga darah manis mengganjal di tenggorokan... Aku tak pernah mengira perasaan orang lain terhadap orang tua mereka tak sebesar milikku, hanya saja... sepertiku lebih tak mampu menanggung.
'Bruk', darahku menyembur deras sementara tubuhku reyot, sakit hati yang teramat... Aku hampir tak tahan.
Ruxue tiba-tiba memelukku, berbisik di telingaku: "Melihatnya langsung memang menyakitkan, tapi jangan lupakan tujuanmu!"
Tubuhku yang reyot dipeluk Ruxue... Tinjuku terkepal kuat... Gigiku nyaris remuk, darah bercampur air liur mengalir balik membuat mulutku penuh bau manis anyir... Tiba-tiba terdengar teriakan pilu Guruku.
“Ling Qing, kenapa kau...?”
Nenek Ling Qing?! Kurasakan tubuh Ruxue yang menempel di punggungku bergetar... Dengan mata berkaca-kaca kubuang pandang ke bawah, persis melihat siluet lemah melayang mendekat dengan kecepatan melampaui batas potensi nyawa, menyelusup di antara Yang Sheng dan Guruku.
‘Dung’, Yang Sheng tak peduli siapa yang datang... satu pukulan sudah menghantam dengan keras... Di saat ini, aku sudah melihat jelas bahwa Nenek Ling Qing berdiri menghalangi di depan Guruku.
Tenaga pukulan dahsyat membuat tubuh Guruku terjungkal ke belakang, hampir membentuk sudut 45 derajat... Itu karena tiba-tiba ia memeluk erat Nenek Ling Qing, hampir sama seperti dua orang yang bersama-sama menanggung kekuatan pukulan...
‘Bruk’, Guruku juga memuntahkan darah segar di saat ini. Nenek Ling Qing pun rebah di pelukan Guruku... suaranya terbawa angin gunung terputus-putus ke telinga kami: "Lichun, bahkan jika tak bisa bersanding, tak bisakah kita hidup mati bersama? Inilah jawabanku untukmu... Seumur hidup ini aku terlalu lelah, tapi... akhirnya aku berhasil."
"Ling Qing..." Guruku memeluk erat Nenek Ling Qing, tiba-tiba berteriak histeris ke langit sambil menitikkan air mata darah.
Selama bertahun-tahun aku mengikuti Guruku... Inilah pertama kalinya kulihat ia begitu mesra dengan Nenek Ling Qing, juga pertama kalinya kusaksikan Guruku menanggalkan sikap sembrononya dan tak lagi menyamarkan kesedihan.
"Nenek……" Ruyue pun tak kuasa menahan tangis di saat ini……Sementara Ruxue di belakangku, diam bagai hembusan angin sepoi……Namun kurasakan kelembaban hangat di leherku, Ruxue terlalu tak mahir mengungkapkan perasaan. Sejak mengenalnya hingga kini, ia tetap seperti ini, bersembunyi di sudut sepi, menahan segala emosi dalam diri, meski hatinya membara bagai api.
Tapi, kami tak boleh berhenti……Harus buru-buru melanjutkan perjalanan. Di saat itu, muncul tikungan di jalan kecil……Berjalan di sini, kami tak lagi bisa melihat keadaan di kaki gunung. Aku sudah tak sanggup mengungkapkan segala perasaan ini……Kulihat Guruku memeluk Nenek Ling Qing erat-erat, lalu menatapku sekilas……Dalam tatapan itu, kulihat tekad yang tak tergoyahkan.
Jantungku seperti ditusuk pisau……Kusadari Guruku telah menyiapkan tekad untuk menghadapi kematian di saat ini. Ia sedang berpamitan padaku……
Tapi Guruku, bagaimana cara berpamitan? Tahun demi tahun berlalu……Saat kau menggendongku di usia bayiku yang masih merah, bukankah jodoh kita telah dimulai sejak saat itu?
Air mataku sudah mengering……Usaha keras ini kembali menyumbat tenggorokanku……Kupaksa untuk menelannya……Kulihat bayangan Guruku yang menggendong Nenek Ling Qing melayang, lalu terjatuh dengan keras……Diangkat lagi oleh Yang Sheng……Dan kembali dihajar……
"Mengapa sampai akhir pun kau tak mau memahamiku? Bahkan dengan membawa muridmu, kau tetap tak mengerti?" Teriak Yang Sheng seolah merasa sangat disakiti, suaranya menggema keras.
Guruku diam membisu…… Hanya siluetnya yang kembali terlempar ke udara, lalu jatuh ke tanah…… Hatiku hancur berkeping-keping, aku hanya bisa berteriak: "Yang Sheng, kau naik ke sini, aku akan membunuhmu!"
Yang Sheng berjalan mendekati guruku…… Saat ini guruku tergeletak setengah tubuh di tanah, memeluk erat Nenek Ling Qing dalam dekapan. Kulihat sudut bibirnya, seluruh wajahnya basah darah…… Ia menatapku, untuk pertama kalinya tatapannya memancarkan kelemahan yang terekam jelas—kerinduan dan kehangatan yang tak pernah kusaksikan sebelumnya…… Kulihat bibirnya bergerak. Gerakan bibir itu terlalu kukenal…… Telah kudengar ribuan kali—'San Wa'er' 'Cheng Yi'.
Ia memanggilku…… Yang Sheng menginjakkan kaki dengan kasar di punggung guruku…… Guruku memuntahkan segumpal darah, lalu kepalanya terkulai lemas……
Pada detik itu, seluruh dunia seperti hancur berkeping…… Kurasakan seolah kehilangan rentang waktu yang begitu panjang…… Kakiku hampir tak sanggup menopang tubuhku, nyaris terjatuh…… Segumpal darah yang kupaksakan kutelan…… Akhirnya menyembur keluar dari tenggorokan……
Sakit sekali...!!
"Cheng Yi, jalan terus ke depan." Sepasang lengan yang tampak rapuh itu mengerahkan tenaga luar biasa…… Menarikku bangkit, adalah Ruxue.
"Aku ditarik berdiri, menatap Ruxue... Aku tak bisa bicara... Seolah melihatnya kembali di tahun-tahun di Makam Naga, mengapa perempuan lemah ini... selalu bisa begitu tegar di saat-saat kejam seperti ini? Ia juga baru saja kehilangan nenek buyutku yang baginya adalah keluarga terdekat..."
"Aku tahu apa yang kau pikirkan? Kau tak mengerti mengapa aku masih bisa tenang dalam hal seperti ini? Itu karena apapun yang terjadi, yang harus dilakukan tetap harus dilanjutkan... Jika manusia terlalu takut mengkhianati dan kehilangan, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menyelesaikan tanggung jawabnya. Nenekku sangat bahagia... karena jika itu aku, aku juga akan melakukan hal yang sama, dan dengan begitu aku akan sangat bahagia." Ruxue berbisik di telingaku.
Aku menyeka darah di sudut bibir... Meraba dada yang mati rasa karena kesedihan... Tiba-tiba menggenggam erat tangan Ruxue, dia benar... Yang tersisa sekarang hanyalah tidak mengkhianati, aku tak boleh gagal!
Aku melanjutkan langkah... Tikungan itu sudah di depan mata, bayangan Guru hampir tak terlihat... Sandaran hidupku sejak kecil benar-benar telah runtuh... Saat ini, aku harus mengembalikan makna pengorbanan dan ketenangan padanya...
Sementara itu, Yang Sheng hanya menyentuh luka di perutnya... Tanpa ragu melangkah ke jalan setapak itu...
'RAUUUHHH!', Kaisar Hantu itu telah merangkak keluar dari neraka tak berujung...
'Ding!' sebuah suara nyaring... Kilat penuh kekuatan kosmis... Mengoyak langit... Petir surgawi murni menyilaukan seluruh alam semesta!
