Hanya bisa sampai di sini? Inikah kalimat terakhir Qiangzi di dunia fana?
Tidak Qiangzi, kau sudah melakukan yang terbaik... Meski kata-kata ini tak bisa kuluahkan, semua tenagaku terkuras di perjalanan terakhir ini... Tapi sungguh, kau sudah hebat.
Waktu adalah yang paling kejam, pertemuan pertama di Desa Tandus, remaja pemalu dengan logat kental... Kini bisa sampai sejauh ini, sungguh luar biasa.
Lalu sampai sejauh mana Chen Cheng Yi bisa melangkah?
Tiga meter terakhir... Dua meter terakhir... Dan ketika tersisa satu meter terakhir, aku kembali mendengar suara benda berat jatuh... Di depan mataku, Tao Bai terjatuh dari ketinggian.
Yang Sheng tertawa dengan kesombongan... Apa yang sedang dia aumkan?
Apa itu? Mungkin kekuatan Tao Bai dan Qiangzi pada akhirnya bukan milik mereka sendiri... Mengapa tidak mengikutinya menempuh jalan yang benar? Pada akhirnya dialah yang menang!
Cahaya merah cemerlang yang menyelimuti tubuh Tao Bai telah menghilang... Di mana-mana terlihat jejak hitam legam, menggunakan kekuatan terlarang... Apakah akhirnya Lushan pun tak bisa lagi berjaga?
Kulihat siluet Lushan yang duduk bersila tak jauh dari sini... Sudah tak bergerak sama sekali, angin berhembus, rambut berubannya berkibar... Sudah sampai sejauh ini kah, Lushan?
Jarak terakhir, jalan yang diaspal dengan nyawa... Jika kami memang benar, apakah pengorbanan seperti ini yang akan membuktikan bahwa segala bentuk perlawanan harus dibayar dengan darah?
Penampilan Yang Sheng saat ini sangat mengenaskan... Di bagian perut tempat Guruku pertama kali melukainya... Beberapa potong daging telah hilang... Yang putih pucat berkilau ungu itu, apakah tulang rusuknya? Api merah masih membakar di tepi luka... Yang Sheng memukulnya beberapa kali, namun api itu tak juga padam.
Apakah itu peninggalan terakhir Tao Bai?
Di langit terlihat goresan merah kecil... Jincan Gu berwarna darah milik Ruyue terbang melintas... Yang Sheng mencoba menangkapnya, tapi gagal... Ulat emas itu masuk melalui luka berapi yang sedang terbakar...
Kemudian kilatan cahaya lain menyusul... Ulat terlarang milik Ruxue, berbeda dengan Jincan Gu Ruyue, ulat ini dengan sombong merangkak di atas luka Yang Sheng dan mulai melahap... Yang Sheng berusaha mengusirnya beberapa kali, tak membuahkan hasil... Ulat jenis ini bahkan guru leluhurku tak bisa menanganinya, apalagi Yang Sheng?
Akhirnya dia menyerah... Melirik ke arahku, lalu berlari cepat ke kuil terpencil ini... Sekarang, hanya inilah hal yang paling penting, bukan?
Di Gunung Lu, Ruxue yang membopong Ruyue juga merangkak susah payah menuju kuil... Mereka masih hidup!
Cepat... Bisakah lebih cepat lagi... Dalam hati aku berteriak histeris, sementara jarak terakhir masih tersisa... Akhirnya, setelah meneriakkan pekikan panjang, aku pun tiba di tanah datar tempat kuil ini berdiri...
Di sini, sebuah lapangan kecil... Semua tekanan tiba-tiba lenyap... Ruang yang terdistorsi seolah tak pernah ada... Tembok kelabu yang telah kehilangan warna terlihat nyata, pintu kayu reyot yang terbuka berderit 'kreek...kreek' diterpa badai salju.
Andai bisa naik lebih awal... Tapi itu percuma. Jika Yang Sheng tak menabuh genderang suci itu, kapanpun kita naik tak akan ada gunanya.
Sebenarnya, saat menginjakkan kaki di platform Kuil Kesepian ini... Aku langsung tahu bahwa yang ada di depan mata adalah dua tempat, persis seperti Makam Naga dulu... Jika naik lebih awal, selamanya tak akan ada kesempatan mencapai Kuil Kesepian yang sesungguhnya!
Salju berhamburan deras, aku masih bisa melihat semua orang... Melihat di langit yang begitu dekat, bayangan maya Dewa Petir dan Kaisar Hantu masih bertarung menggegerkan, seolah tak melihat kami...
Juga melihat orang-orang di Formasi Besar, satu per satu mulai terjatuh karena kehabisan tenaga...
Terakhir, kulihat di langit, di tanah... Ratusan makhluk yang dipanggil sedang berkelahi... Meski terpisah oleh ruang yang tak terukur, desau angin masih membawa bau anyir darah yang tak tergambarkan...
Salju terus berhamburan... Kepingan-kepingan putih bersih itu seolah ingin dengan lembut menguburkan tubuh para pejuang yang gugur di sepanjang perjalanan... Hui Dàye, Paman Chen, Paman Wang, Mas Yuan Yi, Wu Liyu, Guruku...
Huigen, Xiao Chengqian, Cheng Zhen, Chengyuan, Qiangzi, Tao Bai, Lushan... Di saat seperti ini, Ruxue masih membimbing Ruyue merangkak menuju Kuil Kesepian... Aku hanya bisa membisu melihat Yang Sheng mengejar mereka, tak kuasa lagi berlari menghampiri...
Sejak tiba di sini, aku mendapat isyarat dari Guru Leluhur untuk berjaga mati-matian di pintu kuil... Menunggu kebangkitannya. "Dia" ini bukan Guru Leluhur, lalu siapa?
Aku tak bisa bertanya... juga tak ingin bertanya, aku berlari menuju pintu kuil itu... di situlah tempat yang harus kujaga mati-matian! Dalam guyuran salju yang menggila... kulihat Ruyue yang digendong Ruxue ditendang hingga terlempar oleh Yang Sheng... lalu menghunjam ke tanah. Tak ada yang bisa kulakukan selain menatap dengan tangan gemetar, siap menyerahkan nyawa demi pengabulan pertarungan terakhir...
Tubuh Qiangzi dan Tao Bai kejang-kejang hebat, seolah sedang bertarung dengan sesuatu... Sesaat kukira mereka hidup kembali... Nyatanya tidak, karena kulihat dua aliran cahaya emas kembali terlepas dari tubuh mereka... menyusup masuk ke dalam kuil sunyi itu...
Saat itu, cahaya kuil tiba-tiba berpendar dahsyat, bagaikan sesuatu hendak menerobos keluar... Aku tak peduli. Aku sendiri berteriak panik. Yang kupikirkan hanya: Apakah mereka setelah mati semua datang ke sini?
Ingin sekali aku masuk, ingin berjumpa mereka... Hati ini sakit, tapi kutetap ingat perintah: Berjagalah mati-matian di kuil sunyi...
Akhirnya kusampai di depan pintu kuil... Meski tak paham kenapa junior sepertiku yang ditugasi menjaga kuil terpencil ini... Pasti ada prinsip universal di baliknya, bukan?
Pintu kayu reyot itu masih berderit 'kreek-kreek' diterpa badai salju... Kegelapan di baliknya seperti memiliki daya hisap tak terbatas yang mengerutkan pandangan... Menipu seakan mengintipnya berarti melihat dunia lain.
Aku memaksa mengalihkan pandangan, seluruh tubuhku berdiri di depan pintu gerbang Kuil Sepi... Aku sudah memiliki tekad untuk mati, sehingga saat berdiri tegak... Aku mulai membentuk segel tangan dan melantunkan mantra...
Guru leluhur pernah mewariskan banyak ritual rahasia padaku, yang paling hebat ada dua: satu untuk menyerang roh, satu lagi untuk menyerang raga fisik...
Untuk raga fisik, tentu dengan membuka kembali titik akupunturku, menanamkan kekuatan Tanah ke dalam tubuh...
Sedangkan untuk roh, pernah kugunakan sekali di Danau Seribu Hantu, konsekuensinya tak terhingga... Jika bukan karena Guru leluhur menggunakan sisa rohnya untuk memperbaiki jiwaku, aku sudah jadi orang lumpuh... Itu adalah teknik menggunakan diri sendiri sebagai media, menyalurkan kekuatan alam semesta tanpa batas...
Hanya aku yang tahu... Sebenarnya dua ritual ini bisa digunakan bersamaan. Roh yang dipenuhi kekuatan kosmik menjadi sangat perkasa, di bawah bimbingan indera spiritualku yang kuat menyasar titik akupuntur. Secara teori, semua titik darah bisa terbuka, asalkan aku sanggup menahan... Tidak meledak menjadi percikan darah...
Aku tak tahu apakah tubuhku sanggup... Tapi secara teori, jika roh semakin kuat tanpa batas... Maka raga fisik pun bisa mengikutinya... Roh yang dipenuhi energi kosmik, secara alami bisa menampung kekuatan Tanah dalam jumlah besar seketika!
Hanya saja, segala sesuatu ada ambang batasnya... Saat rohku tak lagi sanggup menampung aliran kekuatan kosmik, itulah ujung dari nyawaku...
Saat itu, yang kuhadapi adalah hancur leburnya roh sejati... Tapi kesedihan yang begitu besar telah menelanku, di saat ini aku hanyalah seseorang yang ingin mati... Hanya ingin membakar diri hingga titik akhir!
Segel tangan ritual rahasia yang menampung kekuatan alam semesta dan mantra pengiringnya sangat sederhana, satu-satunya syarat hanyalah tuntutan besar pada indera spiritual... Di saat ini, aku yang telah menyatu dengan kehendak Dao Tongzi, indera spiritualku telah mencapai tingkat yang tak terukur...
Hanya dalam waktu kurang dari sepuluh detik... Kudengar 'dengung' gemuruh kekuatan alam semesta berubah menjadi badai-badai yang mengalir histeris ke dalam diriku!
Mengapa akulah yang menyatu dengan kehendak Dao Tongzi, tak kumampu pikirkan... Yang kuketahui hanyalah di saat ini, Dao Tongzi pun belum sepenuhnya lenyap... Dialah yang memberitahu cara melakukannya... Dia bilang jika ingin menampung lebih banyak kekuatan alam semesta... jangan lupa cara yang diajarkannya di Danau Seribu Hantu...
Putaran Tai Chi... daya teralihkan tak terbatas... kemudian bersama putaran itu... pemadatan tanpa batas...
Maka, di dasar hatiku... muncul kekuatan terkompresi alam semesta kecil-kecil yang berputar seperti pusaran angin... Jika begini, maka bisa lebih banyak... tambah lagi!
Tatapan mataku sepenuhnya histeris... Terlalu banyak pengorbanan dan rangsangan darah segar telah membuatku hampir menjadi makhluk terpojok...
Di saat ini... Kak Cheng Xin duduk bersila, entah sedang melakukan apa...
Sedangkan Kak Cheng Qing sedang menempatkan lentera-lentera tembaga satu per satu... seolah sedang berjalan-jalan santai...
Adapun sosok berbaju putih itu berdiri di samping pintu kuil tidak sampai 5 meter... lalu duduk bersila seakan tak terlibat...
Pada saat ini, Yang Sheng akhirnya menginjakkan kaki di platform...
