Bab 217: Jurang Keputusasaan

　　Inti roh adalah kehendak, dan ledakan kehendak... merupakan stimulan terkuat bagi jiwa... 　　Aku tak tahu bagaimana Dao Tongzi melakukannya... Mungkin metode rahasia menggunakan kehendak yang memudar untuk merangsang roh ini tak bisa dia wariskan melalui memori... Atau mungkin, dia tak ingin di akhir nanti aku memilih cara seperti ngengat terbang ke kobaran api untuk mengalahkan Yang Sheng... 　　Dao Tongzi bukanlah orang yang takut mati, keyakinan ini sangat kuyakini... Atau mungkin, dia mewariskan sebuah keyakinan padaku... Aku tak perlu menggunakan cara seperti ini, keyakinanku untuk menang sudah mutlak. 　　Dari manakah keyakinan ini berasal? Setelah sisa-sisa kehendak Dao Tongzi meledak, jiwaku seolah tersulut kembali, mendidih bagai lahar gunung berapi... Kekuatan alam semesta dalam jumlah besar kembali membanjiriku... Memberikanku lebih banyak tenaga untuk membuka titik akupuntur... 　　Dao Tongzi telah pergi, tapi darinya aku tahu... Sesungguhnya aku berada di persimpangan dimensi, di sini kekuatan alam semesta begitu dahsyat... Kalau tidak, mustahil bagiku dengan kekuatan sendiri bisa melawan Yang Sheng. 　　Di sini, terlalu banyak orang yang lebih kuat dariku... Tapi mencari seseorang dengan indra spiritual melebihiku? Sepertinya tak ada! 　　Seperti keselarasan tiga unsur waktu-tempat-manusia... Ritual rahasia Guru leluhur hanya bisa diaktifkan melalui indra spiritual, sedangkan ritual keturunan Lao Li seringkali memiliki kemampuan melampaui tingkatan dan mengubah takdir... Kalau tidak, tak pantas disebut ritual rahasia Kunlun. 　　Di dimensi khusus ini, tak ada seorang pun yang bisa melakukannya lebih baik dariku... Bahkan sesepuh lama, bahkan Kakak Sulung Jenny... Dan hanya di tempat seperti inilah aku bisa meledak sampai sekuat ini. 　　Apakah inilah alasan akhir yang membawaku ke sini? 　　Tapi, tak ada waktu untuk berpikir... Jarum-jarum biru tipis Kak Cheng Xin tiba-tiba menyerbu ke arahku... Sebelum sempat bereaksi, jarum-jarum itu sudah menancap berjejal-jejal di jiwaku... 　　"Sebenarnya, rohku mulai retak perlahan seiring pertarungan... Meski belum sampai hancur sepenuhnya, ini sudah menjadi luka yang tak terselamatkan... Karena kerusakan roh hampir tak bisa dipulihkan, kecuali ada obat suci dari alam semesta... Bahkan obat suci pun takkan bisa menebus luka seperti ini..." 　　Tapi jarum biru tipis Kak Cheng Xin justru tertancap di bagian yang retak... Berubah menjadi aliran kecil yang mengalir lembut, mengisi tepat di bagian roh yang hancur... Memberikanku nutrisi tak terbatas. 　　Tapi bagaimana dengan Kak Cheng Xin? 　　Perasaan seperti ditusuk pisau itu muncul lagi... Kuputar badan menatap Kak Cheng Xin... Seluruh tubuhnya terlihat letih dengan cara yang aneh... Keletihan ini bukan berasal dari raga fisik, melainkan kelelahan total yang bersumber dari dasar rohnya. 　　"Nama ritualnya Tambal Langit... Menambal roh manusia bagai menambal langit... Menggunakan roh sendiri sebagai medium, menempa jarum roh... Ini adalah ritual rahasia aliran pengobatan keturunan Lao Li. Sejak mendaki gunung, aku sudah tahu inilah yang harus kuselesaikan. Hanya saja, aku tak sanggup lagi, sangat ingin tidur... sangat... Cheng Yi, kau yang berjaga." Saat mengucapkan kalimat terakhir, tiba-tiba Kak Cheng Xin mengangkat kepala seperti kilas balik terakhir, menatapku... Senyuman lembut nan hangat masih melekat di wajahnya, lalu kepala itu tertunduk, mata tertutup... Ekspresi itu membeku selamanya seperti patung di wajahnya! 　　“Tidak……” Aku berteriak marah…… Sebenarnya harus bagaimana? Apakah pengaturan Langit memang mengharuskan semua orang meninggalkanku satu per satu hingga tak tersisa demi membela Tao? Mengapa bisa begitu kejam? 　　Pertemuan pertama di pesta itu…… Petualangan di antara hidup-mati yang berulang kali…… Dia yang selalu tersenyum lembut bagai angin semi…… Masih bisakah dia tersenyum padaku sekali lagi sekarang? 　　Tapi, tak ada waktu untuk berpikir…… Tiba-tiba energi dahsyat mengalir dari antara langit dan bumi membungkusku…… Nyaman bagaikan sumber air panas, hangat seperti matahari penghangat…… Dengan cepat menyembuhkan luka tersembunyi dan rasa sakit di tubuhku…… 　　Kak Cheng Qing…… Aku panik memutar badan…… Di saat itu, Yang Sheng berlari menuju dan menghujamkan jurus keras ke tubuhku…… Badanku terlempar jauh…… Kudengar suara merendahkan Yang Sheng: "Bisa kehilangan fokus di tengah pertempuran begini…… Membuktikan betapa konyolnya perasaan terkadang." 　　Sambil berkata, Yang Sheng menyerbu kuil terpencil yang kujaga mati-matian…… Drum suci itu kembali digenggamnya. 　　Apakah aku benar-benar begitu konyol? Yang terakhir…… Satu-satunya yang tersisa…… Kesakitan yang tak bisa ditumpahkan lewat air mata…… Mereka satu per satu pergi…… Seperti mengubur semua masa-masaku…… Tak menyisakan jejak sedikitpun…… 　　Sekuat apapun diriku sampai bisa menggegerkan…… Takkan sanggup menahan kehancuran di saat ini! 　　"Ritual bernama Kebangkitan... Dengan menyalakan lentera tembaga perputaran untuk rohnya, meminjam secercah daya hidup awal dari kekacauan... Cheng Yi, ini juga yang harus kulakukan segera setelah naik gunung. Kau jaga... Aku lelah, lihat apakah masih bisa menyusul Cheng Xin." Ekspresi Kak Cheng Qing tetap tenang... Hanya setelah mengucapkan ini... Seluruh tubuhnya jatuh tersungkur dengan tenang di atas salju. 　　Apakah Kak Cheng Xin sedang menunggunya? Di akhir segalanya... Apakah mereka juga telah meninggalkanku? 　　'Bruk', tubuhku jatuh keras ke tanah... Tubuh Yang Sheng tepat melesat melewati depanku... Aku bangkit terburu-buru dari salju... Dengan kecepatan yang tak kusangka, tiba-tiba mencengkeram pergelangan kaki Yang Sheng... Pada detik itu, kurasakan mataku memerah menyala. 　　Yang Sheng yang tak siap, terkejut oleh cengkeramanku yang tiba-tiba... Seluruh tubuhnya nyaris tak terkendali terjungkal ke depan... Kuteriakkan pekik memekakkan... Tenggorokan terasa dipaksa mengeluarkan semburan darah oleh luka hati... Aku mengaum: "Yang Sheng, aku ingin kau mati!" 　　Ini adalah teriakan berdarah... Pada momen itu, lagi-lagi gelombang dahsyat kekuatan alam semesta menerjangku tanpa ampun... 'Gres-gres-gres', kecepatan tak terduga membuka titik-titik akupuntur dengan gila-gilaan... 　　Kulumurkan darah dalam mulut... Dengan amarah membara, melesat bangkit dari salju... Berguling menindih tubuh Yang Sheng... Kemarahan tak terkatakan itu membuatku menengadahkan kepala lalu menggigitnya dengan garang... 　　"Keras sekali! Daging di tubuhnya sangat keras... Hampir menghancurkan gigiku... Tapi, aku benci... Hampir bertarung habis-habisan menggigit sekerat daging dari perut Yang Sheng..." 　　"Aaa..." Yang Sheng juga mengeluarkan teriakan mengaum, rasa sakit yang luar biasa membuat kekuatannya meledak seketika, menerbangkanku... 　　Begitu kakiku menyentuh tanah... Aku langsung melesat bangkit, berlari histeris menuju Yang Sheng... Semua telah hilang, semuanya lenyap!! Mereka semua sudah mati... Di detik-detik terakhir, dua aliran cahaya emas juga melesat dari tubuh Kak Cheng Qing dan Kak Cheng Xin, menuju kuil '' di belakangku... 　　Aku sangat membenci aliran cahaya emas ini... Apakah ini mengingatkanku bahwa mereka pergi lagi? 　　'Brak!', Aku dan Yang Sheng kembali bertabrakan... Kali ini pertarungan seimbang... Dengan pengorbanan nyawa Kak Cheng Qing dan Kak Cheng Xin, dengan kekuatan kehendak yang terbakar dari Dao Tongzi, aku bisa menanggung lebih banyak! 　　Pertempuran yang mengguncang langit dan bumi... Tak kalah dahsyat dari pertarungan bayangan Lei Gong dengan Kaisar Hantu di sebelah sana... Sungai Takdir terus bertubrukan dengan berbagai kekuatan yang terwujud dari energi alam semesta... Aku dan Yang Sheng bertarung dari langit ke bawah tanah... Kadang puluhan jurus beruntun, kadang bergulingan di tanah seperti preman tak bermoral yang berkelahi! 　　Otakku dalam kekacauan... Kemarahan dan kesedihan yang luar biasa benar-benar menerpaku... Jiwa dan raga yang tadinya sudah diperbaiki... Kembali mulai hancur akibat permintaanku yang tak henti akan kekuatan... 　　“Matilah jika memang harus mati... Hancur lebur juga tak apa! Asalkan bisa... Kemarahanku memaksaku menginjakkan kaki di jalan buntu yang merupakan jurang... Tapi jika melompat ke bawah bisa mendapatkan sesuatu yang berharga, lalu apa yang tidak layak untuk dilompati? 　　Ironisnya... Aku meminjam kekuatan yang bahkan tak bisa kuhitung sendiri... Tapi melalui waktu yang lama, dalam perang gesekan dengan Yang Sheng... 　　Kulihat bayangan maya Dewa Petir mulai memudar... Waktu yang disebut sesepuh lama... Akankah akhirnya tiba? Aku tak boleh kehilangan waktu lagi... Kuteriakkan lagi, jika kehendak bisa terbakar... Pinjamkan aku sedikit lagi kekuatan! 　　Cukup sedikit lagi... Dalam kemarahan ini... Atau mungkin belas kasihan takdir langit, lagi-lagi kekuatan alam semesta mengalir ke tubuhku... Disertai suara pecahan pertama roh, kulepaskan lagi satu titik akupuntur! 　　Total... 100 titik akupuntur... Aku mencapai tahap ini... Kuterjang Yang Sheng dengan tinju dahsyat yang menggemuruh... Akhirnya dia mulai mundur drastis... Akhirnya kumiliki kekuatan untuk menghancurkannya total! 　　Saat itu, untuk pertama kalinya ekspresi panik muncul di muka Yang Sheng... Memandangku dengan tak percaya, sementara aku langsung menyambar dan mencengkeramnya... Tinju-tinju berhamburan seperti hujan menghujam tubuh Yang Sheng... 　　Makna terakhir... Hanya kalimat ini tersisa di hatiku... Asalkan aku... Asalkan aku bisa memusnahkan Yang Sheng sepenuhnya di sini... 　　“Chen Cheng Yi, tak ada waktu lagi... Terakhir, kumohon jagalah Yang Sheng...” Tiba-tiba dari lereng bukit bawah terdengar suara sesepuh lama... 　　Apa?! Aku hanya meminta sedikit waktu tambahan... Karena raga fisik Yang Sheng begitu kuat... Bahkan dengan kekuatan penghancuran total, membunuhnya bukanlah hal yang bisa diselesaikan dalam sekejap! 　　Dengan tak percaya, aku menoleh... Melihat bayangan maya Dewa Petir semakin memudar... Kaisar Hantu yang penuh luka sedang berteriak dengan congkak di langit... Dari pihak kekuatan Yang Sheng terdengar suara sorak yang menggegerkan... Kemudian orang-orang dalam formasi itu mulai berduyun-duyun menyerbu ke lereng bukit ini... 　　Formasi besar Jalan Benar hanya tersisa sekitar seratus orang yang masih hidup dalam kelelahan... Kakak Sulung Jenny seolah menerima takdirnya berdiri sambil berkata: "Ikuti aku menyerbu, nantikan saat terakhir... Mari kita sama-sama binasa." 　　Benarkah harus sampai ke tahap ini? Hatiku dipenuhi kepahitan yang tak terucapkan... Padahal sebenarnya masih mungkin untuk bertahan... 　　Di saat ini, Yang Sheng tertawa terbahak-bahak dengan angkuh... Suara sesepuh lama kembali terdengar: "Cheng Yi, tahan dia... Cukup setengah menit saja!" 　　Dalam tiupan angin, kulihat siluet sesepuh lama... Dia berdiri... Berjalan menuju batu shi besar itu, mengeluarkan sebuah telepon canggih... 　　Aku mengerti... Dengan duka tak terbatas di hati, aku mengerti... Seketika aku melesat dan memeluk erat Yang Sheng... Yang Sheng berguling-guling berusaha melepaskan diri... Tapi apa gunanya?! Setidaknya setengah menit, menahannya... Aku pasti bisa! 　　Waktu berlalu detik demi detik... Benarkah ini akhir yang sesungguhnya? Raungan Yang Sheng di telingaku, entah kapan berubah menjadi tawa... Apa yang dia tertawakan? 　　"Rohku mulai pecah berlapis-lapis secara tak terelakkan... Luka tersembunyi raga fisik akhirnya meledak... Darah menyembur deras..." 　　Dalam kabur pandangan, kulihat ekspresi sesepuh lama tiba-tiba berubah penuh keputusasaan... Telepon di tangannya terjatuh ke tanah... Dari kejauhan... Pasukan Yang Sheng mengeluarkan siluet yang sama sekali tidak mencolok... 　　Di tangannya tergenggam telepon... Perlahan melepas topeng... Lalu, suaranya penuh ejekan menggema ke seluruh medan perang menggunakan teknik teriakan khas Taoisme: "Sayang sekali? Langsung menyerang markasku... Tapi maaf, tak bisa bergerak." 　　Jiang Yi!!! Jantungku ikut dilanda keputusasaan... Bagaimana mungkin dia? Jiang Yi!! 　　Yang Sheng tertawa terbahak-bahak... Tiba-tiba mengulurkan lengan dan dengan kejam menyobek tubuh 'itu'... Sebotol cairan ungu membutakan muncul di genggamannya... Dengan nada mengejek ia berkata padaku: "Chen Cheng Yi, kau tak pernah punya peluang menang." 　　Sambil bicara, ia menghancurkan botol berisi cairan ungu itu... Seluruh isinya dituangkannya ke mulut... Kurasakan tubuhnya berguncang hebat... Dengan satu hentakan, ia melemparku sejauh-jauhnya... 　　Aku terjatuh keras di hamparan salju... Melihat langit dipenuhi cahaya terang... Kabut tebal tiba-tiba muncul menyelubungi seluruh medan perang... 　　"Sudah waktunya..." Kata Yang Sheng sambil menggenggam Drum Suci, melangkah mantap menuju Kuil Kesendirian... 　　Di tengah badai salju, nyawaku mengalir cepat... Hanya tersisa satu lagu yang terus bergema di telingaku... Inikah akhir yang terakhir? 　　Bukan apa-apa 　　Kami bukan apa-apa 　　Hanya terlupakan di sudut dunia 　　Cintai! 　　Hanya bisa memohon pada Langit 　　Tak peduli zaman mana 　　Mengapa menyakiti? 　　Manusia bisa dibeli sembarangan 　　Bisa dijual sembarangan 　　…… 　　…… 　　Angin terus berhembus kencang 　　Belas kasih di matamu 　　Kutatap pasanganku 　　Seperti memandang yang lebih tercinta 　　…… 　　…… 　　Angin takkan berhenti berhembus 　　…… 　　…… 　　Kubaca mata merenung 　　Tak tahan lagi menangis keras 　　Pertama kali kurasakan 　　Ketidakberdayaanku 　　…… 　　…… 　　Siapa yang bisa melihat jelas? 　　Siapa yang sanggup melihat terang? 　　Pada perasaan berharga antar manusia 　　Cintai! 　　Belajar mencintai sesama 　　Belajar menghargai orang lain 　　Tak peduli pengaruhnya 　　Tak peduli bahasanya 　　Warnanya 　　…… 　　…… 　　Angin terus berhembus kencang 　　Tapi tak bisa menghembus luka 　　Aku menatap pasanganku 　　Kesakitan hati pada yang lebih kami cintai 　　Tinggalkan sebuah lentera angin 　　Seolah melihat dirimu 　　Mengalirkan air mata 　　Angin takkan pernah berhenti berhembus 　　…… 　　…… 　　Dewata, inikah akhir yang kau berikan padaku, akhir yang sesungguhnya? Akan berapa banyak lagi orang yang datang kemudian, mengikuti jejak kami ke sini, untuk sekali lagi memberontak? 　　Kurasakan diriku lelah... Aku akan segera terlelap... Guru leluhur, mengapa... hingga akhir pun kau tak juga muncul? 　　Dalam gemanya suara merdu di hati, kesadaranku perlahan memudar...