Memutus koneksi saraf dan membuka kapsul permainan, Feng Bujue bangkit sambil terengah-engah.
Saat itu tengah hari, sinar matahari terang menyinari luar.
Feng Bujue tinggal di apartemen lantai 13 (paling atas), menyewa sendiri. Orangtuanya - yang mengetahui tak akan muncul dalam buku ini - marah lalu "menerima bento" dan meninggal beberapa tahun silam. Menyisakan protagonis sebatang kara yang menyedihkan, sekaligus menghemat kesulitan penulis membuat dua nama tambahan. Benar-benar "buku dibuka, mereka ke barat", menyimpan jasa dan nama.
Setelah melihat waktu, Feng Bujue menyadari dia baru bermain selama 15 menit. Dalam mode non-tidur, persepsi waktu di Horror Paradise versus pengalaman nyata memiliki rasio 2:1, artinya dia merasakan setengah jam dalam game. Sedangkan dalam mode tidur, kedalaman koneksi saraf yang berbeda memungkinkan rasio waktu mencapai 10:1, sesuai pepatah "tidak ada waktu dalam mimpi" - jika pemain bertahan tidak log out, satu malam bisa menyelesaikan 80 jam konten game. Tentu ini sama dengan bermimpi selama 8 jam berturut-turut yang pasti akan menyebabkan pusing keesokan harinya. Manual kapsul game dengan jelas menyarankan tidak bermain lebih dari 4 jam dalam mode tidur, peringatan yang jelas pernah dibaca dan diingat Feng Bujue...
Keluarnya Feng Bujue dari kapsul game kali ini bukan karena perlu istirahat, tapi karena janji dengan temannya untuk bermain bersama. Hari pertama closed beta dimulai pukul 8 pagi, dan kebetulan temannya sibuk di siang hari. Feng Bujue ingin menunggu, sebelumnya hanya ingin mengenal situasi game tanpa menaikkan level terlalu tinggi yang bisa membuat progres game mereka tidak sinkron.
Ngomong-ngomong, di siang bolong seperti ini, apakah Feng Bujue tidak ada urusan?
Ya, dia memang tidak ada urusan...
Sebelumnya disebutkan dia penulis novel misteri, pasti ada yang bertanya-tanya: jangan-jangan dia penulis besar yang bisa hidup enak tanpa perlu menulis?
Jelas bukan...
Feng Bujue cukup dikenal namun belum terkenal luas. Bukunya bagus, setiap judul bisa terbit, penerbit pun mau bekerja sama dengannya. Dia termasuk tipe novelis yang tidak menghasilkan uang besar tapi juga tidak sampai kelaparan.
Dia memiliki kolom dua halaman di majalah mingguan yang memuat cerita detektif berseri. Setiap bulan dia harus menyerikan naskah untuk edisi bulan berikutnya. Jika kualitas tidak memenuhi, naskah akan dikembalikan dan harus direvisi paling lambat akhir bulan. Honorariumnya dibayar per bulan.
Tapi dengan penghasilan ini saja, di kota S dia hanya bisa bertahan hidup pas-pasan. Karena itu dia juga menulis novel detektif seri panjang - buku fisik yang dicetak dan dijual. Hanya dengan menulis buku seperti inilah Feng Bujue bisa menyimpan sedikit tabungan.
Tapi mengapa dia tidak punya pekerjaan di siang bolong?
Penjelasannya sederhana, dengan kata-kata Feng Bujue sendiri tentang kondisi menulis dan kehidupannya: "Inspirasi melimpah, naskah dikirim tepat waktu, hidangan mewah tersedia; ide mandek, tak bisa menulis sepatah kata pun, hanya bisa makan mie kuah bening." Jelas akhir-akhir ini dia sedang dalam kondisi tidak bisa menulis.
Dia tipe orang yang mudah menyerah pada keadaan. Kalau tidak bisa menulis, memaksakan diri juga tidak ada gunanya. Jadi dia main... Tidak hanya main, dia juga mengklaim ini sebagai "mengumpulkan bahan cerita".
Karena itu, berharap Feng Bujue akan menyerahkan naskah tepat waktu adalah mitos belaka.
Setiap bulan ketika pertengahan bulan tiba, editor majalah datang dengan membawa pedang tunggal, menempuh perjalanan ribuan mil sendirian, menyerbu ke rumah. Sementara nyonya pemilik kosnya, mahir menggunakan senjata Fengchi Liujin Tang, membawa kunci cadangan, langsung membuka pintu dan masuk siap menyerang.
Feng Bujue biasanya sudah bersiap-siap di hari ini, mengasah senjata, menunggu dengan siaga, menggelegarkan genderang perang. Begitu keduanya tiba, dia bertarung 300 babak hingga langit gelap gulita, awan dan angin berubah, meninggalkan delapan karakter besar di langit: "Uang tak ada, naskah sampah segunung".
Baiklah, mungkin tidak seekstrim itu, tapi begitulah kenyamanan hidupnya.
Lalu tentang teman Feng Bujue. Konon burung sejenis terbang berkelompok, manusia berkumpul dengan yang sepadan. Mungkinkah temannya adalah pria tampan kaya raya?
Benar, dia memang pria tampan kaya raya...
Orang ini bernama Wang Tanzhi, teman masa kecil Feng Bujue. Dalam dialek Kota S, mereka disebut "saudara se-celana dalam". Sejak TK, mereka sekelas sampai lulus SMA. Wang Tanzhi masuk fakultas kedokteran, sementara Feng Bujue menjadi pengangguran.
Kedekatan mereka bisa dijelaskan dengan fakta dan hipotesis. Fakta: Mengapa Wang Tanzhi masuk kedokteran? Karena sejak kecil Feng Bujue bercita-cita menjadi Sherlock Holmes yang asistennya Dr. Watson adalah mantan dokter militer...
Hipotesis: Jika Wang Tanzhi perempuan, sifat novel ini akan berubah karena Nona Wang mungkin sudah lama dinodai Feng Bujue.
Mengingat asumsi sebelumnya dan pikiran liar yang mungkin muncul di benak kalian, saya perlu menambahkan: tenang, itu hanya asumsi. Mereka semua laki-laki dan heteroseksual.
Wang Tanzhi berasal dari keluarga kaya. Jumlah pastinya tidak penting, yang jelas dia bisa hidup nyaman seumur hidup tanpa bekerja. Penampilannya cukup tampan, tingginya sedikit di atas Feng Bujue tepat 180 cm, berwatak lembut, baik hati, agak penakut, tidak suka menonjolkan diri, rendah hati dan sabar.
Singkatnya, sosok yang hampir sempurna ini kontras dengan Feng Bujue yang eksentrik. Wang Tanzhi dipuji sebagai pemuda teladan, sementara Feng Bujue sering mendapat julukan: sembrono, sinis, moody, preman berjiwa seniman.
Tapi dunia penuh keajaiban - dua sosok berbeda ini justru bisa menjadi sahabat karib.
Sore itu berlalu cepat. Feng Bujue menghabiskan satu jam lagi untuk mempelajari ulang materi di situs resmi game. Setelah menyelesaikan tutorial pemula, banyak penjelasan yang sekarang lebih jelas.
Sisa waktunya dihabiskan untuk membuat mie kering. Bukan karena sangat suka, tapi dia menghemat uang beli mie instan untuk membeli tepung terigu...
Ini adalah orang yang aneh, dia bahkan menghitung porsi makannya hingga setiap kali makan, mendapatkan angka pasti berapa banyak makanan yang dibutuhkan agar tidak mati kelaparan, lalu menghabiskan semua tabungan di bank (yang memang tidak banyak) untuk membeli kapsul game, sisa uangnya digunakan untuk membeli tepung, bayar listrik-air dll...
Bilang dia hemat, tapi dia bisa menghabiskan uang hampir di batas kemampuannya untuk membeli barang mewah (kapsul game model baru sangat mahal). Bilang dia boros, tapi dia tidak pernah membiarkan dirinya sampai tidak bisa makan.
……
Tak terasa hari sudah sore, Feng Bujue menyantap semangkuk mie kuah bening sebagai makan malamnya.
Wang Tanzhi menelepon, mengatakan dia sudah login ke game, baru saja menyelesaikan tutorial pemula, ketakutan setengah mati sampai berkeringat dingin, logout untuk menelepon sekaligus menenangkan diri.
Feng Bujue dalam hati: Aku benar-benar iri padamu, keringat dingin? Sudah berbulan-bulan aku tidak merasakannya.
Setelah bertukar beberapa kalimat dan saling memberitahu nickname dalam game, mereka bersiap untuk login dan mulai bermain.
