Karena Feng Bujue tak mengejar Xiaoming, anak itu akhirnya melambat setelah berlari beberapa saat. Beberapa detik kemudian ia berhenti dan menoleh ke kejauhan. Dari jarak jauh terlihat Feng Bujue sudah menyusul Tuan Jimbo. Padahal dikira Tuan Jimbo akan langsung dikalahkan, tapi ternyata tak ada pertarungan terjadi.
Dua menit kemudian, kedua orang itu malah berjalan berdampingan kembali, Tuan Atobe juga melambaikan tangannya ke Xiao Ming, seolah menandakan bahwa dia tidak apa-apa.
Tak lama kemudian, ketiganya kembali ke jalan depan toko senjata, Feng Bujue mematikan sistem audio dan menjelaskan situasi di sini: "Jadi... setelah beberapa percobaan, pada dasarnya saya sudah menguasai beberapa karakteristik utama zombie serigala darah ini.
Meskipun suara dalam CG pembuka sudah menyebutkan beberapa hal, tapi lebih baik saya jelaskan secara detail berdasarkan situasi aktual.
Pertama, mereka sangat tidak nyaman dengan bau bawang putih, seperti reaksi kita saat mencium gas air mata. Bawang putih mentah efeknya biasa saja, tapi bau mulut setelah mengunyahnya sangat efektif."
"Kak, tadi saya ingin bertanya, dengan kondisi berlumuran darah seperti ini... tidak takut tertular?" Xiao Ming menatap darah di sekujur tubuh Feng Bujue dan dua untaian bawang putih yang sudah merah di dadanya.
"Feng Bujue menunjuk wajahnya sendiri yang masih terlihat bersih: 'Hati-hati jangan sampai cairan monster masuk ke mata atau mulut.' Dia lalu menunjuk bajunya: 'Soal ini...kelihatannya parah, tapi bukan semuanya darah monster. Pas menuangkan kantong-kantong plasma ke ember tadi, banyak yang nempel di badan.' Dia mengeluarkan kantong plastik berisi bawang putih segar dari tas: 'Dua untaian di badan ini pertahanan terakhir dari gigitan. Bawang putih untuk dimakan disimpan di tas. Kalian juga ambil kantong dan bagi-bagi. Selama mengunyah siung bawang putih saat bertarung, monster itu sulit melawan.'"
"Hmm...aku ambil satu saja. Satu bawang bisa dibagi 6-7 siung. Kalau kurang nanti minta lagi," jawab Xiao Ming.
Tuan Atobe menjawab tegas: "Aku tidak perlu, terima kasih."
"Tampaknya kalian berdua tidak suka bau bawang," kata Feng Bujue dengan nada bijak. "Tahukah kalian, bawang putih untuk mie kering kuah bening itu seperti efek mengubah batu menjadi emas?"
"Tidak tahu," jawab mereka serempak.
"Ha..." Feng Bujue membuat ekspresi jorok sengaja menghembuskan napas bau ke wajah mereka.
"Kami bukan monster! Ngapain sih?!"
Feng Bujue segera berubah serius: "Baiklah, mari lanjutkan membahas ciri-ciri zombie serigala darah."
"Lompatan topikmu terlalu cepat..."
“Sinar matahari akan membuat mereka melambat.” Feng Bujue melanjutkan penjelasannya: "Gerakan mereka lambat seperti transformasi magical girl. Saat dia selesai melepas... oh tidak, maksudku saat mereka menyerang, aku bahkan bisa menghafal dua set pembicaraan berirama."
"Pengetahuan Anda cukup luas ya..."
Feng Bujue kembali menunjuk ke mayat-mayat di jalan dengan pandangannya: "Meski memenggal kepala bisa membuat tubuh mereka tak bisa bergerak, tapi kepala mereka tetap hidup. Setelah kutes, hanya dengan menghancurkan otak belakang atau menembak sebagian besar otak dengan senjata api, baru bisa membunuh mereka sepenuhnya."
Sambil berkata demikian, dia mengeluarkan senapan patahan dari tasnya, memandangi senjata itu dengan tatapan kagum: "Winchester yang kutemukan di toko senjata ini cukup efektif. Dalam jarak dekat, meski tidak kena kepala, ledakan di bagian tubuh lain akan membuat lubang besar, jauh lebih kuat dari pistol."
"Betul, toko senjata!" Tuan Atobe membelalakkan matanya: "Hampir saja lupa, ayo kita rampasi perlengkapan dulu!"
Dia memberi salam ke Feng Bujue, lalu bersama Xiaoming bergegas masuk ke toko senjata. Keduanya termasuk pemain yang sangat kekurangan peralatan, sampai sekarang belum melihat perlengkapan berkualitas sama sekali. Bagi mereka, upgrade senjata dingin ke persenjataan modern saja sudah merupakan terobosan besar. Pemain level rendah seperti Feng Bujue yang sudah membawa empat perlengkapan berkualitas, salah satunya bahkan disimpan di tas karena belum bisa dipakai, benar-benar di luar bayangan orang lain.
Kaede no bocchan dan Xiao Ming berlari masuk ke toko senjata, namun melihat pemandangan berantakan. Rak-rak di dinding hampir semuanya kosong, banyak bagian senjata berserakan di lantai dan lemari, pintu di belakang konter juga terlihat telah dijarah habis-habisan.
Feng Bujue yang mengikuti dari belakang berkata dengan nada datarnya: "Secara setting, setelah virus menyebar di kota, toko senjata pasti akan dijarah kosong. Dari segi kesulitan game, sepertinya kita juga tidak boleh diberi terlalu banyak pilihan senjata."
Kaede no bocchan seolah tidak mendengar perkataan Feng Bujue. Dengan wajah bersemangat, ia mengambil dua pistol dari lantai dan memasukkannya ke tas, lalu mengangkat senjata TMP sambil tertawa: "Ini baru keberuntungan!"
Xiao Ming melempar tongkat bisbol dan pipa besi berkarat dari tasnya, mengambil dua pistol dan menyimpannya, lalu menggendong senjata UMP45. Ekspresinya jelas menunjukkan kegembiraan...
Keduanya yang baru mendapatkan beberapa senjata api kualitas biasa ini bertingkah seperti pengemis yang tiba-tiba kaya. Sejujurnya, terlihat cukup memalukan. Dibandingkan dengan pemain profesional sejati, duo Ice Emperor ini masih bisa dibilang pemain pseudo-profesional kelas rendah, mental dan skill mereka masih sangat amatir.
Setelah diingatkan oleh Feng Bujue, barulah mereka tersadar akan hal penting. Dengan canggung mereka mengeluarkan pistol dari tas, memeriksa kaliber, lalu mencari dan mengambil peluru yang sesuai...
Ketika ketiga orang kembali ke jalan, empat atau lima zombi serigala darah telah tertarik ke sini. Feng Bujue menyarankan mereka menggunakan monster ini sebagai target latihan untuk berlatih menembak dan mengenal senjata api. Kedua orang itu panik dan kebingungan, baru setelah lama akhirnya mengerti cara menembak. Setelah berhasil menembak, mereka sadar bahwa dalam jarak 10 meter tidak mungkin mengenai target, peluru pun terbang entah ke mana. Tapi ketika jarak dipersingkat menjadi sekitar 5 meter dengan posisi stabil, tingkat keberhasilannya jauh lebih tinggi.
Setelah mengatasi monster-monster itu, Feng Bujue berkata: "Tadi saya sudah sampai mana ya... Oh iya, ciri berikutnya adalah..." Dia berhenti sejenak, merapikan pikirannya: "Dahaga akan darah pada vampir juga tercermin pada zombi serigala darah ini. Mereka akan tertarik pada bau darah, tentu saja darah manusia normal yang belum terinfeksi virus. Dalam hal ini... saya perkirakan mereka menggunakan indra penciuman untuk membedakannya.
Indra penciuman zombi serigala darah ini jelas tidak sebaik manusia serigala murni, tapi jelas lebih kuat daripada zombi biasa. Orang hidup seperti saya jika muncul dalam radius 50 meter, mereka bisa mendeteksi tanpa perlu penglihatan. Sedangkan darah manusia normal yang terpapar udara bisa tercium dari jarak hampir 1 kilometer, dan memiliki daya tarik yang sangat kuat."
“Tidak mungkin? Di seluruh kota ini penuh TKP pembunuhan, mereka bisa membedakan bau satu tong darah manusia yang tercampur ini?” Tuan Atobe menatap tong berisi darah itu bertanya.
“Itu normal. Salah satu tanda penciuman tajam adalah kemampuan memisahkan aroma, contohnya anjing pelacak darah yang bisa menganalisis komposisi bau di tingkat molekuler,” jawab Feng Bujue. “Seperti saat kau mencium tai, paling tahu baunya busuk. Tapi makhluk berpenciuman tajam bisa tahu apa yang dimakan si pembuang tadi kemarin.”
“Yang ingin kuketahui sekarang kenapa ucapanmu yang vulgar ini tidak disensor...” gumam Tuan Atobe.
“Ini membuktikan dalam konteks normal, kata 'tai' tidak dianggap vulgar oleh Sistem. Ini sekadar kata benda,” jelas Feng Bujue sambil wajahnya muram. “Menurut prediksiku, dalam game ini benda itu mungkin akan menjadi topik yang harus dibahas dalam situasi tertentu.”
“Aku tak mau dengar... tak mau dengar...” Tuan Atobe segera menutup telinga dan terus bergumam cepat.
Feng Bujue mengangkat bahu, menghentikan topik menjijikkan itu. “Karena sudah bertemu kalian, lebih mudah. Waktu dalam Quest ini sekarang jam 2:30 sore. Jadikan area ini sebagai markas, sebisa mungkin kalahkan monster. Toko senjata ada di sebelah, meski senjatanya tinggal sedikit, setidaknya pelurunya cukup.”
“Aku akan segera mencari orang lain dan membawa mereka ke sini.” Dia menengadah melihat langit: “Entah ketemu atau tidak, aku pasti pulang sebelum matahari terbenam.” Tiba-tiba dia teringat sesuatu: “Oh, iya, suara juga bisa memancing monster. Kalian bisa nyalakan lagi speakernya setelah aku pergi.”
“Tunggu!” Xiao Ming menyela: “Sejak tadi aku ingin bertanya, di sini...” Matanya berpindah dari tong es, kantong darah kosong, speaker, dan lain-lain, “Bagaimana caramu mengatur semua ini sendirian?”
“Proses kira-kira begini... Sebelum ke toko senjata, aku mampir dulu ke rumah sakit dua blok jauhnya. Waktu itu berniat mencari item seperti obat atau perlengkapan medis, tapi tanpa sengaja menemukan fakta bahwa darah manusia bisa memancing monster. Tak lama setelah menggeledah rumah sakit, aku sampai di sini dan memutuskan menjadikannya basis sementara. Lalu aku mengambil kereta dorong dari supermarket dekat sini, meluncur kembali ke rumah sakit, menerobos masuk, menemukan bank darah, membobol pintu, mengambil puluhan kantong darah dari lemari pendingin, lalu mengangkutnya dengan kereta dorong.
Setelah itu, aku mengeluarkan tong es dari toko seberang dan mengisinya dengan darah. Sound system juga kudapatkan saat jeda membunuh monster di toko seberang. Pertama, karena suara juga bisa memancing monster. Kedua, karena frekuensi kedatangan monster tidak terlalu tinggi, menunggu saja membosankan...”
Feng Bujue berbicara cepat: "Intinya, kalian bisa tenang berburu monster di sini. Quest ini tidak membatasi waktu ketat, jadi kita harus manfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan Level Spesialisasi sebanyak mungkin sekaligus mengumpulkan poin keterampilan."
Setelah memberikan penjelasan, dia mengibaskan lengan bajunya dan berbalik pergi. Dua "pemain profesional" itu hanya bisa terdiam menyaksikan sosoknya menjauh.
