【Update Kemajuan Misi Utama】
【Jelajahi SMA Ye Jie, hapus tujuh fenomena supranatural, progres saat ini 1/7】
Mendengar notifikasi sistem berbunyi, Siyu pun menghela napas lega. Keberaniannya jauh melebihi orang biasa, mungkin lebih berani daripada pemain seperti Long Ge. Karena itu saat melihat kliping koran yang mengerikan itu, reaksinya tidak terlalu besar.
Namun, dia tetap tidak bisa menahan kekhawatirannya... Karena pada panggilan sebelumnya, Feng Bujue dengan jelas mengatakan telah menemukan sumur itu dan sedang mempersiapkan penanganan. Siyu yang mengetahui sebagian informasi dari kliping koran, dikombinasikan dengan lagu yang pernah didengarnya, secara alami menyimpulkan "jangan melihat ke dalam sumur". Namun dia tidak bisa memberi tahu Feng Bujue sebelum panggilan berikutnya. Perasaan ingin membantu tapi tak berdaya ini benar-benar menyiksa.
Sistem memang menginginkan efek seperti ini. Mungkin kekhawatiran mereka berdua satu sama lain berlebihan, namun kekhawatiran ini pasti akan menjadi beban bagi diri mereka sendiri. Kegelisahan dan ketakutan sama-sama bisa membuat orang melakukan kesalahan.
Mendengar prompt tersebut, Siyu merasa sedikit lega. Dia melihat waktu di ponsel—kurang dua menit lagi menuju 25:00. Pencarian di lantai satu bangunan utama sudah selesai, jadi dia berhenti sejenak, berencana melanjutkan ke lantai dua setelah panggilan ini.
Tiba-tiba dia mendengar prompt sistem: 【Dalam Quest ini, jika Anda berlama-lama di area yang sudah dijelajahi tanpa mencoba tindakan apapun untuk memajukan alur permainan, akan dianggap sebagai "permainan pasif". Garis Dasar Nilai Ketakutan akan meningkat seiring waktu】
Siyu menghela napas pasrah. Dengan ponsel di satu tangan dan lentera di tangan lain, dia berjalan menyusuri koridor.
Konsep "Permainan Pasif" yang diingatkan sistem tadi, tidak ada saat uji tertutup, baru diperkenalkan saat uji terbuka. Ambil contoh quest saat ini, misalnya jika yang berada dalam quest bukan Jue Ge dan Siyu, melainkan dua pemain yang tidak saling kenal. Salah satunya penakut dan berkarakter buruk, dia langsung bersembunyi di tempat yang dianggap aman sejak quest dimulai, setiap kali komunikasi dilakukan tepat waktu, tidak pernah menjadi pihak yang bertanggung jawab, sementara rekannya harus bertarung nyawa-nyawa di kampus, menyelesaikan berbagai peristiwa, bahkan mungkin menjadi target pengejaran karena alasan komunikasi. Bisa juga, kedua pemain adalah tipe seperti ini, masing-masing bersembunyi dan terus-menerus berkomunikasi...
Ini hanya contoh. Di quest lain, mungkin ada pemain yang bertahan hidup dengan "tidak bertindak". Untuk mencegah situasi serupa, sistem menambahkan konsep "Permainan Pasif" saat uji terbuka. Jika pemain terdeteksi dalam status permainan pasif, terlepas dari ada tidaknya rasa takut, garis dasar Nilai Ketakutan akan perlahan naik. Semakin lama bermain pasif, batas bawah Nilai Ketakutan akan semakin tinggi, mencapai 100% akan dipaksa offline. Hanya dengan berani kembali aktif ke permainan, efek ini bisa dihilangkan secara bertahap.
Tentu saja, pengaturan ini tidak ada di setiap quest. Beberapa quest seperti permainan Jigsaw yang pernah dialami Feng Bujue, kota terisolasi yang dikendalikan Samodiel, kesulitan dan penyelesaiannya sangat terkait waktu. Menunda-nunda biasanya akan berbahaya atau langsung menyebabkan kematian.
Dua menit berlalu dengan cepat, waktu panggilan habis. Siyu tepat sampai di mulut tangga. Sambil naik, dia menekan tombol panggilan cepat di ponselnya.
"Satu dua tiga empat..." Siyu menghitung jumlah anak tangga dalam hati sambil menempelkan ponsel ke telinganya.
Du——du——
Setelah dua kali bunyi, Feng Bujue mengangkat telepon: "Aku baik-baik saja, kamu tidak apa-apa?" Ini kalimat pertamanya, langsung menjawab pertanyaan yang mungkin ditanyakan lawan bicara, lalu bertanya balik.
"Semua normal, aku sedang di tangga menuju lantai dua." Saat mengucapkan ini, Siyu sudah menyelesaikan bagian tangga pertama. Berbelok 180 derajat ke kiri, di depannya ada bagian tangga kedua yang mengarah ke koridor lantai dua: "Aku baru menyelesaikan 12 anak tangga pertama." Dia melanjutkan langkahnya: "Kamu tidak perlu menjelaskan isi nyanyian itu, aku sudah paham. Petunjuknya cukup jelas."
Feng Bujue tertegun sejenak, lalu terkekeh: "Heh... Kalau kamu sudah bilang begitu, lalu kita harus membicarakan apa saat menelepon nanti?"
"Cukup saling melaporkan perkembangan misi." Siyu menjawab singkat, lalu menambahkan: "Jangan tanya apakah baik-baik saja atau ada luka. Pertanyaan itu tidak berguna, jawabannya pun tidak bisa membantu, hanya akan menambah kekhawatiran."
Feng Bujue sangat setuju dengan saran Siyu ini. Tapi kalimat semacam ini sulit diucapkan Feng Bujue sendiri, apalagi jika dia yang mengajukan duluan. Sebagai pria, ucapannya akan terdengar dingin, acuh tak acuh, kejam... Tapi ketika keluar dari Siyu dengan sikap masa bodohnya, semuanya terasa wajar tanpa kecanggungan...
“Wah... Kamu benar-benar pengertian, sebenarnya aku juga berpikir begitu!” Feng Bujue segera melaporkan progresnya dengan cepat: “Ngomong-ngomong, aku sudah sampai di gedung sudut barat laut, ruang musik sepertinya ada di sini, aku mau periksa.”
“Tiga belas...” Siyu tiba-tiba berkata: “Anak tangga kedua menuju lantai dua di sini... ada tiga belas tingkat.”
Feng Bujue belum sempat bicara, waktu telepon sudah habis. Sambungan terputus disusul nada sibuk.
“Halo? Halo!” Feng Bujue berteriak dua kali, akhirnya terpaksa menutup telepon sambil bergumam: “Hmm... hasilnya tetap membuat penasaran.”
Saat itu, dia juga sudah sampai di depan ruang musik.
Setelah membuka pintu dan masuk, Feng Bujue langsung menyorotkan senter ke seluruh ruangan. Deretan kursi di bawah tidak terlihat aneh, dinding-dinding juga tidak ada cap tangan berdarah atau simbol hantu. Satu-satunya yang mencolok adalah piano di tengah ruangan.
Feng Bujue bergumam pelan: “SoFaRe, LaSoRe...” Dia menarik napas dalam: “Apa aku harus menekan tutsnya? Jangan-jangan setelah ditekan akan mengaktifkan mekanisme tertentu, lalu ada sesuatu jatuh dari lemari?” Dia segera menengok ke lemari kaca berisi partitur dan bahan ajar di pinggir dinding, tapi jelas tidak ada apapun di atasnya.
“Hmm... Kalau memang ada sesuatu di sana, cukup naik ke bangku piano saja untuk meraihnya.” Feng Bujue berkata sambil termenung.
"Pandangan Feng Bujue perlahan beralih ke patung Beethoven di lemari pendek sudut. Ini adalah patung gipsum putih biasa yang menggambarkan kepala dan dada Beethoven dengan skala mendekati 1:1."
Feng Bujue mendekat, menyorotkan senter ke patung sambil berkata, "Kak Fen, bagaimana pendapatmu?"
Jelas dia tidak mengharapkan jawaban dari patung. Sambil bicara, dia meletakkan ponsel dan senter di lemari sebelah kanan, lalu mencoba menggeser patung tersebut. Ternyata beratnya normal, tidak ada tombol tersembunyi di bawahnya. Rupanya ini hanyalah dekorasi biasa.
"Kak Fen, kita sama-sama seniman. Jangan tidak memberi muka dong." Feng Bujue bergurau sendirian sambil mengambil kembali ponsel dan senternya.
Akhirnya dia mendekati piano. Meski tahu ini akan memicu FLAG buruk, dia harus nekat melanjutkan. Jarinya menekan tuts-tuts sesuai nada dari nyanyian itu satu per satu...
