Feng Bujue jelas meremehkan kemampuan hantu ini. Karena dia sudah melanggar petunjuk "jangan melihat ke cermin", bagaimana mungkin musuh di hadapannya bisa dikalahkan dengan mudah.
Monster itu bereaksi sangat cepat, langsung menangkap pergelangan tangan Feng Bujue yang mengayunkan kunci pipa. Cakar berdarah itu mengencangkan cengkeramannya, membuat Feng Bujue langsung merasakan tulang lengan kanannya hampir patah. Jika bukan karena daya tahannya yang kuat, mungkin senjatanya sudah terjatuh.
Lengan lain bayangan darah itu mencekik leher Feng Bujue. Terpaksa dia melempar ponsel dan senter di tangan kirinya, lalu mencengkeram pergelangan tangan bayangan itu dengan erat. Meski begitu, napasnya mulai terengah-engah.
Ponsel dan senter yang jatuh ke lantai langsung ditelan genangan darah. Satu-satunya sumber cahaya di toilet sekarang berasal dari lentera di bilik paling dalam.
Siyu berhenti bersembunyi. Dengan satu tangan menutupi lukanya dan tangan lain menyeret pedang, dia mendekati bayangan darah dari belakang. Meski lukanya belum pulih dan bergerak akan memperparah perdarahan, nilai kelangsungan hidupnya sudah pulih sebagian setelah jeda belasan menit. Jika tidak segera membantu, Feng Bujue pasti binasa.
Siyu mengayunkan pedang panjangnya, menebas leher bayangan darah secara horizontal.
Mungkin karena bola mata di belakang kepala monster ini tertutup rambut hitam, atau mungkin karena Feng Bujue telah melihat cermin dan menarik perhatiannya, monster itu mengabaikan serangan dari belakang ini. Kepalanya terpenggal oleh satu tebasan pedang... Saat leher yang terbuat dari darah itu terputus, bola-bola mata di kepala-kepala kecil itu berhamburan seperti balok kayu yang dirobohkan, seolah kekuatan yang menyatukannya lenyap.
Tapi ini hanya ilusi sementara. Kaki Feng Bujue masih terkunci mati. Bola-bola mata yang berguling di lantai itu, setelah terkontaminasi darah segar, mulai bergerak-gerak dan perlahan menyatu kembali...
Feng Bujue dan Siyu hanya terpisah sejarak dekat, tapi tak bisa mengucap sepatah kata pun. Setelah menebaskan pedangnya, luka di pinggang Siyu kembali terbuka. Ekspresi kesakitannya yang menekan erat bagian yang terluka, dan darah yang merembes dari sela jarinya mengatakan segalanya.
Feng Bujue yang datang untuk menyelamatkan sang gadis malah diselamatkan lagi oleh Siyu. Tindakannya telah memicu pengejaran hantu. Jika tidak segera melakukan sesuatu untuk membebaskan mereka dari situasi berbahaya ini, yang menanti berikutnya pastilah dihabisi bersama.
Dalam kondisi ini, kilatan ide muncul di benak Feng Bujue. Ia memutar kepala lagi menghadap cermin di atas wastafel. Saat ini, karena sumber cahaya berada di sudut berlawanan toilet, area cermin dekat pintu itu gelap gulita.
Feng Bujue mengambil pistol dari tasnya, dengan tegas membidik ke arah sana dan melepaskan tiga tembakan berturut-turut. Semburan api dari laras pistol menerangi pandangannya sebentar tiga kali. Namun cermin itu, meski terkena tiga peluru, tidak pecah hanya mengeluarkan dengung rendah "pong, pong, pong".
Cermin ini jelas bukan antipeluru, melainkan wujud arwah penasaran yang melekat. Karena itulah tidak bisa dihancurkan. Meski peluru Feng Bujue gagal memecahkan cermin, genangan darah di seluruh lantai toilet terpengaruh. Darah ini ibarat air dalam tong - ketika tong dipukul, air di dalamnya akan bergetar.
Genangan darah yang menjerat pergelangan kaki Feng Bujue terdispersi oleh getaran, memulihkan mobilitasnya. Tanpa basa-basi, dia mengeluarkan tongkat bisbol dan menghantam cermin itu berulang kali. Saat serangan terjadi, seluruh toilet bergetar seolah ada klub malam di lantai atas. Bayangan darah tanpa kepala yang semula berdiri tegak dan kepala mata yang sedang berkumpul di lantai tercerai-berai, tak lagi bisa mempertahankan bentuk aslinya.
Feng Bujue mengayunkan tongkat dengan kekuatan luar biasa dan frekuensi tinggi. Hanya dalam puluhan detik, lengannya sudah pegal dan bengkak. Andai ini bukan tongkat logam melainkan kayu, pasti sudah patah.
Akhirnya, terdengar suara PING PANG dan gemerisik... Saat cermin itu hancur berkeping-keping, roh jahat melakukan serangan balasan terakhir. Dari pecahan kaca muncul sosok hantu wanita berambut kusut bermandikan darah, dengan rongga mata kosong yang sudah dicungkil. Namun wujud ini masih belum semenyeramkan perwujudan sebelumnya yang bertubuhkan darah dan bermata kepala manusia.
Feng Bujue yang terjatuh secara tiba-tiba berada dalam posisi pasif. Sebelum sempat mengeluarkan kunci pipa, roh dendam itu sudah menyambarnya dengan gigitan tajam.
Beruntung Siyu kembali menyambar dengan pedangnya, memenggal kepala hantu itu dengan presisi sempurna. Kali ini, kepala itu terpotong menjadi dua bagian dan menggelinding jatuh, menghilangkan semua ilusi. Namun Siyu pun akhirnya terjatuh berlutut, genangan darah segar di lukanya menjadi pertanda bahwa tenaganya sudah habis.
【Pembaruan Progres Misi Utama】
【Jelajahi SMA Ye Jie, hancurkan tujuh fenomena supranatural (Progres saat ini 5/7)】
Meski notifikasi sistem sudah berbunyi, sama sekali tidak ada waktu bagi mereka berdua untuk bernapas. Kematian hantu ini telah memecahkan segel tertentu. Dari balik pintu koridor, mulai terdengar gemerisik dan bayangan-bayangan samar yang mendekat dalam jumlah besar.
Tanpa bisa berkomunikasi verbal, Feng Bujue segera memburu ke depan. Ia membantu Siyu berdiri, membawanya ke ruang terpisah terakhir, menyuruhnya mengambil lentera lalu memberi isyarat sederhana. Siyu langsung paham maksudnya dan menyerahkan lentera itu ke tangan Feng Bujue.
Setelah kepemilikan barang berpindah tangan, Feng Bujue membiarkan lengan kiri Siyu melingkari lehernya, satu tangan menopang pinggangnya sementara tangan lain membawa lentera, membimbing Siyu keluar dari toilet.
Karena ponsel dan senter Feng Bujue telah menghilang, ponsel Siyu menjadi tidak berguna. Mengingat mereka mungkin tidak akan berpisah hingga misi selesai, Siyu pun membuang ponselnya.
Begitu tiba di koridor, pemandangan yang terlihat cukup mengkhawatirkan. Di sebelah kanan, banyak benda bulat melayang di koridor gelap yang perlahan mendekat, dengan benang tipis seperti tali tergantung di bawahnya.
"Sial! Balon Kepala Manusia!" Feng Bujue pernah membaca komik dengan judul sama yang berakhir tragis. Mengingat alur ceritanya saja sudah membuat depresi.
Ia segera membimbing Siyu lari ke arah sebaliknya, sayangnya di sana tidak ada tangga...
Tentu Feng Bujue sudah tahu. Denah lantai satu telah terpatri di ingatannya. Pilihan ini terpaksa diambil karena jika mendekati "Balon Kepala Manusia", mereka akan tercekik dalam 10 detik.
Sampai di ujung jendela koridor, Feng Bujue membuka jendela lalu memberi isyarat mata agar Siyu menyimpan pedang ke tas. Ajaibnya, Siyu lagi-lagi memahaminya...
Saat itu dari ujung lain sudut koridor, beberapa mayat tanpa kepala mendekat. Ada yang meraba-raba dinding, ada yang merangkak di lantai, perlahan menyergap.
Keduanya sudah terkepung. Satu-satunya jalan keluar adalah melompat dari jendela. Feng Bujue menyimpan lentera ke dalam tasnya, lalu menganggukkan kepala ke arah Siyu seolah memberi tanda akan memimpin jalan.
Tanpa ragu ia melompat. Lagipula ini cuma lantai dua. Level Feng Bujue di game adalah 13. Meski Taman Horor tidak menampilkan statistik numerik, peningkatan Level pasti membuat kemampuan fisik pemain bertambah. Jika Level 1 setara orang biasa, Level 30+ bisa seperti parkour di The Matrix, maka untuk pemain Level 13 rata-rata, lompat dari lantai dua bukan masalah.
Feng Bujue terkejut saat mendarat. Dugaan awalnya bakal ada keseleo atau cedera punggung, tapi saat di udara tubuhnya terasa ringan. Guncangan saat mendarat pun tak sebesar saat membentur pintu sebelumnya. Nilai kelangsungan hidupnya bahkan lebih banyak berkurang saat menabrak pintu tadi.
Setelah berdiri tegak, dia segera menepuk tangan beberapa kali untuk membuat suara, lalu membuka kedua lengannya dan menengadah ke atas, bersiap menangkap Siyu yang akan melompat turun. Cahaya bulan di luar cukup terang, Feng Bujue telah mengamati sekeliling saat berdiri dan melihat belum ada hantu yang mendekati area gedung sekolah. Rencananya setelah menangkap Siyu, dia akan langsung membawanya lari ke kantin. Berdasarkan pertarungan sengit di toilet tadi, Feng Bujue memperkirakan... selama berada di dalam ruang tempat kejadian supranatural, teror hantu akan terhalang sementara. Tapi begitu peristiwa itu berakhir, pengejaran akan segera menyusul. Karena itu mulai saat ini, mereka tidak boleh berhenti.
Siyu tidak terlalu banyak berpikir. Dengan bantuan cahaya bulan, dia memperkirakan posisi Feng Bujue lalu melompat ke pelukannya. Jika kondisinya fit, mungkin dia bisa melompat dari lantai tiga dan mendarat sendiri tanpa bantuan. Tapi dalam keadaan luka parah ini, dia harus mengandalkan bantuan rekan setimnya.
Feng Bujue berhasil menangkap Siyu. Mereka saling memandang dalam diam. Keduanya merasakan keanehan dalam situasi ini, untungnya larangan berbicara saat ini sedikit meredakan rasa canggung.
Dalam posisi menggendong ala putri ini, Feng Bujue sama sekali tidak menurunkan Siyu. Dia langsung berlari sekencang-kencangnya. Pilihan ini memang lebih efisien - jika harus menyangga Siyu sambil berjalan, justru akan lebih lambat. Dengan cara ini mereka juga bisa mendapatkan bonus dari Tari Jazz, meski Feng Bujue harus mengeluarkan lebih banyak Poin Stamina.
Selain itu, ini juga menghemat waktu untuk melakukan isyarat tangan yang tidak jelas. Feng Bujue langsung membawa Siyu ke kantin.
Setelah masuk ke kantin, Feng Bujue baru meletakkan Siyu di bangku panjang. Ia mengambil lentera dan menaruhnya di meja, lalu cepat-cepat berbalik untuk mengunci pintu utama. Dengan tongkat bisbol di tangan, menyangkutkannya di belakang kedua pintu sebagai palang sementara.
Setelah selesai, ia duduk berhadapan dengan Siyu sambil menghela napas panjang. Menunjuk dirinya sendiri, membuat gerakan tangan: empat, tiga. Kemudian menunjuk Siyu dengan tatapan bertanya.
Siyu membuka menu untuk memeriksa statusnya. Lukanya masih berdarah, nilai kelangsungan hidup hanya tersisa 12%. Jika tidak tetap diam, mungkin akan terus berkurang.
Ia membuat isyarat satu dan dua dengan tangan. Melihat ke bawah ke lukanya, lalu menatap kembali ke arah Feng Bujue sambil menggelengkan kepala.
Feng Bujue menarik napas dalam-dalam dengan ekspresi cemas. Dalam situasi ini, ia hanya bisa berharap dua kalimat terakhir syair bisa diselesaikan seperti di ruang musik - tanpa pertarungan.
BANG BANG BANG——
Pintu kantin tiba-tiba mendapat hantaman. Jerit mengerikan bergema dari luar. Bayangan hantu yang menyeramkan terlihat di semua jendela. Tak lama kemudian, suara kaca pecah bergemuruh. Hantu pemburu ini benar-benar tak kenal ampun, tak memberi waktu satu menit pun untuk bernapas kepada pemain.
