Realitas yang disebut-sebut mungkin hanyalah kekosongan tak tergenggam yang dilukiskan oleh orang lain.
……
【Feng Bujue, Level 15】
【Silakan pilih mode permainan yang ingin Anda ikuti.】
【Anda memilih Mode Bertahan Hidup Solo (Mimpi Buruk), harap konfirmasi.】
【Terkonfirmasi, generasi skenario sedang berlangsung……】
【Proses loading dimulai, harap menunggu.】
"Selamat datang di Taman Horor." Sebuah suara perempuan muda terdengar di telinga.
Karena mode 1V1 sebelumnya tidak menghabiskan banyak waktu, quest survival tim Xiao Tan dan yang lain jelas belum selesai, jadi Feng Bujue langsung mengantri mode baru yang baru terbuka di level 15, yaitu mode survival solo dengan kesulitan "Mimpi Buruk".
【Loading telah selesai, saat ini Anda sedang berada dalam Mode Bertahan Hidup Solo (Mimpi Buruk).】
【Mode ini menyediakan deskripsi quest, dengan kemungkinan munculnya misi sampingan/tersembunyi dan worldview khusus.】
【Hadiah penyelesaian quest: Mengambil dua Kartu Puzzle secara acak.】
【Segera akan memutar deskripsi quest, setelah selesai game akan segera dimulai.】
Di hadapan Feng Bujue, muncul sebuah jalanan yang sangat normal. Di kedua sisi jalan berdinding rumah penduduk. Langit yang kelabu, tak terlihat gedung tinggi saat memandang ke sekeliling. Gedung yang lebih tinggi hanya sekitar enam atau tujuh lantai. Tampaknya ini adalah sebuah kota kecil.
Perlu disebutkan, adegan pembuka CG ini sepenuhnya berwarna hitam-putih.
Suara sistem kemudian terdengar: 【Ini adalah sore yang biasa, Anda sedang dalam perjalanan pulang ke rumah.】
【Kota tempat tinggalmu baru-baru ini dilanda topan, alamat lamamu mengalami kerusakan parah, hampir semua rumah di sekitarnya roboh.】
【Meskipun kamu selamat tanpa cedera, kamu harus mencari tempat tinggal baru.】
【Kamu sementara ditempatkan di rumah kosong di kota tersebut, tepatnya di rumah panjang tua di Sanchōme.】
【Menurut legenda, tempat itu sering dihantui arwah, sehingga tidak ada yang berani mendekat. Namun setelah topan, kamu dan dua keluarga korban lainnya terpaksa pindah ke sana, menjadi tetangga.】
Sinopsis quest berakhir di sini. Feng Bujue sudah bisa bergerak bebas, dan hampir bersamaan ia mendengar notifikasi suara sistem 【Misi Utama Telah Diaktifkan】.
Membuka menu permainan, di daftar quest tertera konten misi utama yang sangat sederhana: 【Pulang ke rumah】.
"Hmm... quest hantu ya..." gumam Feng Bujue: "Sepertinya tidak ada batas waktu juga. Tingkat kesulitan 'nightmare' ini tidak semenegangkan saat di 《Saw》 dulu."
Dia mulai memeriksa kantongnya, mencari apakah ada dokumen atau peta sejenisnya. Sambil merogoh, Feng Bujue mengamati lingkungan sekitarnya. Anehnya, setelah CG selesai, dunia ini tetap hitam-putih, seolah dia menjadi buta warna. Selain itu, dia juga mendengar suara gemerisik halus, krek krek, sangat pelan, tidak jelas asalnya. Setiap kali mencoba fokus mendengarkan, suara itu menghilang. Saat tidak diperhatikan, suara itu muncul lagi.
Puluhan detik kemudian, Feng Bujue selesai memeriksa semua kantong. Hanya menemukan seikat kunci di kantong kanan celana, total tiga buah.
【Nama: Tiga Kunci】
【Tipe: Terkait alur cerita】
【Kualitas: Normal】
【Fungsi: Membuka kunci pintu】
【Apakah bisa dibawa keluar Quest: Tidak】
【Keterangan: Bisa digunakan setelah menemukan kunci pintu yang sesuai.】
Feng Bujue mengambil kunci-kunci itu dan mengamatinya. Dari penampilannya, ketiga kunci ini terlihat biasa saja, pola gerigi dan alurnya menunjukkan kunci pintu yang tidak rumit.
"Misalkan satu kunci pintu rumah, dua lainnya untuk apa..." gumam Feng Bujue. "Bentuk tiang lampu jalan dan tempat sampah menunjukkan ini abad ke-20... Kunci mobil zaman itu belum ada yang lipat atau elektronik, mungkin masih model kunci tradisional seperti ini." Dia berjalan ke persimpangan depan, melihat ke kedua arah jalan: "Sekitar sini tidak terlihat ada parkiran. Jadi... sekalipun ada kunci mobil, mobilnya tidak berada di dekat sini."
“Informasi petunjuk sepertinya kurang jelas, apakah aku sebagai pemain yang sedang bermain game, atau sedang memerankan karakter ‘aku’ ini…… Jika yang terakhir, apakah identitas ‘aku’ penting dan akan memengaruhi alur cerita? Apa yang akan terjadi setelah ‘pulang ke rumah’?”
Dengan kondisi saat ini, pertanyaan-pertanyaan itu jelas belum bisa terjawab. Feng Bujue memutuskan untuk mengikuti Misi utama dulu. Lagipula ini tingkat kesulitan Nightmare, meski terlihat tenang, salah langkah sedikit bisa langsung mati. Meski tidak ada batas waktu, berkeliaran sembarangan di kota kecil ini tetap berbahaya.
“Lagipula… meski diberi informasi alamat ‘Rumah Panjang Tua di Sanchome’, tapi di mana Sanchome…?” Tentu saja Feng Bujue tidak mungkin hapal jalan di kota ini, jadi tahu alamat saja tidak berguna.
“Karena ‘sedang dalam perjalanan pulang’, maka… arah awal yang kuhadapi adalah……” Feng Bujue menengok ke arah berlawanan, tapi di sana ada persimpangan berbentuk Y. “Hmm… lebih baik cari peta atau tanya orang.” Dia tidak mau mengandalkan keberuntungan dengan memilih salah satu jalur, alasannya jelas.
Saat berpikir begitu, kebetulan ada pejalan kaki mendekat. Seorang wanita berambut hitam panjang memakai trench coat, celana panjang, syal di leher, dan masker yang menutupi bagian bawah wajah. Selama berdiri di jalan, ini orang pertama yang dilihat Feng Bujue. Tapi mengingat ini “kota kecil”, sedikit pejalan kaki di senja hari masih masuk akal.
“Permisi, boleh tanya……” Feng Bujue menghampirinya untuk menanyakan arah.
“Hasilnya, dia hanya sempat mengucapkan setengah kalimat, namun wanita itu menyela dengan tergesa-gesa: ‘Apakah aku cantik?’”
“Eh... Apa?” Feng Bujue segera merasakan situasi yang tidak biasa, tangannya sudah refleks meraih ke arah tasnya.
“Apakah aku cantik?” Wanita itu memutar wajahnya dan bertanya lagi, namun separuh wajahnya tertutup masker dan syal, sama sekali tidak terlihat.
“Cantik!” Feng Bujue saat ini sudah menyadari, wanita di hadapannya mungkin adalah legenda yang sering diceritakan...
Kuchigiri Onna mendengar jawaban itu, langsung melepas maskernya dan memperlihatkan seluruh wajahnya. Pipinya yang kedua sisi terbelah oleh dua garis luka seperti sobekan, hampir mencapai pangkal telinga.
“Masih cantik seperti ini?” Tanyanya lagi.
Feng Bujue saat ini benar-benar bersyukur tidak meniru penampilan badut secara total, kalau tidak, dia dan perempuan ini bisa jadi pasangan yang serasi.
Melihat monster yang bisa membuat anak-anak menangis ketakutan ini, Feng Bujue membelalakkan matanya dan menjawab dengan tegas, “Iya! Cantik.” Tangan yang memegang kunci pipa sudah siap untuk bertindak, dalam hatinya bergumam: Dasar perempuan sembrono, aku sudah memujimu dua kali. Kalau kau berani mengeluarkan arit, jangan salahkan aku yang akan memberimu operasi plastik kedua.
Beberapa detik kemudian, Kuchigiri Onna bertanya lagi, “Apa yang ingin kau tanyakan tadi?”
Feng Bujue saat ini agak ragu apakah harus terus bertanya padanya. Siapa yang mau membocorkan alamatnya pada siluman? Tapi kemudian ia berpikir, toh dia tidak benar-benar tinggal di sini, lalu membuka mulut: "Bisa tanya bagaimana cara ke Sanchōme?"
"Arah sana, belok kiri, sampai jalan berikutnya belok kiri lagi, terus lurus." Kuchisake-onna menunjuk persimpangan jalan berbentuk Y, setelah selesai bicara langsung memakai kembali masker dan syalnya lalu pergi.
Feng Bujue tidak berniat mengejar untuk berterima kasih. Ia menyaksikan sosok itu menghilang dari pandangannya, lalu menarik napas panjang dan melepaskan genggaman kunci pipanya: "Gila... belum sampai rumah sudah ketemu siluman... pasti nanti di rumah bakal ketemu hantu."
Meski begitu, karena ini game horor, tentu harus tetap masuk rumah meski tahu ada hantu. Feng Bujue segera pergi mengikuti rute yang ditunjukkan Kuchisake-onna.
Cuaca semakin gelap, ditambah segala sesuatu di sekeliling berwarna hitam-putih, menciptakan suasana yang sangat menyeramkan. Pemain lain mungkin sudah merinding hanya berdiri di jalan sepi ini.
Angin dingin berhembus, Feng Bujue mengencangkan lagi jaket jasnya. Tiba-tiba, garis putih menyambar langit hitam, kilatan mengerikan menerangi angkasa. Beberapa detik setelah kilat, guruh bergemuruh. Tampaknya selain angin, hujan juga akan turun.
Ketika Feng Bujue menengadah, pandangannya tertangkap fenomena aneh di ketinggian.
Di puncak kabel listrik, di area mati cahaya lampu jalan, terdapat siluet berbentuk manusia yang berjongkok dengan tubuh membungkuk. Saat kilat menyinari dunia hitam-putih itu, Feng Bujue melihat jelas wujud "itu". Monster tersebut secara keseluruhan menyerupai nenek tua mengenakan kimono putih, dengan sanggul bulat di belakang kepala dan wajah penuh keriput. Matanya melotok dan menonjol keluar dari soketnya. Kulit tangan hitam keriputnya dipenuhi benjolan, sementara jari-jarinya terkembang seperti cakar hantu.
Setelah kilat mereda, siluet itu kembali menyatu dalam kegelapan. Feng Bujue sama sekali tidak bisa melihat jelas, dan dia juga tidak berminat mendekat untuk mengamati monster apa sebenarnya itu. Selama makhluk itu tidak melompat ke arahnya, dia memilih berpura-pura tidak melihat.
Feng Bujue menunduk dan melanjutkan perjalanan, kembali mempercepat langkah hingga hampir berlari. Sepanjang jalan tak ada lagi pejalan kaki yang terlihat, baru berhenti setelah mencapai papan jalan bertuliskan "Sanchome".
Hujan pun mulai turun tepat di saat itu.
Hujan deras tiba-tiba turun dengan lebat, mengguyur tubuh Feng Bujue. Dia cepat-cepat menemukan tujuan, terlihat dari jalan deretan tiga rumah panjang sederhana yang menyambung di sebuah kompleks - pastilah tempat itu.
Feng Bujue segera berlindung di bawah atap, menyisir rambut basah di dahinya ke belakang, lalu mengeluarkan kunci.
Berdasarkan deskripsi quest, deretan rumah panjang ini dihuni oleh tiga keluarga. Dia masih memiliki dua tetangga. Feng Bujue juga tidak tahu di pintu mana dia tinggal, terpaksa mencoba satu per satu.
Entah beruntung atau tidak, di depan pintu pertama, kunci pertama yang dicobanya langsung berhasil. Saat mendorong pintu kayu yang terbuka, ruangan gelap gulita menyambutnya dengan bau khas kayu lembap.
Feng Bujue meraba-raba di samping pintu, menemukan saklar lampu. Setelah ditekan, lampu di dalam ruangan langsung menyala.
