Sementara itu, ketika Feng Bujue dan timnya menjelajahi alur cerita di pegunungan, proses pencarian Xiao Tan dan Beiling juga berjalan tertib dan teratur.
Sebenarnya tidak ada target ketat dalam hal ini. Secara mental mereka cukup santai. Bahkan jika seharian tidak menemukan apapun, itu hal yang wajar. Peta quest di Taman Horor memang seperti ini - jika keberuntunganmu baik, mungkin bisa menemukan Peralatan Berkualitas Bagus di tempat yang tidak terduga tanpa kesulitan. Tapi jika kurang beruntung, wajar saja menyelesaikan quest tanpa dapat apapun.
Pencarian mereka dimulai dari sisi timur kota, menyisir rumah demi rumah, ruangan demi ruangan. Meskipun rumah-rumah penduduk yang terbengkalai itu hampir semua kosong, barang-barang seperti guci berdebu, kotak kayu, hingga plafon, bawah lantai, dinding, bahkan ranjang rusak - semuanya berpotensi menyimpan item.
Singkatnya, game seperti ini harus dijelajahi dengan semangat seperti bermain Zelda tanpa melihat panduan.
“Anu… ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu.” Saat Xiao Tan mengatakan ini pada Beiling, dia sedang membuka tutup panci kayu besar di kompor dapur dan melihat ke dalamnya. Entah apa yang dia harapkan bisa ditemukan di dalam panci itu, dua keping uang perak?
“Baiklah, aku tidak punya pacar.” Sementara itu, Beiling sedang membongkar lemari yang penuh sarang laba-laba.
“Ehm… Aku bukan mau nanya itu.”
“Ha?” Beiling menjawab tanpa menoleh, seolah tak memperhatikan, “Lalu apa? Mau nanya sesuatu dengan nada aneh saat kita berduaan saja?” Sepertinya dia teringat sesuatu, langsung menambahkan, “Kuperingatkan, aku bukan orang yang sembarangan lho!”
“Jangan ngawur…” kata Xiao Tan, “Aku mau tanya, apakah Gu Xiaoling nama aslimu?”
“Hmm? Iya, kenapa?”
“Gu yang berarti kuno?”
“Ya~ ya~” jawab Beiling, “Xiao yang berarti picik, Ling yang berarti hantu.” Dari cara dia menjelaskan namanya, terlihat jelas karakternya yang unik.
“Hmm…” Xiao Tan mengerutkan kening, tampak sedang berpikir dalam-dalam.
Beiling masih berbicara: "Nama Beiling Xiaogu sebenarnya adalah kebalikan dari nama asli, hanya ditambahkan satu karakter di depan. Saat kakak sepupu memanggilku 'Xiao Gutou', kamu seharusnya bisa menebak bahwa ada karakter 'GU' dalam nama asliku kan? Kalau ada karakter ini dalam nama perempuan, biasanya terletak di marga, seperti Gu, Gu, atau Gu." Dia sendiri yang cerewet, tapi masih menggunakan nada kesal: "Ah... Kamu ini benar-benar bodoh ya, kepalamu cuma hiasan saja? Coba berpikir lebih dalam..."
Xiao Tan tidak mempermasalahkan diejek seperti itu. Faktanya, pikirannya sedang mengarah ke hal lain sehingga tidak terlalu mendengarkan.
"Aneh juga... Keluargaku punya ajaran leluhur yang bilang... jangan berteman dengan orang bermarga Gu." kata Xiao Tan.
"Ha?" Beiling terkejut mendengarnya, "Hahahaha..." Tiba-tiba dia tertawa terbahak: "Kebetulan, keluargaku juga punya ajaran leluhur yang mengatakan bahwa keturunan keluarga Gu, jika berteman dengan orang bermarga Wang, tidak perlu sungkan - perlakukan mereka sekeras mungkin."
"Aku tidak bercanda..." kata Xiao Tan dengan wajah serius.
"Aku juga tidak bercanda, serius lho." jawab Beiling dengan ekspresi mengejek.
"Wang kan marga yang sangat umum..." ujar Xiao Tan.
Beiling mengetuk pelan kepala Xiao Tan: "Makanya... siapa yang akan menganggap serius ajaran leluhur seperti itu! Bodoh!" Gerakannya tidak bermaksud menyerang, sehingga tidak dihentikan oleh Sistem.
Xiao Tan mengangkat bahu: “Benar juga, delapan puluh persen nenek moyangku punya permusuhan dengan marga Gu, lalu melakukan hal bodoh, sehingga meninggalkan sesuatu yang... aduh...” Sebelum selesai bicara, dia dipukul lagi, “Ada apa lagi?”
“Maksudmu leluhur keluarga kami juga bodoh ya?” Beiling berkata kesal.
“Baiklah, anggap saja aku tidak berkata apa-apa...” jawab Xiao Tan.
Untuk menghindari pukulan lagi, setelah bicara dia langsung memanjat ke atas tungku, lalu melompat ke balok atap dengan hentakan kaki. Kini kelincahan tubuhnya yang condong ke agility mulai terbentuk, ketinggian seperti ini bukan masalah.
“Ngomong-ngomong, karena hanya kita berdua, aku juga ada yang mau tanya.” Beiling tiba-tiba bicara.
“Aku juga tidak punya pacar.” Xiao Tan menjawab: “Dan aku orang yang cukup santai lho!”
“Ha, ha, ha.” Beiling tertawa kering tiga kali sebagai respons candaan itu, lalu berkata: “Serius, apakah Ketua guild itu tipe pemain yang tidak pernah top up uang sama sekali?”
“Game dengan sistem bayar terselubung memang jarang kami maini. Dari beberapa yang pernah dicoba, aku tidak pernah lihat dia pakai item RMT.” Xiao Tan merangkak di balok berdebu sambil mengetuk-ngetuk tiang, mencoba memeriksa apakah ada lapisan berongga di dalamnya, “Tapi untuk game berbasis waktu, dia sering beli kartu bulanan bahkan triwulanan, kayaknya malas isi ulang berkali-kali.”
“Oh, artinya dia bukan pelit, tapi melihat apakah dia mau menginvestasikan uang ke game ya?” tanya Beiling.
"Bagaimana ya... Jue Ge adalah orang yang sangat kompleks, sulit untuk menebak apa sebenarnya 'prinsip' dia." Xiao Tan berkata: "Sepertinya setiap kali dia sadar akan melewati batas, dia akan menetapkan batasan baru..."
"Kedengarannya seperti... terus memperbarui batas bawah." Beiling menyambung.
"Haha..." Xiao Tan tertawa pendek mendengarnya.
Tiba-tiba, suara "krak!" terdengar, balok atap tiba-tiba patah di tengah. Rupanya ini disebabkan kayu yang sudah lapuk karena tua dan tidak terawat.
Xiao Tan dalam posisi berlutut di atas balok, wajahnya menghadap ke bawah saat balok patah, jadi reaksinya cukup cepat. Dia menyesuaikan postur dengan tenang di udara, sebelum mendarat dengan posisi berdiri menggunakan kedua kaki.
Tak disangka, saat menyentuh lantai rumah, kakinya tiba-tiba terasa melesek seperti menginap kosong. Disusul suara berderak terus-menerus - rupanya suara lantai yang ambruk.
Ternyata lantai dapur rumah kosong ini hanya setebal kurang dari setengah meter. Di bawahnya benar-benar ruang kosong. Karena sudah tua, kayu lapuk dan pasir bergeser, wajar menjadi rapuh. Saat Xiao Tan dan Beiling berjalan normal di atasnya, lantai masih bisa menahan. Tapi saat Xiao Tan jatuh dari ketinggian balok atap dan menginap tegak, ditambah berat dua potongan balok patahan, lantai pun tak sanggup menahan dan langsung ambruk.
Reaksi pertama Beiling sangat cepat, dia segera meraih tangan Xiao Tan. Pada momen kilatan listrik dan percikan api itu, dia benar-benar berhasil mencengkeram erat pergelangan tangan lawannya. Namun sebagai seorang perempuan, berat badannya memang jauh lebih ringan dari Xiao Tan. Ditambah lagi area runtuhnya lantai hampir mencakup seluruh ruangan, posisi Beiling sendiri juga tidak stabil tanpa pijakan.
Alhasil, dia ikut terjatuh ke bawah...
Keduanya terhempas menuju jurang gelap gulita, telah jatuh puluhan zhang. Di bawah sana apakah ada gunung pisau atau batu raksasa, mereka tidak tahu. Dari jarak jatuh ini, bahkan jika menabrak tanah lumpur pun kemungkinan besar akan berakhir bencana.
