Atobe yang sedang mendengarkan penjelasan Xi Murong tentang urusan Jianghu, serta Xiao Tan dan Beiling yang berada di bawah tanah, semuanya mendengar pemberitahuan pembaruan Misi utama. Meski informasi yang mereka dapat dari petunjuk misi ini terbatas, kata kunci "Dunia Lonceng" dan "arwah" sudah cukup membuat mereka pahami bahwa alur cerita ini bukan sekadar dunia silat biasa.
“'Dunia Lonceng' ini…” Xiao Tan berbicara sambil berjalan: “Apa ini semacam settingan mirip 'Dunia Kendi' atau 'Dunia Kitab Langit' dalam serial XuanYuan Sword?”
“Kalau iya, alur ceritanya akan berubah dari silat ke genre xianxia plus supernatural,” jawab Beiling, “Tapi buaya raksasa yang kita temui tadi sudah termasuk settingan supernatural, jadi tidak perlu heran.”
“Hmm... Bagaimanapun, sekarang Misi utama mulai ada titik terang. Bisa saja sebelum kita keluar dari sini, Jue Ge dan Kak Yu sudah menyelesaikan misi.” Kata Xiao Tan.
“Jangan bermimpi…” Beiling langsung menyiramnya dengan air dingin: “Dari sinopsis awal sudah jelas, apapun settingan tersembunyi dalam alur cerita ini, pasti tetap terkait dengan duel dua pendekar pedang. Hanya saja kita belum menemukan kaitannya. Tapi seiring bertambahnya eksplorasi, pasti akan ada petunjuk yang mengarahkan kita ke duel itu.”
"Hmm... Di balik setiap pertarungan antara ahli bela diri terhebat, pasti ada konspirasi besar ya..." Xiao Tan menyambung.
"Menurutmu?" Beiling membalas; "Kalau cuma duel, dua orang bisa janji waktu dan cari tanah kosong untuk menentukan pemenang. Ngapain jauh-jauh ke kota hantu ini, pilih malam bulan purnama lagi. Kalau tidak ada konspirasi baru aneh."
Sambil berbicara, terowongan di depan mereka sudah mencapai ujung. Di depan ternyata adalah jalan buntu, dinding batu yang menutup rapat tanpa celah.
"Tidak mungkin..." Beiling bergumam: "Aku pikir keberuntunganmu selalu bagus lho."
"Hah?" Xiao Tan tertegun: "Jadi selama ini alasannya cuma itu waktu suruh aku nebak?"
"Menurutmu?" Beiling berkata dengan lesu. Hatinya merasa kecewa karena jalan dari persimpangan sampai ujung ini cukup panjang, mereka menghabiskan lebih dari setengah jam untuk mencapainya. Jika mentok di sini, artinya mereka telah menyia-nyiakan banyak waktu dan stamina.
Sejak terjatuh ke kolam air, Xiao Tan dan Beiling berenang ke tepi, menjelajahi, bertemu monster, berbalik arah, bertarung, maju lagi, menjelajahi lagi... Ketika tiba di sini, Poin Stamina mereka sudah berkurang lebih dari separuh. Meskipun mereka bisa berhenti kapan saja untuk memulihkan stamina di tempat, dan beristirahat selama yang mereka mau, Beiling sangat sadar bahwa menghabiskan waktu di sini akan menjadi ancaman potensial bagi tim. Jika saat matahari terbenam mereka belum kembali ke kamar penginapan sesuai rencana awal, hal ini pasti akan mempengaruhi tindakan selanjutnya rekan tim, yang mungkin memicu serangkaian perubahan dan risiko yang sulit diprediksi.
Oleh karena itu, tujuan utama mereka adalah keluar dari gua bawah tanah ini secepat mungkin dengan aman.
"Hmm..." Xiao Tan sepertinya terpengaruh ekspresi cemas Beiling, juga mengerutkan kening sambil merenung, "Eh? Mungkin tembok ini sama seperti benda logam sebelumnya, bisa dibuka kuncinya?" Katanya sambil mendekat dan menyentuh dinding batu itu, ingin mencoba apakah menu Sistem akan muncul di penglihatan.
Beiling menghela napas: "Ciptaan Sistem yang bisa dibuka kuncinya pasti sangat jelas, sedangkan ini jelas hanya dekorasi untuk menutup jalan..." Namun sebelum dia selesai bicara, dinding batu itu menunjukkan perubahan yang tak terduga.
Ini benar-benar bukan objek pengaturan sistem yang akan memberikan petunjuk menu kepada pemain, tetapi setelah Xiao Tan menyentuh permukaan batu dengan tangannya, lapisan serpihan batuan di dinding batu itu langsung rontok. Di tengah dinding batu, tiba-tiba muncul area cekungan berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 50 cm, permukaan dalamnya halus dan rata. Di bawah sorotan cahaya, terlihat simbol Tai Chi terukir di dalam cekungan ini.
【Misi Sampingan Telah Terpicu】
【Cari Dua Lempengan Batu Yin dan Yang untuk Membuka Pintu Batu】
"Bisa seperti ini juga?" Beiling tertegun. Begitu misi ini terpicu, dia langsung paham... Persimpangan sebelumnya, mungkin setiap jalur harus dijelajahi. Dua lempengan batu ada di kiri dan kanan, sedangkan jalan tengah adalah lokasi pintu batu.
"Makanya, kalau melakukan segala sesuatu dengan sikap mencoba-coba, mungkin ada kejutan baik yang terjadi," ujar Xiao Tan sambil tersenyum.
"Kamu ini orang baik-baik ya?" Beiling menyipitkan matanya, "Jangan sok bangga. Kita masih harus mencari lempengan batu. Secara objektif, memilih jalan tengah tadi tetap membuang waktu satu jam ekstra dan stamina."
Xiao Tan menyesuaikan topi penambangnya, melewati Beiling, dan berjalan ke arah sebaliknya: "Secara objektif, awalnya kan kamu yang menyuruhku menebak. Hasilnya... Ya sudah, baiklah, aku yang salah!"
Keduanya kembali berjalan mundur sampai ke persimpangan itu, kali ini memilih jalur sebelah kiri.
Untungnya terowongan di sisi ini tidak terlalu panjang. Hanya lima atau enam menit berjalan, mereka sudah sampai di sebuah gua batu yang cukup luas.
Sebenarnya di persimpangan itu, Beiling juga sempat mempertimbangkan untuk berpisah, berdua pergi mengambil satu batu nisan masing-masing bisa menghemat banyak waktu. Tapi dia segera mengurungkan niat itu... Alasan utamanya tetap karena kurang percaya dengan kemampuan Xiao Tan dalam menangani masalah sendiri, khawatir anak ini pergi tak kembali.
"Hati-hati dan perhatikan sekitar ya." Beiling berbisik mengingatkan di belakang Xiao Tan, setelah masuk ke gua batu, kewaspadaannya jelas meningkat.
Xiao Tan membalas, "Ah... paham." Dia juga tahu, sesuai kebiasaan game yang selalu begitu, di sini pasti ada semacam FLAG ujian untuk pemain, entah monster atau teka-teki.
Benar saja, belum sampai sepuluh meter mereka masuk, tiba-tiba di kedalaman gua muncul sinar api, seekor bayangan aneh terbakar api menyembul keluar.
Kecepatan gerakan bayangan itu sungguh di luar dugaan, dalam beberapa langkah saja sudah berada tak jauh di depan pemain. Lalu dia melompat tinggi dari tanah, seolah tak terpengaruh gravitasi, langsung melesat ke langit-langit gua, memeluk stalaktit yang menggantung terbalik di atas, mengawasi dua pemain dari ketinggian sambil mengeluarkan suara decakan aneh.
"Makhluk ini Digimon ya..." Xiao Tan berkata sambil menatap monster itu, sementara itu dia sudah mengeluarkan senapan patahan.
"Tembak dengan hati-hati, jangan sampai kehabisan peluru lalu didekati lawan." Beiling di saat seperti ini tidak menghiraukan candaan Xiao Tan, malah memberikan instruksi serius.
Xiao Tan pun tak bercanda lagi, memfokuskan perhatian pada pertarungan di depan mata.
Monster di depan mata ini memiliki tinggi sekitar 1,6 meter, bentuknya mirip kera, wajahnya seperti rubi yang terbuat dari kristal; bulu seluruh tubuhnya berwarna merah keemasan dengan lapisan api yang menyala di permukaan tubuhnya; ekor panjang seperti cambung melingkar di belakang paha, ujung ekornya juga berupa kristal merah berbentuk belah ketupat.
Cara kemunculan kera api ini cukup mengesankan, ditambah desainnya yang unik, jelas merupakan monster level BOSS kecil.
Terdengar lagi suara lolongan kera, kera api itu melesat turun dengan gerakan menyamping dan bersembunyi di balik batu. Sejak detik itu, pertarungan resmi dimulai.
……
Feng Bujue dan Siyu masing-masing memegang lonceng, melompat ke dalam celah di tanah. Entah berapa lama, kegelapan pekat seperti beludru hitam di depan mata mereka baru menghilang.
Ketika sadar, mereka sudah berdiri berdampingan di dataran dengan pemandangan spektakuler. Matahari tergantung di langit, awan putih berarak. Di bawah kaki membentang hamparan rumput hijau tak berujung. Di kejauhan, kabut awan menyelimuti barisan pegunungan yang menjulang bak tirai raksasa menusuk langit.
Memutar kepala ke belakang, sekitar puluhan meter dari mereka, terlihat pemandangan bak ujung dunia. Terhampar lereng curam tak bertepi, jurang dalam berbalut kabut awan yang menyelimuti lembah, dasar jurang tak terlihat.
"Di samping mereka sekitar sepuluh meter lebih, berdiri sebuah batu prasasti yang menjulang tinggi seperti bukit kecil, bertuliskan tiga karakter besar — Ling Zhong Jing."
"Ini cukup menarik." Feng Bujue memandang jauh ke arah prasasti itu sambil tersenyum: "Gaya tulisan ini terasa familiar."
"Kota Cangling?" Siyu menyambung. Ia tidak ahli dalam analisis kaligrafi, tapi bisa menebak maksud Feng Bujue.
"Tepat. Sepertinya perubahan 'Cang Ling' menjadi 'Cangling' memang ada hubungan sebab-akibat—" Saat Feng Bujue berbicara menghadap Siyu, tiba-tiba matanya berkedip disertai senyum: "Wah, ada perempuan cantik."
Siyu menghindari kontak mata dengannya: "Apa maksudmu... Kau pikir pujian tiba-tiba seperti ini akan membuatku senang?"
"Hmm... Maksudku dia..." Feng Bujue memiringkan kepala, pandangannya menembus bahu Siyu sambil menunjuk ke arah belakangnya.
Siyu menoleh dan melihat seorang perempuan berjalan mendekat dari arah dataran dengan langkah santai.
Perempuan itu mengenakan jubah hijau sederhana, pedang panjang tergantung di pinggang, postur anggun dengan langkah lincah. Meski masih berjarak cukup jauh, garis-garis kecantikannya sudah terlihat jelas.
"Hmph..." Siyu mendengus dingin, ikut memutar badan menghadap pendatang baru itu. Keduanya kini mengamati sosak yang mendekat.
“Meskipun berpura-pura 'meski kau puji aku takkan senang', tapi kelihatan kesal ketika kusadari tidak memujimu.” Feng Bujue tertawa.
“Apakah aku terlihat seperti orang yang kekanak-kanakan?” Siyu membalas dingin.
“Ini bukan masalah kekanak-kanakan...” Feng Bujue berkata: “Kau seharusnya pernah membaca kalimat ini di 《Detektif Kelas Dua dan Kucing》...” Ia berhenti sejenak: “Wanita butuh makanan, air, pujian, dan sepasang sepatu serbaguna.”
“Pernah baca, tapi tidak setuju.” Siyu membalas, “Argumen subjektif dan diskriminatif seperti ini sama sekali tidak logis.”
“Ah... jadi di naskahku bulan ini kutulis...” Feng Bujue berkata: “Sedangkan pria, hanya butuh pengakuan dari seorang wanita untuk bertahan hidup.”
Saat mereka mengobrol, perempuan itu sudah mendekat. Matanya mengamati wajah Feng Bujue dan Siyu bergantian, lalu melakukan salam kungfu dengan tangan terkepal: “Aku Lu Qingning dari Pedang Plum Rontok, tersesat ke sini. Apakah kalian tahu tempat ini? Bagaimana caraku kembali ke Kota Cangling?”
“Pedang Plum Rontok...” Siyu mengulang pelan, segera teringat bahwa ini mungkin salah satu dari Enam Pedang Bayangan Bunga.
Feng Bujue langsung bertanya: “Oh? Kau murid senior Lin Chang?”
Tak disangka, mendengar nama Lin Chang, Lu Qingning langsung menunjukkan ekspresi bermusuhan sambil mengangkat pedang panjangnya: “Jangan-jangan kalian utusan Lin Chang?”
