Senja, angin berhembus, daun merah beterbangan.
Di jalan besar dari Tongqiu ke Cangling, seorang lelaki dengan seekor kuda melaju kencang.
Pria di atas kuda itu berusia sekitar empat puluh tahun, rambutnya kusut, pakaiannya compang-camping, di pinggangnya terselip sebilah pedang panjang.
Kuda itu jenis kampungan, pedang itu tanpa nama.
Tapi sang penunggang kuda pembawa pedang itu adalah pendekar pedang terhebat di zamannya.
Sorot mata Xie San terlihat lesu, rambut kusut yang tertiup angin seakan bercerita tentang keputusasaan yang tak tersamarkan.
Tiba-tiba, dia menarik kekang kuda dengan keras. Mata yang tadi lesu itu berubah secepat kilat menjadi setajam elang.
Karena Xie San melihat seseorang.
Di tengah tiupan angin, berdiri tegak seorang pendekar berjubah putih. Dialah orang pertama di seluruh kota Cangling yang mengetahui kabar bahwa Xie San telah melewati Tongqiu.
"Lin Chang?" Xie San mengenali pria di hadapannya, tak lain adalah Lin Chang si Pedang Biru Langit dari Enam Pedang Bayangan Bunga.
"Lama tak jumpa, Xie San." Suara Lin Chang berat dan dingin, matanya dipenuhi cemooh. Saat ini, dia sama sekali berbeda dengan pahlawan gagah berani yang bersuara lantang di penginapan tadi.
Xie San tak berkata sepatah pun. Dia turun dari kuda, memutar kepala kuda sambil memegang tali kekang, lalu menepuk punggung kudanya. Kuda itu pun berlari kecil kembali ke arah Tongqiu.
Angin musim gugur berhembus. Pada detik ini, seolah hanya tersisa dua orang dan dua bilah pedang di antara langit dan bumi.
Aura maut telah menyelimuti sekeliling. Maksud kedatangan Lin Chang ke sini sudah jelas tanpa perlu diucapkan.
“Saat terakhir bertemu denganmu, aku sudah tahu, Pedang Biru Langit sebenarnya adalah pedang yang tersimpan dalam kotak.” Xie San berkata dengan suara berat: “Menyembunyikan keahlian, tidak menampakkan ketajaman.”
“Benarkah? Lalu mengapa… sampai sekarang aku masih tidak melihat sedikitpun ketakutan di matamu.” Lin Chang bertanya.
“Karena meskipun kau menampakkan seluruh ketajamanmu, kau bukanlah lawanku.” Xie San menjawab dengan tenang.
“Ha ha ha ha…” Lin Chang tertawa terbahak, namun matanya sama sekali tidak mengandung keceriaan, malah semakin menunjukkan keganasan, “Xie San, kau sangat mengecewakanku.” Saat mengucapkan ini, ia justru melemparkan pedangnya ke tanah, berdiri tegak dengan tangan di belakang: “Kau pikir, ilmu silatku bisa sepenuhnya dipahami oleh pendekar kelas dua sepertimu?”
Jika ada orang ketiga yang mendengar dialog ini, mungkin akan mengira Lin Chang gila karena qi deviation. Jika Xie San saja dianggap “kelas dua”, maka 90% pendekar papan atas di dunia persilatan saat ini hanya pantas disebut “tidak layak”.
Bukankah Jianghu menjadi lelucon besar?
“Lin Chang, sepertinya kau sudah gila.” Xie San tetap tenang, tidak tergoyahkan.
Seseorang yang telah mencapai puncak ilmu silat tidak akan mudah goyah. Dibandingkan kata-kata, ia lebih mempercayai latihan keras bertahun-tahun.
Di setiap era, pendekar kelas atas seperti Xie San selalu Ji Mo, karena ia tidak menemukan lawan sepadan, tidak menemukan orang yang benar-benar memahaminya.
Di mata Xie San, di dunia persilatan saat ini, hanya Ye Cheng yang bisa memahaminya. Selain Dewa Pedang, belum ada orang yang bisa mencapai tingkat yang sama dengannya. Jadi, tidak ada orang kedua yang bisa menggoyahkan hatinya. Bahkan jika hari ini ada sepuluh Lin Chang berdiri di sini, prinsipnya tetap sama.
"Kau akan segera mengerti, aku sangat sadar." Lin Chang membalas, dia berhenti sejenak lalu melanjutkan: "Kedatanganmu ke Cangling adalah untuk duel dengan Dewa Pedang." Dia menyeringai dingin: "Tapi jurus pedang Ye Cheng di hadapanku hanyalah seperti akrobat, dia tidak layak menyandang gelar Dewa Pedang..." Sampai di sini, aura pembunuhan Lin Chang tiba-tiba melesat, seketika itu juga debu dan daun beterbangan tak ada satu pun yang bisa mendekati tubuhnya, "Jika benar ada orang di dunia ini yang layak disebut Dewa Pedang... itu harusnya aku, Lin Chang!"
Xie San menggelengkan kepala: "Omong kosong orang gila."
Sebelum suaranya habis terucap, pedangnya sudah terhunus dengan kecepatan kilat. Sarung pedang belum sempat menyentuh tanah, ribuan bayangan cahaya sudah bermekaran di udara seperti seribu pedang menggantung.
Pedang Tak Bernama terhunus, aura pedangnya mengalir deras bagai air bah.
Lin Chang hanya mendengus dingin penuh penghinaan.
Begitu pedang terhunus, darah harus tumpah.
Xie San tanpa ampun melesat ke depan Lin Chang dalam sekejap, mengarahkan pedangnya ke leher lawan.
Tangan kanan Lin Chang bergerak kilat, dua jarinya menyambar ke sisi leher. Di detik itu, ketenangannya membuat Xie San merasakan hembusan kedinginan.
Hati tak goyah, nafas tetap tenang. Dengan tenang Lin Chang menghentakkan jarinya, menggetarkan ujung Pedang Tak Bernama hingga terbuka.
Xie San tiba-tiba merasakan gelombang energi internal yang dahsyat seperti harimau dan serigala menerjang lengan kanannya, hampir membuat pedang di tangannya terjatuh. Ia segera mengalirkan keberuntungan ke kakinya untuk menstabilkan posisi tubuh bagian bawah dan menghentikan gerakan maju. Dengan memanfaatkan momentum, ia memutar tubuhnya untuk menghindar dan menyamping ke samping.
"Kau!" Xie San terkejut hingga tak bisa berkata-kata. Pertarungan singkat tadi telah menghancurkan harga dirinya dan semua pengetahuan yang dibangun selama bertahun-tahun.
"Hmph... Aku bahkan belum menggunakan pedang, kau sudah ketakutan begini... Hahaha..." Saat ini, wajah Lin Chang seolah diselubungi aura hitam yang sulit digambarkan.
"Ilmu... ilmu iblis apa yang kau pelajari?" Keringat dingin mulai membasahi dahi Xie San yang dipenuhi rasa ngeri.
Dari persepsinya, sentilan jari santai Lin Chang tadi terasa seperti kekuatan telapak tangan penuh dari ahli energi internal yang telah berlatih lebih dari 50 tahun, sekuat ledakan yang meledakkan segalanya.
"Senja penuh niat jahat, daun jatuh bagai jingga kemerahan." Lin Chang bergumam sambil menjepit selembar daun merah yang tertiup angin di antara jarinya, "Tahukah kau, Xie San?" Ia menunduk memandangi daun itu, "Dulu, pandanganku sama sempitnya dengan orang sepertimu." Senyum sinisnya mengembang, "Kukira ilmu Satu Istana Dua Menara Tiga Aliran Empat Gerbang sudah bisa disebut ilmu bela diri tertinggi. Kukira pendekar pedang sepertimu dan Ye Cheng adalah yang terhebat. Bahkan kusangka bakatku takkan bisa mengejarmu seumur hidup. Hahaha... Aku salah." Sebelum suaranya habis, daun merah itu melesat dari tangannya membentuk garis merah di udara.
Seketika, luka menganga muncul di rusuk kiri Xie San. Kabut darah menyembur deras.
"Langit masih ada di atas langit, manusia masih ada di atas manusia. Pepatah itu tak pernah salah." Lin Chang bahkan tak memandangi Xie San, "Bahkan aku sendiri tak menyangka bisa mendapatkan... 'Ilmu Beladiri Sejati yang Telah Hilang' ini." Tawanya menggema, "Saat ilmu ini baru kukuasai, langsung kusadari betapa kacau-balaunya ilmu yang kalian pelajari. Ilmu Pedang Keluarga Ye, Ilmu Dewa Senja Megah, Hati Hukum Delapan Penjuru, 72 Jurus Shaolin... Semuanya cuma omong kosong yang menyesatkan!"
Darah mengalir dari sudut mulut Xie San. Meski masih berdiri, tubuhnya sudah tak bisa bergerak.
Lin Chang melangkah mendekat perlahan, "Kau ingin menemui Ye Cheng untuk uji ilmu pedang? Hehe..." Suaranya menggetarkan, "Jangan khawatir, kau takkan ingkar janji. Dia sedang menantimu... di neraka..."
Xie San membelalakkan matanya, menatap Lin Chang dengan terkejut: "Kau..." Seketika ia teringat ucapan Lin Chang sebelumnya, "Ilmu pedang Ye Cheng dihadapanku hanyalah seperti pertunjukan sirkus".
"Hehe... Sepertinya kau sudah mengerti. Benar, Ye Cheng sudah kubunuh. Dia takkan datang." Lin Chang terus tertawa puas, perlahan mengangkat tangannya: "Tenanglah menyusul dia, Pedang Tanpa Nama!"
