Feng Bujue dan dua gadis cantik terus berjalan di dataran. Pemandangan di depan tetap sama - hamparan rumput hijau, tanah datar, pegunungan samar di kejauhan yang tak kunjung mendekat meski terus melangkah.
Saat Feng Bujue menoleh ke belakang, ia terkejut melihat batu prasasti bertuliskan "Ling Zhongjing" tiga karakter masih terlihat jelas.
"Kita harus kembali." Setelah berjalan beberapa saat, Feng Bujue tiba-tiba berhenti dan berkata.
"Bukannya sedang mencari jalan pulang?" Lu Qingning menyahut. Dia mengira "kembali" yang dimaksud Feng Bujue adalah kembali ke Kota Cangling - omong kosong belaka...
Lu Qingning tiba di tempat ini lebih awal daripada Feng Bujue dan Siyu. Dia masuk ke sini tengah malam kemarin, lalu menghabiskan waktu lebih dari tiga jam. Dari sudut pandang ritme biologis manusia, saat ini kondisi Lu Qingning seperti orang yang baru begadang semalaman, dikejar-kejar, dan terus berjalan... Jadi sekarang dia sangat kelelahan dan mudah tersinggung secara emosional.
"Maksudku... kembali ke prasasti itu." kata Feng Bujue.
Lu Qingning menoleh: "Di sana tidak ada apa-apa, mau melakukan apa?" Sebenarnya dia juga tahu situasi tidak bisa menjauh dari prasasti itu, tapi dia sudah memeriksanya dengan teliti dan tidak menemukan sesuatu yang bisa membantu.
Sebelum Feng Bujue dan Siyu tiba, saat pertama kali Lu Qingning memasuki Ling Zhong Jing, dia juga muncul di koordinat yang mirip dengan dua pemain. Tapi setelah berjalan lama, saat menoleh kembali, jaraknya dengan prasasti tidak berubah. Kemudian dia berjalan berhenti-henti, beberapa kali istirahat dan berbalik arah untuk meneliti prasasti, tapi tidak mendapat hasil. Akhirnya dia terus melanjutkan perjalanan ke dataran. Hingga pada kali ke-N menoleh, dia akhirnya melihat sesuatu yang berbeda... dua bayangan manusia.
"Itu satu-satunya landmark yang bisa kita capai secara nyata." kata Feng Bujue. "Mengingat sekarang kita berada dalam kebuntuan..."
"Landmark?" Lu Qingning mengulang sambil mengerutkan alisnya. Jelas dia tidak memahami istilah ini.
"Yaitu objek lain yang digunakan untuk menilai apakah suatu benda sedang bergerak." jelas Feng Bujue.
“Hm？” Pendekar Rusa semakin bingung.
“Ah... nanti sampai sana baru ku jelaskan.” Feng Bujue menyerah memberikan penjelasan.
Meski tak mendapat penjelasan meyakinkan, Lu Qingning sendiri juga tak punya ide lain. Baginya, karena mereka suami-istri, Nona Li pasti tak akan menolak usulan Feng Bujue. Jadi tak ada pilihan lain selain mengikuti kedua orang itu.
Waktu kembali ke prasasti tak lama, sesuai perkiraan visual. Setiap langkah maju sungguh-sungguh mendekati target.
Saat ketiganya berdiri di bawah prasasti raksasa, Feng Bujue bertanya: “Pendekar Rusa, pernahkah kau mencoba menatap prasasti ini sambil berjalan mundur?”
Mata Lu Qingning berbinar: “Ya... dengan cara itu...” Tiba-tiba ia terhenti: “Tunggu, lalu mengapa kita kembali ke sini? Seharusnya ketika masih jauh tadi...”
“Sudah kucoba, tak mempan.” Feng Bujue memotongnya, menuangkan air dingin pada antusiasmenya.
Pendekar Rusa sedikit marah, ia merajuk: “Tuan Feng, main-main denganku? Sudah mencoba masih bertanya, bicaramu pun setengah-setengah.”
“Jangan marah, Nona Lu. Dia memang suka mengganggu orang seperti ini, tanpa maksud jahat.” Siyu membela Feng Bujue. Bukan sekadar membelanya, ia khawatir NPC akan berbalik memusuhi.
“Dari sudut eksperimen, secara pribadi, hasil yang saya dapatkan melalui tindakan tunggal tidak seratus persen andal.” Feng Bujue berkata: “Jadi saya ingin bertanya padamu untuk sementara.”
“Sebagian besar ucapanmu tidak saya pahami.” Lu Qingning membalas.
“Tidak apa, sebenarnya yang saya katakan juga tidak terlalu penting.” Feng Bujue langsung mengalihkan topik: “Bagaimanapun, saya rasa fenomena 'tidak bisa menjauh' ini adalah petunjuk yang jelas. Mengisyaratkan bahwa arah yang kita tempuh salah.”
“Arah salah?” Lu Qingning bertanya bingung, kemudian secara refleks mengalihkan pandangannya ke sisi lain...
Yaitu lembah curam yang tanahnya menukik tajam ke bawah, tersembunyi di balik kabut.
“Batu prasasti ini seperti patok batas, dan garis ini.” Feng Bujue berbalik, menggerakkan lengan seperti menebas ke depan: “Adalah garis pemisah.” Ia juga memalingkan wajah ke hamparan awan yang seperti ujung langit: “Tempat kita berada sekarang hanyalah pintu masuk Ling Zhongjing.” Ia membuka telapak tangan menunjuk ke depan: “Menurut kalian, sisi mana yang sebenarnya Ling Zhongjing? Yang di sini?” Ia menoleh lagi, menunjuk dataran di belakang: “Atau yang di sana yang lebih mirip.”
“Kamu gila? Meski bukan jurang dalam ribuan zhang, setidaknya jauh lebih dari seratus zhang. Melangkah ke bawah pasti tewas!” Lu Qingning membelalakkan matanya.
Feng Bujue seolah tidak mendengar, melanjutkan: “Saat pertama masuk ke tempat ini, kita berdiri tepat di garis batas. Hanya saja kita semua berasumsi bahwa dibandingkan tebing miring dan lembah berkabut di belakang, dataran di sebelah sana lebih mirip 'jalan'.”
"Tapi sebenarnya, sisi itulah jalan buntu yang takkan pernah habis. Asalkan menjauh sampai jarak tertentu dari prasasti, prasasti dalam penglihatan takkan menjauh lagi. Artinya, di jarak itu, berapa pun kita berjalan hanya akan di tempat saja."
"Bicarakan cara turunnya." Siyu langsung menyinggung inti permasalahan.
"Apa bisa aku punya cara? Belum lagi aku tak punya tali atau sejenisnya, pun kalau ada..." Feng Bujue mendekat, menatap kabut putih yang sulit ditembus penglihatan, "Tali sepanjang apa yang bisa menurunkan kita dari sini..."
Ucapan ini benar, bagi pemain, perbedaan ketinggian medan ini... analoginya seperti seekor Semut berdiri di tepi melengkung mesin cuci. Meski bentuknya bukan tebing vertikal sempurna, dari sudut pandang Semut, betapa megahnya bisa dibayangkan.
"Ah... Lalu sesungguhnya Ketua Feng ingin apa?" Lu Qingning menghela napas panjang lalu duduk di rumput. Sekalipun ahli qinggong, setelah sehari semalam tak tidur, bolak-balik berjalan, ditambah tak makan minum, ia pun hampir tak tahan.
Feng Bujue... dengan tegas menjawab empat kata: "Lompatan Keyakinan."
Empat kata ini membuat Lu Qingning bingung setengah mati, ekspresinya seolah berkata "meski tak mengerti maksudmu, tapi terdengar sangat hebat".
Setelah mendengar ucapan Feng Bujue, Siyu awalnya menatapnya selama dua detik dengan sorot mata dinginnya yang khas. Perlahan, tatapannya berubah menjadi penuh cela. Akhirnya, dengan bibir merahnya yang terbuka lembut, ia mengejek terang-terangan: "Rupanya kau sedang mempersiapkan cara mewah dan megah ala Barat untuk membuatku menjadi janda."
Feng Bujue yang berwajah tebal bagai tembok kota sama sekali tidak tergoyahkan. Dengan tenang ia menjawab: "Hēhē... Jangan khawatir Nyonya. Lihatlah aku mencoba." Sambil berkata demikian, ia melangkah ke depan. "Oh ya, jika setelah lima menit Sistem belum memberi peringatan kematianku, barulah Nyonya pertimbangkan untuk menyusul."
