Aliran waktu dalam Lonceng berbeda dengan dunia luar. Saat Feng Bujue dan Siyu baru menginjakkan kaki di pulau kecil, di luar sudah memasuki hari kedua.
Hari ini, Kota Cangling yang sudah penuh ketegangan tersembunyi kembali diguncang ombak.
Siang hari, lobi Penginapan Cangling.
Hampir semua pendekar – kecuali segelintir orang – sedang mencari jawaban dari pertanyaan yang sama: Xie San pergi ke mana?
Setelah satu malam penuh dan satu pagi, bahkan sekte yang kurang mendapat informasi pun telah mendengar kabar... Senja kemarin, Xie San Sang Pedang Tak Bernama melewati Tongqiu menuju jalan besar, mengendarai kuda langsung ke Cangling. Menjelang malam, kuda yang ditunggangi Xie San kembali sendirian ke Tongqiu.
Sementara di Cangling, hingga kini tak ada yang melihat jejak Xie San.
Lalu... ke mana Xie San menghilang? Bagaimana mungkin seseorang lenyap secara misterius di tengah jalan?
Hari-hari ini, jalan utama masih dilalui orang, meski jumlahnya tidak banyak. Kebanyakan adalah murid-murid dari berbagai sekte yang bolak-balik Tongqiu untuk menyampaikan pesan. Namun dari semua orang ini, tak satu pun yang melihat Xie San di tengah perjalanan.
Bila mengikuti asumsi logis, sepertinya situasinya adalah... Setelah naik ke jalan utama, Xie San tidak melanjutkan ke Cangling, tapi berbelok ke hutan di tengah jalan.
Tapi ini sangat tidak masuk akal. Mungkinkah setelah mencari informasi di Tongqiu, Pahlawan Xie mengetahui bahwa penginapan Cangling sudah penuh, lalu tidak mau tinggal di rumah penduduk yang terbengkalai, sehingga memilih menginap di gunung dan bertahan hidup di alam liar?
Atau... Pahlawan Xie disergap? Ini juga tidak mungkin. Siapa yang bisa mengalahkannya? Kecuali Ye Cheng hadir, bahkan Enam Pedang Bayangan Bunga sekalipun tidak bisa mengatasi Xie San. Dunia ilmu bela diri memang begitu - kesenjangan kualitas tidak bisa ditutupi dengan kuantitas. Sebagai pendekar tunggal yang sejajar dengan Penguasa Istana Ye, Xie San harus bisa mengalahkan sepuluh lawan sekaligus.
Tentu saja, jika mengerahkan seribu orang untuk mengepung Xie San dan menjebaknya di tempat yang hanya bisa bertarung tanpa bisa lari, maka setelah tenaga internal dan stamina-nya habis, barulah bisa menangkapnya.
Ini jelas lebih tidak mungkin lagi...
Maka tersisa satu hipotesis terakhir, mungkin... dengan kemungkinan satu dari sepuluh ribu, Xie San bertemu hantu.
Orang-orang Jianghu, terutama para Jianghu berpengalaman, meski tidak takut pada hal-hal mistis, juga tidak sepenuhnya tidak percaya. Legenda hantu di Kota Cangling ini telah didengar berbagai pihak sejak mereka masih di Tongqiu.
"Ditambah lagi akhir-akhir ini, setiap malam selalu ada orang yang hilang secara misterius, dan mayatnya tidak ditemukan, benar-benar membuat warga kota resah."
"Tapi masalah ini tidak sepenuhnya kesalahan hantu di gunung itu. Dia tidak aktif datang ke kota untuk menculik orang. Banyak orang yang justru menghilang saat membawa mayat ke gunung untuk dibuang, mengorbankan diri mereka sendiri bersama mayat itu..."
"Sebenarnya mereka bunuh diri. Kalau masuk gunung sebelum gelap, tidak perlu masuk terlalu jauh, cukup cari sudut di pinggir hutan, kubur mayatnya dangkal lalu pergi, pasti aman."
"Tapi kenyataannya, mereka biasanya masuk gunung tengah malam membawa mayat yang masih hangat, sengaja masuk jauh ke pedalaman hutan untuk membuang jasad. Bukan hanya hantu Ling'er, bahkan mayat yang mereka bawa sendiri bisa jadi ancaman."
"Orang yang baru saja mati tidak wajar, aura dendam dan arwahnya belum menghilang. Si pembunuh malah membawa mayat masuk ke hutan penuh aura dendam, wajar saja jika mayat itu bangkit sebagai bangkai hidup menuntut nyawa..."
"Intinya, meski dari sudut pandang Tuhan kita tahu Xie San benar-benar diserang diam-diam, tapi para pendekar Jianghu di Cangling tidak tahu. Mereka tidak mungkin menebak urusan Lin Chang, jadi hanya bisa berasumsi sembarangan..."
"Menurut kalian, sandiwara apa yang dimainkan Xie Daxia ini? Meski Pedang Tak Bernama memang selalu rendah hati, tapi kali ini benar-benar aneh..."
"Masih kurang kejadian aneh di kota ini? Tadi malam beberapa murid Kelompok Paus Raksasa dan Sekte Pasir Laut hilang lagi, hidup tak terlihat mayat pun tak ditemukan."
"Hei, dengar kabar... Lu Qingning si Pedang Runtuhnya Bunga Mei, hilang sejak dua malam lalu. Sepanjang kemarin tidak terlihat, sampai hari ini juga belum muncul."
"Hah, ini berita pagi tadi sudah kuketahui. Katanya lima orang dari Chaliao Pedang Penghancur yang baru datang kemarin, sekarang cuma tinggal Prajurit Muda Jin yang masih di penginapan. Empat lainnya juga tidak pulang semalaman."
"Ngomong-ngomong, kalian tahu? Kata orang, tadi malam Tuan Muda Keluarga Tang kena batunya di tangan Prajurit Muda Jin."
"Apa? Tang Shize si Pemetik Bunga Kilat? Dia kan jagoan tangguh."
"Memang benar. Kabarnya dia diajari sopan oleh Prajurit Muda Jin sampai tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya mengakui kekalahan."
"Tunggu, kenapa Tuan Muda Tang sampai berkelahi dengan... Prajurit Muda Jin itu?"
"Hah, ini saja tidak tahu? Karena wanita." Si pembicara lalu menjelaskan gosip antara Murong Ying dan Tang Shize.
"Oh, begitu rupanya." Tertawa mengejek: "Tapi... Chaliao Pedang Penghancur ini memang tidak biasa. Entah dari mana asal-usul sekte ini."
"Bukannya Ketua Liaowu sudah jelaskan? Membuka gerbang sendiri, menciptakan ilmu bela diri sendiri."
“Hei, masa kau sudah berkeliaran di Jianghu bertahun-tahun masih percaya omongan itu? Usia dua puluhan bisa menciptakan ilmu bela diri sendiri? Apa dia dewa turun ke bumi? Menurutku, bocah itu mungkin mendapat warisan tenaga internal dari pertapa sakti, makanya punya tenaga internal luar biasa seperti itu.”
“Sudahlah, kalian malah ngelantur. Ini kan sedang membicarakan Pahlawan Xie, coba jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?”
“Apa maksudmu? Kalau boleh jujur...” suara direndahkan: “Besok duel akan dilaksanakan, sampai hari ini Pemimpin Keluarga Ye belum muncul juga, mungkin saja...”
Brak! Sebuah gentong anggur besar ditempatkan di atas meja.
Sosok tinggi Lu Shan muncul di samping meja kayu tempat para pembicara itu duduk.
“Pelayan, di aula penginapanmu ini kayaknya ada lalat ya.” Lu Shan bersuara: “Kulihat, satu, dua, tiga, empat. Empat ekor lalat berdengung mengganggu di sini.”
Mendengar itu, keempat orang itu meski geram tapi tak ada yang berani melawan. Mereka meletakkan cangkir di meja dengan patuh, meninggalkan serpihan perak di atasnya, lalu minggat lewat pintu penginapan dengan malu.
Sebenarnya keempat orang ini hanya karakter kelas tiga di Jianghu. Orang macam begini baik ilmu bela diri maupun karakter pribadinya, sama-sama tidak bernilai. Mereka sehari-hari hanya suka memfitnah orang yang lebih sukses, kadang membuat spekulasi jahat dan menyebarkan rumor.
Lu Shan yang kebetulan berada dekat dan mendengar pembicaraan mereka, sudah tak tahan mendengarnya, baru berinisiatif mengusir mereka keluar dari penginapan.
“Keempat orang ini dengan lancangnya mengomentari penampilan para tokoh penting itu sudah keterlaluan, belum lagi mereka mulai menyiratkan bahwa Ye Cheng menyergap lawannya sebelum duel. Bolehkah omongan sembarangan seperti ini dilontarkan? Siapakah Ye Cheng? Jika dunia persilatan saat ini hendak memilih pemimpin, maka Ye Cheng adalah orang yang langsung bisa menjabat. Ilmu bela diri dan moral Dewa Pedang mana bisa dicemarkan sembarangan oleh beberapa orang tak dikenal. Bahkan Lu Shan yang bukan pihak terkait mendengarnya sampai tiga perasaan geram, jika kata-kata ini didengar Ye Muhang, mungkin langsung menghunus pedang dan menebas mereka.
"Biksu tak usah marah, ayo, kebetulan duduk temani aku minum beberapa gelas." Seorang pemuda yang agak mabuk datang ke sisi meja, mengundang Lu Shan duduk. Ini tak lain adalah Tang Shize.
Lu Shan melirik Tuan Muda Tang, bocah ini di siang bolong sudah mabuk berat, wajahnya tampak suram.
"Ha... Bagus. Minum, biksu ini siap menemani kapan saja." Lu Shan duduk dengan sikap santai, wajahnya menyungging senyum keceriaan seperti biasa.
Meski julukan Lu Shan adalah Biksu Mabuk, tapi jarang benar-benar mabuk. Para pendekar seperti mereka tahu batasan saat minum, paham betul berapa takaran diri, kalau sudah tak kuat, uap alkohol bisa dikeluarkan lewat tenaga internal.
Tapi Tang Shize yang di depan mata ini jelas-jelas benar-benar mabuk.
“Ada pepatah: Menghunus pisau untuk memotong air, air tetap mengalir; Menenggak arak untuk melupakan duka, duka makin menjadi. Cara minum menyiksa diri seperti Tuan Muda Tang ini takkan menyelesaikan masalah.” Biksu yang melihatnya ingin memberikan nasihat.
“Perkataan mereka, kau dengar?” Lu Shan bertanya.
“Hmm... Kudengar.” Tang Shize menjawab lesu.
Di sela tanya-jawab mereka, seorang pelayan telah datang membersihkan meja dengan gesit, sambil mengumpulkan perak yang ditinggalkan tamu sebelumnya, lalu segera pergi.
“Mereka tak salah, Pahlawan Jin memang ahli bela diri luar biasa, moralnya juga lebih baik dariku.” Tang Shize melanjutkan dengan ekspresi pahit: “Aku tak bisa tidak mengakui.”
Lu Shan paham betul isi hatinya, ia menggeleng: “Amitabha, gelisah dunia fana ini tak lepas dari arak, nafsu, harta, dan amarah. Kekhawatiran Tuan Muda Tang saat ini, mungkin biksu sepertiku tak sanggup membimbing.”
“Ha! Siapa butuh bimbinganmu? Biksu pecandu arak ini berani bicara begitu?” Tang Shize membalas: “Aku hanya merasa minum sendirian tak nikmat, ingin temani seseorang minum beberapa gelas. Jangan beri ceramah!”
“Pendapat Tuan Tang keliru.” Suara perempuan tiba-tiba terdengar.
Begitu mendengar suara itu, Tang Shize langsung kaku. Perlahan ia menoleh.
Murong Ying telah berdiri di sampingnya tanpa terasa.
"Di mata Tuan Muda Tang, Yunwai Xianzi selalu terlihat anggun dan memesona kapan pun. Tapi saat ini, di sampingnya berdiri pria lain, Jin Fugui!"
"Apakah si Jin ini sengaja menunjukkan kekuatan padaku?" pikir Tang Shize. Ia lalu menengadahkan leher dan meneguk anggur sepuasnya.
"Master Lu yang bijaksana dan penuh kasih hanya ingin menghiburmu melihat kesedihanmu." Murong Ying berkata sambil duduk di tepi meja.
Atobe juga duduk, tapi tidak di samping Murong Ying. Ia berjalan memutar dan duduk di sisi seberang.
Tang Shize menatap Atobe yang masih tersungging senyum. Di mata Tuan Muda Tang, senyuman itu terlihat seperti ejekan.
"Hmph... Ada apa yang lucu?" Tang Shize mendengus dingin pada Atobe.
"Oh, di kampung halamanku juga ada yang dipanggil 'Master Lu'. Aneh mendengar orang lain mendapat panggilan serupa." Jawab Atobe jujur.
Tang Shize tak bisa membalas, hanya meminum lagi satu gelas tanpa bicara.
"Tuan Tang, sepertinya ada kesalahpahaman dengan Pendekar Jin." Murong Ying menyela lagi: "Karena itu aku mengundang Pendekar Jin untuk menjelaskan semuanya."
"Kesalahpahaman?" Tang Shize membentak: "Kesalahpahaman apa? Hmph... Orang Tang ini tidak mengerti."
Saat itu, Atobe menyela dan berkata: "Nona Murong sudah menceritakan hal antara kalian berdua padaku." Dia mengangkat bahu: "Aku awalnya heran dengan situasi tadi malam, ternyata begini keadaannya." Dia langsung blak-blakan: "Tuan Tang, hubunganku dengan Nona Murong hanyalah sekadar kenalan. Kemarin aku ke kamarnya untuk meminta nasihat tentang aturan berpetualang di Jianghu, itu perintah Ketua Liaowu. Kami tidak melakukan hal memalukan, tuduhanmu ini benar-benar tidak masuk akal."
Wajah Tang Shize berubah beberapa kali saat mendengar ini, hatinya bergolak. Sebelum sempat merespon, Murong Ying sudah bicara duluan: "Pahlawan Jin, sebenarnya antara aku dan Tuan Tang tidak ada... Ucapanmu 'hal antara kalian berdua' tadi kurang tepat..."
"Cukup, tidak perlu menjelaskan padaku," Atobe memotong. "Aku hanya datang untuk membersihkan kesalahpahaman Tuan Tang. Urusan kalian bukan urusanku." Dia menoleh ke Tang Shize: "Aku hanya mau menasihati: Daripada cari masalah denganku, kenapa tidak tanya langsung padanya? Apa kau tidak percaya padanya? Lagipula, kalau dia benar-benar membencimu, apa perlu sengaja memanggilku untuk menjelaskan?"
Setelah berkata demikian, Atobe langsung pergi. Dari sudut pandang pemuda kelahiran tahun 30-an abad ke-21, masalah receh seperti ini tidak berarti. Namun dia tidak sadar, di zaman kuno banyak hal yang tak bisa diungkapkan langsung, apalagi di tempat umum yang ramai seperti ini.
Setelah kata-katanya selesai, tiga orang yang tersisa di meja itu tertegun. Lu Shan langsung mengucapkan "Amitofo" sambil berdiri, seolah-olah dia hanya orang yang lewat dan sama sekali tidak mengenal orang-orang di meja itu, lalu menghilang dalam tiga langkah; Murong Ying memerah hingga ke telinga karena malu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menundukkan kepala dan pergi dengan anggun.
Sedangkan Tang Shize, dalam hitungan detik sadar dari mabuknya, matanya membelalak seperti Kucing Hitam Polisi. Pikirannya kacau, detak jantungnya cepat, dan kegembiraannya terpancar jelas. Namun tak lama kemudian, dia merasakan punggungnya panas, seolah semua orang di lobi penginapan sedang mengamatinya.
Sebenarnya... situasi sebenarnya tidak terlalu parah. Lobi penginapan cukup ramai, perkataan Atobe tidak terdengar oleh banyak orang, hanya beberapa meja terdekat yang mendengar. Lagipula masalah seperti ini, orang-orang pun enggan berkomentar, kebanyakan pura-pura tidak mendengar. Mereka semua orang yang berpendidikan dan memiliki status - atau setidaknya punya status meski tidak berpendidikan... Pokoknya tidak mungkin langsung berteriak-teriak merespons.
Tidak perlu dibahas bagaimana Tang Shize kemudian pergi dari lobi penginapan dengan bingung, fokus kita pada Atobe yang juga sedang kesal. Setelah menunggu semalaman, rekan timnya tetap hilang. Saat sedang merenungkan apakah akan pergi mencari, pagi harinya Murong Ying datang meminta bantuannya menyelesaikan masalah asmara.
Saat ini dia sedang berjalan menuju kamar sambil memikirkan rencana selanjutnya, tiba-tiba mendengar peringatan sistem:
【Tugas saat ini telah selesai, Misi utama telah diperbarui】
Dia membuka menu permainan, tugas 【masuk ke Ling Zhongjing, cari roh Ling'er.】 sudah dicentang. Sekarang muncul tugas baru: 【Kalahkan "Ling Mo"】
