"Setelah orang yang dipertaruhkan Vincent, akhirnya bocah ini juga menyadarinya ya..." Perang melayang di angkasa sambil mengamati Feng Bujue yang berada ratusan meter di bawahnya.
"Hehehe... Apa kau merasa hasil pertandingan sudah bisa dipastikan?" Suara Woody yang menjijikkan terdengar dari sampingnya.
Perang menoleh melihat pria berkemeja hitam dengan kacamata yang selalu memantulkan cahaya putih itu. "Sekarang aku akhirnya mengerti mengapa Vincent memicu permainan pembantaian ini."
"Menurutmu dia membantuku?" tanya Woody.
"Bukankah begitu?" balas Perang dengan pertanyaan balik.
“Hehehe……Kamu salah di sini. Sid adalah muridnya, jika ingin membantu seharusnya dia membantu orang yang dipilih Sid.” Woody tertawa: “Vincent sangat paham, aku tidak membutuhkan bantuannya.” Nada suaranya tiba-tiba berubah serius: “Selain itu...pada akhirnya hanya akan ada satu pemenang dalam taruhan ini. Membantu siapapun bisa menjadi ancaman bagi diri sendiri nantinya.”
“Pendapatmu masuk akal.” Perang menjawab: “Tapi kalau didengar sekarang, menurutku cocok dengan pepatah Timur...sudah untung malah sok suci.”
“Hehehe…Benar, secara objektif Feng Bujue mendapat keuntungan besar.” Woody tidak hanya tidak menyangkal, malah tertawa lebar: “Tapi ini tidak ada hubungannya dengan Vincent.” Dia berhenti sejenak: “Vincent tidak tahu, sebelum memulai mode permainan pembantaian ini, Feng Bujue hanya tinggal selangkah lagi dari pencerahan Kesadaran Jiwa.
Feng Bujue adalah orang yang sangat berbakat, tapi kecerdasannya justru menjadi belenggu. Dalam quest-quest sebelumnya, dia jarang mengalami situasi terjepit yang sesungguhnya dan pertarungan hidup-mati. Karena dia selalu menggunakan strategi untuk memecahkan masalah, seringkali mengurangi kesulitan pertarungan atau langsung menghindarinya.
Jika dia bisa seperti pemain tipe tempur yang terus menerus bertarung dengan lawan lebih kuat, mungkin akan lebih cepat mencapai pencerahan Kesadaran Jiwa dibanding orang pilihan Vincent.”
“Apakah maksudmu...orang pilihanku memiliki pemahaman yang lebih rendah daripada anak didikmu?” Perang kembali bertanya. Karena Tujuh Pembunuh adalah pemain tipe tempur, perkataan Woody terdengar sangat menyakitkan.
“Hei hei hei hei……Bukankah itu hal yang jelas?” Woody tertawa semakin mesum, "Bukan hanya orang pilihanmu, semua kandidat lain dalam hal pemahaman, tidak ada yang bisa menyaingi Feng Bujue." Dia mulai memprovokasi kebencian terhadap Jue Ge: "Berjuang melawan lawan kuat, terdorong ke batas ekstrem - itulah syarat dasar untuk memahami Kesadaran Jiwa. Kebanyakan kandidat kalian adalah pemain tipe tempur, masing-masing sudah punya banyak pengalaman seperti itu, dan... mereka pun 'rasa takut' sebagai pendukung. Tapi Feng Bujue melampaui batas itu hanya dengan kemauannya sendiri, tanpa sedikitpun rasa takut."
"Hmph... Bersenandunglah selagi masih bisa." Perang berkata: "Pendapatku tetap tidak berubah. Aku tidak percaya Qisha akan kalah dari siapapun dalam pertarungan kecuali Tun Tian Gui Xiao."
"Wkwkwk... Mari kita lihat nanti." Woody mendorong kacamatanya, "Oh ya, tentang tujuan Vincent... Aku beri petunjuk..." Katanya penuh teka-teki: "Terkadang, untuk menang, kita harus kalah."
Perang melirik Woody lagi, tetap diam tapi sudah memahami maksudnya.
……
"Baiklah, Wuming. Aku tidak tahu konflik apa yang terjadi antara kalian pengelana antar dimensi, dan aku juga tidak tertarik." Setelah Shiva menghilang dalam cahaya putih, tiga pahlawan super mulai mengepung Feng Bujue. Kali ini Malaikat Kematian yang berbicara dengan suara berat: "Tapi kau harus membayar untuk apa yang telah kaulakukan."
"Feng Bujue melihat Poin Stamina-nya yang tersisa 100/2800, berpikir dalam hati: Dengan bantuan Kesadaran Jiwa, konsumsi stamina saat Bertarung ternyata bisa dikontrol secara mikro. Asalkan gerakan berlebih 'disederhanakan', hal yang sebelumnya membutuhkan tiga-empat poin stamina kini bisa dilakukan hanya dengan 1 poin."
"Tapi... sekarang lawan ada tiga orang. Damian dan pengawal sebenarnya tidak terlalu kuat, kemampuan bertarung individual mereka di bawah Shiva. Tapi Malaikat Maut... dalam hal pertarungan tangan kosong, mungkin lebih ganas dari Batman asli. Nightwing dan Todd belum tentu bisa mengalahkannya."
"Lagipula mereka bertiga adalah karakter utama komik. Jika deduksi ku tidak salah... di dunia komik Amerika seperti ini, kalau benar-benar berniat membunuh karakter utama, bisa-bisa tersambar petir..."
"Ini sulit..." Feng Bujue tak bisa menahan diri bersuara: "Seratus stamina, untuk kabur saja mungkin tidak cukup..."
Tiba-tiba, suuush -
Hampir bersamaan, tiga suara siletan udara terdengar. Tiga bayangan hitam melesat dari kegelapan malam.
Pengawal dan Damian tidak sempat menghindar, keduanya terkena. Hanya Malaikat Maut yang melompat ke samping, nyaris menghindar.
"Batarang?" Ketiga pahlawan itu terkejut.
Batarang ini sudah dimodifikasi, di antara setiap dua batarang dihubungkan tali yang ditembakkan dari hook gun. Prinsip kerjanya adalah dua batarang terbang melewati kedua sisi tubuh target, saat tali menyentuh tubuh, kedua batarang akan berputar ke arah berbeda, dalam dua detik bisa mengikat seseorang.
Damian dan pengikutnya tidak terluka, hanya bagian tubuh mereka yang terikat sementara dan terhempas ke jalan akibat momentum.
"Lewat sini!" Suara pria terdengar dari atas sebuah gedung di ketinggian.
Feng Bujue sangat paham kalau perkataan itu ditujukan padanya. Meski tak tahu identitas sang penolong atau apakah ini jebakan, ia tak punya pilihan. Damian dan pengikutnya akan segera melepaskan diri, waktunya sangat terbatas.
Jue Ge segera menyelinap ke gang sempit selebar 3-4 meter. Dengan melompat-lompat di antara dinding dua bangunan, ia langsung mencapai atap setinggi 6 lantai.
Malaikat Kematian langsung mengejar. Daripada membantu dua "anak kecil" yang bisa melepaskan diri sendiri, prioritasnya adalah menahan target agar si "Wuming" ini tidak kabur.
Tiba-tiba dua proyektil melesat di kegelapan: sebuah batarang dan granat asap. Malaikat Kematian menyilangkan dua pedangnya untuk menangkis. Batarang berhasil dipantulkan, namun granat asap meledak saat menyentuh pedang berapi merahnya, menyelimutinya dalam kepulan asap.
Ketika Malaikat Kematian menerobos asap, baik Wuming maupun penyerang bayangan itu sudah menghilang dari dalam penglihatan...
……
Lima belas menit kemudian, atap Gedung Wayne.
“Apa kamu terlalu banyak nonton film polisi vs penjahat, sampai harus bertarung di sini?” Feng Bujue bertanya.
Seorang pria berbaju kelelawar lengkap berdiri di hadapannya, bergurau: "Maaf, saya polisi."
Sebenarnya, perkataan Qisha ini bisa dianggap jujur. Di dunia nyata, dia memang seorang polisi.
“Kamu juga orang yang aneh...” Feng Bujue melanjutkan: “Waktu saya bertarung dengan Shiva, kamu sudah ada di sini kan?”
“Ah, tentu saja. Peralatan di tubuhku ini luar biasa mengagumkan.” Qisha menjawab sambil mengetuk helmnya: “Helm ini saja sudah dilengkapi night vision, thermal imaging, sonar, masker anti racun, penerima radio mini, dan sistem interkom. Dengan ini, menyusup, mengawasi, melacak... semudah bermain.”
“Makanya kamu aneh...” Feng Bujue berkata: “Kalau kamu sudah datang lebih awal, kenapa... tidak menyergap saat saya bertarung dengan Shiva, atau tetap diam setelah pertarungan kami selesai.” Dia bertanya: “Mana strategi yang lebih masuk akal daripada menyelamatkan saya lalu duel satu lawan satu di sini?”
Qisha tersenyum, memberikan alasan yang terdengar aneh bagi orang lain: “Saya adalah penganut prinsip duel satu lawan satu.”
