"Andai bisa terbang seperti Neo..." gumam Feng Bujue yang sedang jatuh dengan tatapan malas menatap langit malam, mengeluarkan desahan tulus.
Seiring peningkatan Kesadaran Jiwa, mungkin suatu hari nanti dia benar-benar bisa terbang, tapi pasti bukan sekarang.
"Ah... pasti akan sangat menyakitkan." Feng Bujue menghentikan lamunannya. Dia memutar tubuh perlahan di udara, menekuk lututnya untuk bersiap mendarat.
Ternyata guncangan saat mendarat tidak separah yang dibayangkan, penurunan kelangsungan hidup juga lebih sedikit dari perkiraan, bahkan Feng Bujue sendiri tidak mengerti alasannya.
Sebenarnya, ini adalah pertanda Spesialisasi Bertarungnya sudah mendekati level B...
Wuuu——
Monster raksasa di kejauhan sudah mendekati Feng Bujue. Dengan geraman rendah, cakar raksasanya menghantam ke bawah.
Saat ini, mengeluarkan 【Moxxi Nyonya Kecerobohan】 dari tas jelas sudah terlambat. Karena jarak dan sudut, menggunakan 【Death Poker】 untuk menyerang juga tidak tepat.
Akhirnya, Feng Bujue mengorbankan 800 Poin Stamina lagi dan melepaskan jurus 【Southern Dipper Flying Dragon Fist】.
Setelah keluar dari rumah Stan, mengawal Randy, Sharon dan Shelly sampai ke pusat perbelanjaan memakan waktu setengah jam. Cooldown 【Southern Dipper Flying Dragon Fist】 sudah selesai.
Kali ini dia menggunakan skill dalam kondisi Spiritual Awareness Body Convergence Technique, daya penghancur jurusnya tentu lebih mengerikan. Tinjunya menyemburkan aura tempur, memaksa monster raksasa mundur 5-6 langkah.
Tubuh Guinea Pig Raksasa yang berjalan dengan empat kaki ini membuat 5-6 langkah mundurnya setara dengan puluhan meter.
Biaya tinggi, keuntungan pun tinggi. Dengan ruang strategis puluhan meter ini, Feng Bujue sudah aman. Dia segera melepas Death Poker untuk menyerang mata Guinea Pig Raksasa, memaksanya mundur lebih jauh.
Bersamaan dengan terbangnya kartu cahaya, Feng Bujue membubarkan Spiritual Awareness Body Convergence Technique lalu berbalik dan memanjat dinding dengan gesit.
Kali ini dia tidak membawa tas ransel besar atau orang lain, memanjat bangunan ini sangat mudah baginya.
Tanpa bantuan skill atau alat apapun, hanya mengandalkan kemampuan fisik dan Kesadaran Jiwa, berbagai gerakan parkour ekstrim dilakukan dengan lancar.
Kurang dari sepuluh detik, dia sudah sampai di atap gedung dan keluar dari jangkauan penglihatan monster raksasa itu.
……
Hutan Peru, bawah tanah reruntuhan.
Di sini, terdapat sebuah lorong berbentuk persegi panjang. Dari dalam, dinding di kedua sisi, langit-langit, dan lantainya terbuat dari batuan tanah kuning; di sepanjang lorong terlihat tiang kayu besar yang patah dan batu pecah berukuran besar, namun benda-benda ini tampaknya tidak mempengaruhi struktur lorong.
Tiba-tiba, dari sebuah belokan, muncul sosok yang membawa obor.
Itu adalah Stan. Saat melewati belokan itu, ia menunggu sebentar untuk teman-temannya yang mengikuti dari belakang, "Ayo lewat sini, teman-teman."
Empat anak lainnya menyusul keluar dari belokan. Kyle yang tampak menemukan sesuatu berkata, "Kalian dengar tidak? Sepertinya suara air mengalir."
"Benar, datangnya dari sebelah sana," sambung Cartman sambil menunjuk ke depan.
Tak jauh di depan, terdapat pintu keluar berbentuk persegi panjang. Dari luar pintu itu terpancar cahaya api yang cukup terang.
Sementara mereka berbicara, rombongan ini pun tiba di ujung lorong.
Saat melangkah keluar, penglihatan tiba-tiba menjadi lapang. Di depan mata mereka, berdiri megah sebuah kuil bawah tanah yang menakjubkan.
"Ruang ini sangat luas dengan bentuk yang menurun ke bawah. Di dinding batu abu-abu di sekelilingnya tertanam beberapa wadah api raksasa, entah mengapa semua wadah api tersebut dalam keadaan menyala saat ini. Di bagian atas menggantung banyak tirai air, aliran air itu mungkin berasal dari celah-celah gua batu. Ada juga jembatan gantung dengan perbedaan ketinggian ekstrim yang berkelok-kelok membentang di dalam kuil, menghubungkan beberapa tebing batu; sementara di bawah tebing batu terdapat air terjun melingkar yang langsung menuju jurang dasar bumi."
"Memandang ke sekeliling, terdapat dua patung manusia raksasa yang dibangun di kedua sisi dinding kuil dengan posisi berlutut saling berhadapan. Desain wajah patung memiliki ciri khas peradaban Inka Kuno yang mencolok, dari 'mulut' mereka yang besar juga mengalir tirai air yang langsung mengalir ke air terjun di bawahnya."
"Teman-teman, ini luar biasa." Cartman berkomentar takjub melihat pemandangan spektakuler di depannya.
Keempat tokoh utama saling memandang, Stan membuka suara: "Ayo kita masuk dan lihat."
Sebelum kata-katanya benar-benar habis, mereka berempat sudah berjalan berdampingan ke depan.
"Tidak." Suara Craig terdengar dari belakang: "Aku tidak ikut."
Keempat orang lainnya membeku. Mereka menghentikan langkah, Stan yang berjalan paling depan membawa obor menoleh: "Hah? Apa maksudmu?"
Craig dengan tenang menjawab: "Aku tidak ingin terus mengikuti kalian."
"Sobat, kita harus pergi melihat." Stan membujuk.
"Kenapa?" Craig bertanya.
Keempat orang saling pandang, akhirnya Stan yang pertama merespon: "Karena... uh... memang sudah seharusnya begitu."
"Setiap kali menghadapi situasi buruk seperti ini, kalian selalu nekat ikut campur hanya karena 'memang sudah seharusnya begitu'." Craig mencela.
Stan kesal: "Hei! Yang gambarnya ada di dinding ramalan kuil bukan kita! Pengecut!"
"Terserah." Craig membalas, "Bicaralah semaumu, aku sudah bulat tekad. Aku memutuskan untuk berhenti ikut campur dengan kalian."
Kyle bertanya: "Lalu apa rencanamu?"
"Sederhana." Craig membentangkan tangannya: "Perhatikan baik-baik."
Setelah berkata demikian, dia berbalik dan mulai berjalan mundur...
Empat tokoh utama menatapnya dengan wajah terkejut, ekspresi mereka seolah berkata: Apa anak ini tidak membaca quest?
Craig bagai karakter langka dalam film horor yang memiliki kecerdasan orang biasa, dia benar-benar berbalik.
Dia kembali menyusuri jalan yang sama, keluar dari reruntuhan. Justru keempat orang itu yang mengikutinya dari belakang sambil berteriak kebingungan: "Tunggu! Craig!"
Demikianlah, Craig berjalan di depan sementara keempat orang itu mengikuti dari jarak tertentu.
Tanpa disadari, mereka telah keluar dari hutan lebat, melintasi padang gurun, padang rumput, danau... di bawah cahaya bulan.
Sepanjang jalan, keempat bajingan itu sesekali masih berkomentar: "Bung, Craig, kita harus kembali ke kuil!", "Lihat, sepertinya ada sesuatu di sana!"
Tapi Craig tetap teguh dan tenang menjawab: "Tidak, tidak mau, berhenti berkhayal."
Setelah beberapa jam, Cartman akhirnya tak tahan: "Bung, ini membosankan, kita cuma mengembara tanpa tujuan!"
Craig tetap tidak bergeming, membalas, "Benar, 'kebosanan' yang sangat berharga. Aku memang menyukainya seperti ini."
……
Dua jam yang lalu, atap pusat perbelanjaan.
"OK, sekarang, aku bersama Sharon、Shelly、dan Tuan 【——】 telah tiba di atap pusat perbelanjaan." Randy mengarahkan kamera portabelnya ke istri dan anaknya sambil menjelaskan, "Kami melarikan diri ke sini dari jalanan, dan di sini kami bertemu keluarga Stotch." Ia memutar kamera ke arah tiga pengungsi lain yang bersembunyi di atap.
Keluarga Stotch terdiri dari tiga anggota. Sang ayah, Chris, adalah gay yang tidak terang-terangan (dia selalu menyangkal, tapi pernah tertangkap saat membeli layanan pelacur pria). Sang ibu, Linda, adalah wanita perengis yang mudah mengalami gangguan saraf (beberapa kali mengalami gangguan mental). Sedangkan putra mereka Butters, adalah anak kandung yang memiliki kecenderungan biseksual potensial, sangat naif, polos, bodoh, lucu, dan menggemaskan.
Butters adalah karakter anak-anak dalam "South Park" yang menempati posisi penting setelah empat tokoh utama. Perannya sering muncul di banyak episode, kepribadian karakternya semakin berkembang selama beberapa musim, dan memiliki popularitas yang cukup tinggi.
"Ini Chris dan Linda, serta putra mereka Butters." Randy menjelaskan sambil menggerakkan kameranya.
Butters gelisah memainkan jari-jarinya, dengan wajah tegang ia melambaikan tangan ke kamera sambil berkata, "Halo semuanya."
Sementara itu, Feng Bujue sedang bersandar sendiri di dinding sebelah, menjahit kembali luka yang terbuka...
Saat sebelumnya dia menggendong seorang dewasa dan seorang anak, memaksakan diri melompat setinggi puluhan meter dan melakukan gerakan melempar, lukanya sudah terbuka kembali. Sekarang ketika mengingatnya, perasaan hampa sejenak saat jatuh dari udara itu, pastilah disebabkan oleh kekacauan mental akibat kehilangan banyak darah.
"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya? 【——】 Tuan." Randy selesai merekam satu set adegan, lalu berlari-lari kecil penuh semangat mendekati Feng Bujue.
Feng Bujue benar-benar tidak ingin menghiraukan si tolol ini, bahkan muncul keinginan untuk membunuhnya. Lagipula misi sampingan sudah selesai, sistem juga tidak melarang membunuh karakter dalam cerita.
Tapi setelah dipikir dingin, membunuh sembarangan karakter utama di dunia ini bukan ide bagus, bisa memicu reaksi berantai yang tak terduga. Jadi, Jue Ge memilih skema kerjasama dengan NPC.
"Aku ingat... kamu bisa main gitar?" tiba-tiba Feng Bujue mengajukan pertanyaan yang tidak nyambung.
"Hah? Ehm... Iya, aku bisa main," jawab Randy, "Kenapa bertanya itu?"
"Bagus." Feng Bujue menyahut, tapi tidak menjawab pertanyaan lawan bicaranya.
Sebenarnya, Jue Ge hanya ingin memastikan saja. Dia punya kesan yang cukup mendalam terhadap karakter Randy. Dia ingat di masa mudanya, Randy pernah ikut paduan suara dan direkrut perusahaan rekaman sebagai anggota grup idola pria (grup itu bernama "Jewish Street Boys", Randy bergabung di usia 18 tahun. Setahun kemudian, perusahaan bilang mereka sudah 19 tahun—terlalu tua—lalu grupnya dibubarkan). Di episode "Gitar Pahlawan", dia pernah memainkan lagu "Carry On My Wayward Son" dengan gitar listrik. Dia juga pernah menjadi penyanyi di sebuah bar.
Singkatnya, Randy setidaknya bisa main satu alat musik, punya suara bagus, dan bisa menari. Meski dia adalah pria paruh baya yang tidak punya batas, kemampuannya jauh lebih baik daripada orang-orang yang baru belajar gitar beberapa bulan, cuma punya skill nyanyi ala KTV, bahkan tidak bisa membaca notasi musik sederhana tapi berani ikut audisi.
"Ada yang bisa memainkan pan flute di sini?" tanya Feng Bujue lagi.
"Eh... aku bisa main harmonika," jawab Chris. "Kenapa nanya begitu? Tuan 【——】?"
"Sudah, kurasa kamu bisa melakukannya..." balas Feng Bujue, lalu menoleh ke Butters: "Butters, kamu bisa main drum set, kan?"
Butters adalah anak yang jujur. Ia mengangguk: "Ya, Tuan, tapi tidak terlalu mahir."
"Tidak masalah, yang penting bisa." Feng Bujue merenung: "Hmm... Aku sendiri bisa main marakas (alat musik perkusi yang digoyang, berasal dari suku Indian Amerika Selatan). Jadi..." Setelah berpikir, dia berkata: "Kebetulan, kita berempat bisa membentuk band pan flute."
"Kelompok musik panpipe?" Randy bertanya: "Maksudmu kelompok panpipe Peru yang ditahan pemerintah?"
"Ya, ssst—ah." Feng Bujue yang kurang konsentrasi tanpa sengaja menusuk lukanya dengan jarum, sambil menarik kembali jarumnya dia menjelaskan: "Kelemahan marmut-marmut itu adalah musik panpipe. Asal kita temukan alat musiknya, kita bisa mengusir mereka dengan alunan panpipe."
"Apa? Bagaimana mungkin?" Chris bertanya dengan bingung.
"Ha... Tak kusangka kalian yang justru mengucapkan kata 'tidak mungkin'." Feng Bujue mencemooh, "Waktu kalian terkepung gerombolan gelandangan (South Park pernah mengalami krisis 'Malam Para Gelandangan' yang mirip film Night of the Living Dead, hanya zombie diganti gelandangan) di sini dulu, kenapa tak mempertanyakan rasionalitas?"
"Situasi waktu itu beda." Chris mengangkat bahu.
"Gelandangan, hippies, manusia lobster, imigran masa depan... Kupikir kalian sudah terbiasa diserbu makhluk-makhluk aneh." Kata Feng Bujue.
"Err... Tuan 【——】, sepertinya Anda sangat paham soal kota kami, apakah Anda penduduk sini?" Sharon bertanya.
"Aku ini pahlawan super, tentu saja tahu." Feng Bujue menjawab asal: "Yesus dan Sinterklas sahabat karibku. Mereka punya sumber informasi bagus, jadi aku cukup paham urusan kota kalian."
Semua orang menunjukkan ekspresi "oh begitu".
"Sembari berbicara, Feng Bujue telah menyelesaikan perawatan luka yang terbuka, kembali menghilangkan status Berdarah."
"Dia melirik menu permainan. Saat ini, nilai kelangsungan hidupnya 24%, Poin Stamina hanya tersisa 563/2900. Mengingat baru saja meminum suplemen, tidak ekonomis untuk meminum lagi dalam waktu dekat. Karena itu dia berencana menahan diri selama mungkin, baru akan minum botol kedua saat benar-benar darurat."
"Hmm... Setiap langkah selanjutnya harus dipertimbangkan matang-matang. Meski Dragon Fist sudah cooldown, stamina saya sudah tidak cukup untuk melepaskan serangan ketiga." Feng Bujue merencanakan dalam hati.
"Dia menarik napas, merapikan perlengkapan medis, lalu berdiri. 'Kalau begitu... Ada yang tahu di mana bagian alat musik di pusat perbelanjaan?'"
"'Di sudut barat laut lantai empat, sebelah area buku,' jawab Linda."
"'Baik, saya akan jelaskan situasinya.' Feng Bujue berkata: 'Nyonya-nyonya, Tuan-tuan, dan... anak-anak. Seperti yang kalian lihat, monster raksasa ini sangat kuat, senjata biasa tak mempan.' Dia mengangkat satu jari: 'Menurut pengetahuan saya, mereka hanya takut pada satu hal: musik panpipe.' Dia menghela napas: 'Mengingat semua CD musik panpipe di pasaran sudah dikategorikan barang berbahaya dan disita militer... Saat ini untuk mengusir monster itu, kita harus memainkannya sendiri.'"
"'Tapi saya harus memegang kamera ini, tidak bisa memainkan gitar,' Randy kembali mengeluarkan pernyataan bodoh dengan sikap sok benar."
"'Randy!' Sharon membentak suaminya: 'Ini sudah saat genting macam apa!'"
“Tidak apa-apa, Nyonya Marsh.” Feng Bujue berkata dengan santai sambil menoleh ke Randy, “Kamu bisa membuat ikat kepala khusus untuk memasang kamera portabel di kepala, sehingga tidak mengganggu syuting maupun permainan musikmu.”
Di sini terlihat sisi gelap Feng Bujue, sama sekali tidak berniat mengingatkan Randy... bahwa kamera itu sebenarnya tidak berisi pita rekaman sama sekali.
“Oh, ide yang bagus!” Randy menjawab dengan gembira.
“Kalau begitu, mari ikuti saya.” Feng Bujue berjalan menuju pintu turun ke lantai bawah, “Begitu alat musik kita dapat, kita akan aman. Ayo cepat bergerak sebelum para monster itu menyerbu.”
……
Peru, Situs Warisan Machu Picchu.
Tempat ini dijuluki "Kota Hilang" Kekaisaran Inca, terletak di antara puncak Huayna Picchu dan Machu Picchu di Pegunungan Andes, dibangun di punggung bukit yang curam dan sempit.
Sekadar informasi, ini adalah tempat penghasil alpaca. Entah mengapa saya harus menyebutkan ini...
Malam itu, awan petir bergelantung saat sebuah helikopter Chinook mendarat di puncak gunung kuno ini.
Dua tentara Amerika dengan perlengkapan lengkap dan tiga pria berjas hitam turun dari helikopter.
Kelimanya segera tiba di tepi reruntuhan. Manajer Keamanan Nasional yang berjalan di depan tiba-tiba berhenti dan menoleh: “Tunggu di sini.”
Tanpa menunggu respons bawahan, ia langsung berjalan maju sendirian.
Di depan, di antara tembok kota kuno, terdapat sebuah lapangan yang agak luas. Di tengah lapangan, ada area yang mirip altar dengan patung emas besar menjulang di atasnya.
Patung ini tingginya kira-kira tiga kali tinggi orang dewasa, dari kepala hingga kaki termasuk alasnya, seluruhnya terbuat dari emas (industri logam suku Inca kuno cukup maju, secara teori mampu membuat patung emas seperti ini. Namun patung di sini adalah fiksi dalam alur cerita South Park dengan unsur parodi). Wajah patung tersebut menyerupai seorang Indian tua, tangan kanannya memegang tongkat kayu sedangkan tangan kiri... memegang seruling pan.
Manajer Keamanan Nasional berjalan perlahan mendekati patung itu, akhirnya berhenti sekitar dua meter di depannya.
Tiba-tiba, dia membentangkan kedua tangannya dan berteriak ke arah patung: "Lihat! Aku berdiri di tanahmu!" Katanya sambil melangkah lebih dekat, "Momen ini! Sudah terlalu lama kunantikan."
Setelah berkata demikian, dia membuka resleting celananya dan mulai kencing ke arah patung...
Sambil kencing, dia tertawa terbahak-bahak: "Ha... hahaha... HAHAHAHAHA!"
Beberapa kolega yang menyaksikannya dari belakang tertegun, dalam hati berpikir: Atasan ini sudah gila ya?
"Hahaha... Mana ramalan bodohmu?! Hah?" Manajer Keamanan Nasional menghardik patung setelah selesai kencing, "Tidak ada yang bisa menghentikanku! Tidak ada!"
Tak disangka, sebelum ucapannya habis, lima anak SD muncul dari balik reruntuhan tembok di samping lapangan...
