Saat ronde kedua berakhir, peserta 【Perang Kepompong】 tersisa tujuh ratus dua puluh orang.
Wang Tanzhi termasuk di dalamnya.
"Setelah pertandingan itu, Long Ge berkomunikasi sekali dengan Xiao Tan, berdiskusi tentang situasi saat itu. Long Aomin memang orang yang sangat "sportif", setelah kalah dia bersikap sangat lapang dada. Sama sekali tidak kesal, sebaliknya dia sangat mengapresiasi taktik mengejutkan Xiao Tan, hampir-hampir bertepuk tangan memuji..."
Lagipula Blade bukan studio game komersial, tidak ada persyaratan peringkat untuk anggota, jadi Long Ge kalah di babak mana pun tidak masalah.
Namun, pertandingan ini justru memicu banyak diskusi di forum. Karena di babak pertama Long Ge berhasil mengantarkan Meng Jingchan ke babak tambahan, banyak pemain sempat menganggapnya sebagai kuda hitam turnamen ini. Tapi baru satu babak kemudian, ID 【Long Aomin】 yang baru mulai populer ini langsung terbongkar berita tereliminasinya...
"Sudah kubilang, kemenangan Long Aomin di babak pertama cuma mengandalkan keberuntungan" - pandangan seperti ini bermunculan di forum bagai jamur di musim hujan. Sebenarnya... 90% orang yang berpendapat ini sama sekali tidak menonton pertandingan Long Ge... bahkan kedua babak tidak ditonton. Mereka hanya membaca beberapa thread dan berita, lalu membuat asumsi berdasarkan hasil kejadian, mengeluarkan omong kosong.
Tentu saja, ada juga cukup banyak pemain yang benar-benar menonton pertarungan Wang Tanzhi vs Long Aomin. Sebagian besar datang untuk melihat Long Ge, tapi tidak menyangka hasil pertarungan di terowongan justru seperti ini... Apalagi prosesnya yang begitu dramatis.
Xiao Tan menyelesaikan pembunuhan yang patut disebut klasik di hadapan ribuan penonton. Meski ada unsur keberuntungan, seperti kata Feng Bujue: Karena dia bisa memikirkan ide ini dan berani mengambil risiko melakukannya, maka dia layak mendapatkan kemenangan ini.
Namun... Dibandingkan dengan ketenaran Long Ge setelah babak pertama, ID 【Wang Tanzhi】 masih tidak mencolok. Tampaknya mayoritas pemain masih menganggap kemenangannya hanya kebetulan.
……
Pada pukul satu dini hari tanggal 21 Mei, babak ketiga dimulai.
Seperti dua ronde sebelumnya, Xiao Tan sudah standby tepat waktu di ruang login.
Masih dengan peringatan sistem yang familiar: 【Babak ketiga Perang Kepompong akan segera dimulai. Data Anda akan dimuat dalam 30 detik. Jangan keluar dari ruang login.】
【Hitungan mundur 10 detik sebelum loading, 9, 8, 7... 2, 1.】
Tapi... Setelah hitungan mundur, kalimat pembuka yang dinanti tak kunjung datang.
Setelah sekitar 5 detik keheningan, saat Xiao Tan mulai merasa ada yang aneh, suara sistem berbunyi: 【Target pertandingan tidak ditemukan. Anda mendapat Bye di ronde ini. Selamat, Anda langsung lolos ke babak keempat.】
"Hah?" Xiao Tan terdiam kebingungan setelah mendengar notifikasi ini. Puluhan detik kemudian baru tersadar, "Ada yang telat antri kali ya?"
Jelas saja benar.
Kebetulan yang unik: Dari 720 pemain yang lolos ke 【Perang Kepompong】 babak ketiga, ada satu yang absen. Alasannya? Istrinya sedang melahirkan... Sudah dibawa ke rumah sakit sejak senja, jadi malam ini dia sama sekali tidak online.
Jika jumlah pemain yang absen genap, sistem tetap bisa melakukan pairing dua-dua. Masalah jumlah ganjil baru diurus di babak berikutnya. Tapi malam ini hanya kurang satu orang, jadi... satu pemain diprioritaskan.
Dan Xiao Tan, dialah yang diprioritaskan.
Lima menit kemudian, saat dia datang ke ruang rapat Feng Bujue dan mengabarkan lolos otomatisnya, komentar Jue Ge adalah: "Kalau keberuntunganmu bisa kubagi dua, besok juga aku jual semua harta benda, beli tiket pesawat ke Makau."
……
Singkat kata, Xiao Tan melaju ke 360 besar tanpa hambatan.
Keesokan harinya, skema prioritas ini menjadi kontroversi panas. Banyak ID yang jelas-jelas buzzer berpura-pura sok moralis, menyerang Dream Company di berbagai forum.
Inti argumen mereka kalau dirunut-runut sebenarnya cuma: "Ini tidak adil! Harusnya si Anu yang tereliminasi di babak tambahan dikasih duel lagi! Pemenangnya yang lolos!"
Orang yang berpikiran jernih langsung tahu ini akal-akalan kotor studio game tertentu yang ingin memanipulasi kesempatan kedua untuk pemain binaannya. Mereka menganggap prioritas ini sebagai tali penyelamat, mengerahkan buzzer-buzzer yang pura-pura netral dan marah, mati-matian menciptakan opini untuk menekan perusahaan game.
Tapi mereka jelas salah sasaran...
Dream Company bukan operator game biasa. Prinsip "berjalan sesuai keinginan sendiri dan tidak peduli dengan kritik" sudah menjadi moto mereka.
Aturan sudah jelas menyebutkan: Pemain yang gagal bertanding karena faktor di luar game dianggap mengundurkan diri. Tidak ada ruang negosiasi. Dream Company sama sekali mengabaikan protes dari pasukan bayaran tersebut.
Maka, setelah berulah seharian penuh tanpa hasil, para buzzer yang emosi karena ketauan pun mengalihkan fokus mereka ke Xiao Tan. Bisa dibilang ini mekanisme mengalihkan kemarahan... Singkatnya, Xiao Tan sudah diawasi. Jika performanya di ronde keempat bagus, tentu tak ada yang bisa protes; Tapi kalau dia terlihat lemah sampai tak bisa ditembak, pasti akan menjadi alasan utama para buzzer untuk menyerangnya pasca pertandingan.
Nantinya... "Andai saja si Anu yang bertarung, pasti lolos!" atau "Dream Company lebih memilih memberi kesempatan ke sampah yang dapat bye ketimbang pemain berbakat, mana wajarnya?" - pernyataan semacam ini pasti akan muncrat deras. Ini sudah bisa diprediksi...
……
22 Mei, pukul satu dini hari, 【Perang Kepompong】 Ronde Keempat.
“Kepompong Tiga Tidur di Rimba Kelam, Kelembutan Seratus Tempa yang Melilit Jari.” Setelah hitungan mundur selesai, sistem suara membacakan kalimat pembuka dengan dentuman keras di setiap suku kata.
【Loading telah selesai, saat ini Anda sedang berada di Peak Battle - Babak Kepompong.】
【Mode ini tidak memiliki deskripsi quest, misi sampingan/tersembunyi, maupun worldview khusus.】
【Hadiah kemenangan quest: Lolos 180 terkuat】
【Misi utama telah terpicu】
【Bunuh lawan】
Xiao Tan terteleportasi ke padang gurun hitam. Lantai terbuat dari batu keras yang gersang, tak ada sehelai rumput pun. Memandang ke sekeliling, hamparan kosong tak berujung, bahkan penanda lokasi yang jelas pun tidak ada.
Sebuah bulan purnama menggantung di langit.
Dua bayangan manusia berdiri dengan angkuh.
Dalam pandangan Wang Tanzhi, muncul wajah yang familiar. Tanpa perlu memeriksa melalui menu permainan, Xiao Tan langsung mengenalinya — 【Qisha】.
Qisha juga mengenali pria berbusana assassin di kejauhan itu.
Keduanya sama-sama paham, map seperti ini tidak memungkinkan adanya trik-trik licin.
Hubungan Qisha dengan Long Ge juga cukup baik, apalagi ini bukan pertama kalinya dia bertemu Xiao Tan. Jadi, berharap dia meremehkan lawan juga mustahil.
Bulan purnama membentang ribuan li, niat membunuh menjulang sepuluh ribu zhang.
Pemenang lolos, yang kalah tereliminasi. Tak ada jalan mundur, takkan ada yang mengalah.
"Hah... Dengan map seperti ini, lawan seperti ini... Sepertinya peluangku tipis..." Xiao Tan mengatur napas, berpikir dalam hati, "Tapi..." Ia menunduk melihat tangannya sendiri, "Mengapa gemetar karena bersemangat... Jangan-jangan di lubuk hati terdalam... Aku justru mendambakan pertarungan seperti ini..."
