Xiao Tan yang memenangkan pertarungan langsung memilih offline setelah teleportasi dari quest.
Siyu dan Beiling tentu merasa ada yang aneh dengan perilaku Xiao Tan. Tapi Feng Bujue yang tahu sedikit situasi segera berkata dengan nada tak terbantahkan: "Aku yang urus ini. Aku akan offline dan menyelesaikannya. Besok akan kujelaskan detailnya pada kalian."
Kemudian Jue Ge kembali ke ruang login dan memilih "Offline dan Bangunkan".
Tentu saja, setelah kejadian ini, Beiling dan Siyu juga kehilangan minat bermain. Keduanya kemudian offline untuk beristirahat.
Dua menit kemudian, dunia nyata, rumah Feng Bujue.
Penutup kapsul game terbuka, Jue Ge bangun dari dalamnya.
Dia menggaruk rambut acak-acakannya sambil keluar dari kapsul, "Haa... Telepon saja ya..." Dia ragu sebentar, "Tidak... Lebih baik langsung ke rumahnya dan bicara tatap muka."
Setelah bergumam, Jue Ge bersiap ganti baju.
"Kamu tidak boleh ke mana-mana." Sebuah suara tiba-tiba muncul.
Pada detik itu, reaksi pertama Feng Bujue adalah... ada maling yang masuk rumah.
"Saat ini, semua lampu di dalam rumah dalam keadaan mati, hanya beberapa komponen di kapsul game yang memancarkan cahaya. Feng Bujue tidak bisa melihat posisi lawan, tetapi ini adalah rumahnya sendiri, hanya dengan pendengarannya dia bisa tahu bahwa lawan sedang duduk di sofa."
Feng Bujue tidak ragu sedikit pun, langsung melesat seperti anak panah yang dilepaskan dari busur, merendahkan postur tubuhnya, berlari ke dapur.
"Hehehe... Aku tidak berpikir mengambil pisau adalah ide yang bagus." Orang di sofa mengeluarkan terkikik licik yang jahat.
Feng Bujue mendengar tawa licik itu, seketika tubuhnya kaku. Otaknya bekerja dengan cepat, hampir dalam satu detik dia teringat di mana pernah mendengar suara ini.
"Kau..." Jue Ge menoleh, "Administrator game itu?"
Pah——
Woody menjentikkan jarinya, lampu di ruang tamu tiba-tiba menyala.
"Hehe... Aku tidak pernah mengaku sebagai administrator game." Woody tertawa, "Itu hanya spekulasimu, dan itu salah."
Feng Bujue memandangi pria berkacamata berjas rapi di sofa itu, diam selama dua detik, lalu bertanya: "Bagaimana kau masuk? Apa maksudmu?"
"Hoho... Menarik..." Woody tersenyum, "Kau tidak bertanya bagaimana aku tahu alamatmu, tapi langsung menanyakan cara masukku, artinya kau sudah punya dugaan tentang cara aku mendapatkan informasimu."
“Hmph… Aku tidak pernah berharap perusahaan game akan ‘menghargai privasi pengguna’ seperti yang mereka janjikan.” Feng Bujue berkata, “Meskipun informasi setelah koneksi saraf dikendalikan oleh optical computer, tapi data pribadi yang kuisikan di forum pasti ada backup di Dream Company kalian kan…”
“Ya, hehe… Aku tahu, kau tidak percaya platform pihak ketiga mana pun termasuk situs transaksi, perusahaan kurir, jaringan hotel, departemen telekomunikasi bahkan lembaga pemerintah…” Woody menyambung, “Tapi percayalah, Dream Company sangat menghargai privasi pemain. Informasimu tidak akan bocor melalui kami.”
“Oh? Lalu bagaimana caramu menemukan rumahku?” Saat mengucapkan ini, Feng Bujue sudah berjalan mendekati sofa.
“Jawabannya ada di otakmu.” Woody menyesuaikan kacamatanya, “Coba kau ingat lagi apa yang kukatakan padamu sebelumnya.”
……
“Gambar dan suara yang sudah ada dalam ingatan, tak perlu kau beri tahu. Semuanya sudah kuproses semenit lalu.”
……
Sebuah kalimat terlintas di benak Feng Bujue. Ia menyeringai dingin: “Hmph… Bualan kosong. Kau mau bilang bisa membaca ingatan orang?”
“Tidak percaya?” kata Woody, “Jika aku tidak bisa, lalu bagaimana aku tahu ‘Wang Tanzhi pernah membunuh seseorang sepuluh tahun lalu’ ini?”
Ekspresi Feng Bujue berubah drastis. Berbagai hipotesis berkelebat dalam kesadarannya.
"Pola pikirmu cepat, tapi masih belum keluar dari konvensional." Woody berkata, "Jika kau bisa menerima keberadaan kekuatan supernatural, percakapan kita bisa berjalan lebih lancar." Ia memiringkan kepala dan tersenyum lagi, "Dengan begitu... pertanyaan 'bagaimana si berkacamata ini menyalakan lampu' bisa sementara dihapus dari antrian pemikiranmu."
"Aku mengerti... Kapsul game perusahaan kalian bisa sepenuhnya mencuri informasi memori pemain." Feng Bujue masih melakukan deduksi dengan standar logika biasa.
"Hehe... Masih belum menyerah menggunakan sains untuk menjelaskan?" Woody memalingkan wajah, "Kalau begitu... Arthas, maukah kau datang ke sini dan berbicara?"
"Nama konyol yang dibuat oleh pemuda konyol, hanya bos konyol sepertimu yang akan menggunakannya." Arthas berjalan dari sudut ruangan, ia benar-benar berbicara... dan suaranya ternyata seperti suara perempuan muda.
"Hmm..." Pola pikir Feng Bujue mengalami korsleting selama dua detik, dia kembali menatap Woody, "Ventriloquism..."
"Aku tidak bisa membuat suara setipis itu." Kata Woody.
Arthas melompat ke sofa, merangkak ke tepian sandaran dan tiarap, "Aku tahu, selanjutnya kau akan menyimpulkan... ada mikrofon tersembunyi di tubuhku..." Ia berhenti sejenak, "Tapi jika kau berani memanfaatkan kesempatan ini untuk meraba-raba bagian selain kepalaku, akan kurobek kau jadi potongan-potongan."
“Kamu kucing jantan ya! Kucing jantan ya!” Feng Bujue kali ini benar-benar gila, “Tidak... ini tidak mungkin, hmph... Ini pasti acara reality show stasiun TV yang iseng! Lampu pasti sudah dimodifikasi... Di tubuh kucing atau kalungnya pasti ada sensor...”
Sreee——
Jari Woody meliuk ringan di udara. Dua detik kemudian, kaki Feng Bujue terputus rapi dari paha.
Gubrak! Potongan kaki Jue Ge jatuh ke lantai. Wajahnya pucat bagai mayat. Kehilangan keseimbangan, tubuhnya terjatuh.
“Tenang, ini namanya pemotongan lintas dimensi. Lihat, kamu sama sekali tidak berdarah atau merasakan sakit.” Woody tersenyum sinis, “Hehe... Lalu... Bagaimana kamu menjelaskan ini? Sulap? Hipnosis? Atau kamu tak sengaja menghisap ganja terlalu banyak?”
Feng Bujue mengangkat kepala memandang "kaki terputus"-nya. Di penampang lintang yang utuh itu terlihat sumsum tulang, tulang, pembuluh darah, otot, lemak, kulit... Semua bergerak-gerak hidup. Tak setetes darah pun menetes.
“Mau mempelajarinya lebih lama? Atau kau ingin segera kusambungkan kembali?” tanya Woody.
“Sambungkan saja...” Feng Bujue sudah tenang kembali.
Woody menjentikkan jari. Potongan kaki itu melayang sendiri dan menyatu sempurna dengan tubuh tuannya. Bahkan celana tidur yang robek pun kembali utuh.
“Silakan duduk dan bicara.” Woody membuat isyarat tangan mengundang.
Feng Bujue menyipitkan matanya, menatap Woody tanpa berkedip sambil perlahan berjalan ke seberang dan duduk tepat berseberangan, “Jadi... vampir, zombie, hantu, Buddha... semua itu nyata?”
“Kenapa dari empat contohmu ada yang terasa aneh...” Arthas menyeledik.
“Sebagian memang nyata.” Jawab Woody, “Sisanya... hehe... itu cuma karangan kalian manusia sendiri.”
“Oh...” Otak Bujue agak kacau, “Apa itu... aku ingat kau bilang... kau dari neraka?”
“Benar.” Jawab Woody.
“Dan juga...” Feng Bujue berusaha mengingat setiap kata dalam pertemuan terakhir mereka, “Tempat asalmu adalah tempat yang akan kutunggui nanti...”
“Kenapa? Apa kau pikir dirimu pantas masuk surga setelah mati?” Kata Woody.
“Bukan itu maksudku.” Kata Feng Bujue, “Cuma... aku ingin memastikan, waktu keberangkatanku kesana bukan dalam waktu dekat kan?”
“Kau khawatir dengan bayangan di otakmu itu ya?” Woody tertawa, “Hehe... belum sadarkah? Saat kita berada dalam satu ruangan, kau telah mendapatkan kembali rasa takutmu.”
Wajah Feng Bujue berubah pucat mendengar itu. Sebuah pemikiran mengerikan muncul di benaknya. Ia menatap Woody dan bertanya dengan suara berat: “Apa kau... melakukan sesuatu pada otakku?”
“Ah……apakah begitu……hehehe……” Woody bergumam dengan nada yang ambigu, “Baik, aku tahu kamu punya banyak pertanyaan.” Dia berhenti sebentar, “Tapi belum tentu aku jawab, hehe……” Tertawa licik lagi, “Mari kita bahas dulu……masalah prioritas utama saat ini.” Dia menyebut sebuah nama dengan perlahan: “Wang Tanzhi.”
