Setelah memastikan rute udara tak mungkin, kelima orang itu melangkah masuk ke hutan lebat di tepi pantai.
Tianma Xingkong berjalan paling depan membuka jalan, disusul Fei Chai Shu, kemudian Hong Hu, Feng Bujue, dan Tuan Muda Atobe. Mereka menerobos semak berduri menuju jantung pulau.
Langkah pertama misi utama memiliki batas waktu, ini kabar baik. Dari sini bisa disimpulkan "Kuil Iman" tidak terlalu jauh dari titik start pemain, setidaknya secara teori... pasti bisa dicapai dalam tiga jam.
"Mungkinkah... kuil itu berada dekat garis pantai? Sebenarnya kita tak perlu masuk ke pedalaman, cukup berjalan menyusur pantai untuk menemukannya." Setelah berjalan beberapa saat, Tuan Muda Atobe tiba-tiba berhipotesis.
“Ada.” Feng Bujue tersenyum menjawab, “Tapi… kalau benar begitu, akan muncul masalah baru…” Ia menoleh dan berkata, “Saat di pantai tadi, haruskah kita belok kiri atau kanan?”
“Hmm…” Atobe terlihat bingung ditanya begitu, setelah ragu dua detik dia menjawab, “Ini cuma argumen kosong kan?”
“Bukan.” Sebelum Feng Bujue sempat menjawab, Hong Hu sudah menyela, “Saudara Feng benar. Belok kiri, kanan, atau masuk pulau sebenarnya sama saja.” Dia berhenti sejenak sambil menggaruk lehernya, “Kita tidak punya map maupun petunjuk. Ke mana pun kita pergi hanya bergantung pada keberuntungan.”
Jue Ge menyambung pembicaraan: “Tapi menurut pengalaman dan logika, kemungkinan kuil dewa berada di dalam pulau lebih besar daripada di pesisir.” Ia menunjuk Tianma Xingkong di depan, “Reaksi pertama Xiao Ma Ge tadi juga langsung masuk ke pulau. Jadi… saya pun…” Ucapannya terhenti mendadak.
Di detik berikutnya, raut wajah Feng Bujue berubah drastis. “Jangan bergerak!” teriaknya.
Yang lain tak tahu siapa yang dimaksud. Keempatnya langsung membeku di tempat.
“Hong Hu, jangan bergerak.” Feng Bujue menambahkan dengan suara tegas dan tenang.
“Ada apa?” Hong Hu menjawab gugup. Tubuhnya membatu seperti patung, hanya bibirnya yang bergerak mengucapkan kata-kata.
“Ada sesuatu di belakang lehermu.” Sambil berkata demikian, Feng Bujue sudah melangkah mendekat dan berdiri di belakang Hong Hu.
Tiga orang lainnya yang tahu ini tidak ada hubungannya dengan mereka, sedikit lega, dan mengalihkan pandangan ke arah situasi tersebut.
"Hmm... agak aneh..." Feng Bujue baru hendak mengulurkan tangan, lalu berhenti.
"Sebenarnya apa?" Hong Hu masih tetap tenang, saat ini dia sudah menyadari bahwa rasa gatal di lehernya ada penyebabnya.
"Seharusnya lintah..." Feng Bujue menyambung.
"Dari nada bicaramu... ini bukan lintah biasa." Hong Hu berkata.
"Benar." Kata Feng Bujue, "Karena aku tidak bisa melihatnya..."
"Apa maksudmu?" Hong Hu bertanya lagi.
"Aku bisa melihat luka di lehermu yang bergerak-gerak mengeluarkan darah..." Feng Bujue menjawab, "Tapi aku tidak bisa melihat makhluk yang sedang menghisap darahmu..." Dia mendekat lagi, "Aku hanya menebak dari bentuk lukanya... mungkin ini lintah."
"Lintah transparan?" Paman Fei Chai menimpali.
"Tidak... pasti bukan transparan..." Hong Hu sendiri menyangkal, "Jika lintah itu transparan, maka ketika darahku masuk ke tubuhnya, akan terlihat konturnya."
"Sedangkan yang kita lihat sekarang, setelah menghisap darah, tetap tidak terlihat." Feng Bujue melanjutkan perkataan Hong Hu, "Hmm... untuk sementara kita sebut saja lintah hantu."
"Ini saatnya memberi nama?" Hong Hu menjawab dengan tempo bicara yang cepat.
"Tampaknya Hong Hu sudah mulai panik." Manusia memang seperti ini, ada hal-hal yang tidak terasa istimewa saat tidak tahu, tapi begitu mengetahuinya... seperti duri di punggung atau tulang ikan di tenggorokan.
"Jangan buru-buru, aku akan segera menanganinya." Feng Bujue berkata sambil memiringkan kepala dan mengendus bagian belakang leher Hong Hu, "Hmm, bau amis tipis, memang lintah hantu."
"Hei... apa yang kau lakukan... mau memakannya sebagai makanan?" Atobe menyampingkan pandangan ke Jue Ge sambil bergumam. Sejujurnya, jika Feng Buejue benar-benar memakan "lintah hantu" itu, Atobe tidak akan terlalu terkejut.
"Sekadar konfirmasi ulang." Jue Ge menanggapi, "Bagaimana jika itu benda lain?" Sambil bicara, dia mengeluarkan 【Pelontar Anti-Gravitasi Komposit】 dari tas, "Untuk lintah... melepas paksa tidak tepat. Jika mulutnya putus di bawah kulit, bisa infeksi."
Bzzz——
Dengan suara pelontar yang menyala, luka di belakang leher Hong Hu mengendur. Darah segar mulai mengalir di kulitnya, menandakan lintah telah terlepas dari lehernya.
"Dengan perangkat gravitasi seperti ini, masalah seperti itu tidak akan terjadi." Feng Bujue mengangkat pelontarnya, melirik luka Hong Hu, "Dari lukamu... ukurannya besar. Saat menggulung seperti gumpalan, tapi kalau terbuka mungkin sampai 10 cm."
“Huh... Aku juga terlalu ceroboh.” Hong Hu menghela napas lega, segera menutup luka dengan tangan untuk menghentikan pendarahan, “Hanya merasa gatal, sama sekali tidak memperhatikan nilai kelangsungan hidup.” Dia berhenti dua detik, “Untung... Kerugian tidak besar, total hanya kehilangan 7%... Tidak tahu sudah berapa lama makhluk ini menempel padaku.”
“Masalahnya belum selesai.” Feng Bujue berkata dengan ekspresi aneh, “Aku mempertimbangkan lagi... Karena lintah ini bisa berinteraksi secara fisik dengan kita, menyebutnya 'hantu' sepertinya tidak tepat.”
“Masih berkutat pada masalah penamaan?” Atobe berkata, “Ini tidak penting kan?”
“Dia tidak sedang mempermasalahkan nama.” Hong Hu menyesuaikan kacamata, menyambung, “Tapi sedang mempertimbangkan sifat biologis makhluk ini.” Dia berpikir beberapa detik, mengajukan hipotesis, “Mungkin... Warnanya berubah sesuai lingkungan sekitar?”
“Bunglon ya?” Tianma Xingkong yang telah mendengar dari depan akhirnya menyela.
“Lebih hebat dari Chamaeleonidae (nama ilmiah bunglon).” Feng Bujue menyambung, mengangkat lengan dan mengarahkan pelontar ke batang pohon (pelontar komposit bisa mengaktifkan fungsi pengisap dan pencahayaan bersamaan), “Lihat, sekarang pelontarku seharusnya sedang mengisap seekor lintah, tapi dalam pilar cahaya ini, batang pohon tidak memantulkan bayangannya. Ini membuktikan... Entah dia membelokkan cahaya sekitar, atau langsung mengganggu penglihatan kita.”
"Ini juga tidak aneh." Hong Hu menyambung, "Latar belakang quest ini jelas berada di Alam Semesta Utama game, artinya... settingan fantasi. Jadi, kemunculan makhluk yang tidak bisa dijelaskan dengan logika biasa juga wajar."
"Hmm..." Feng Bujue merenung sejenak, lalu bertanya, "Paman Fei Chai, apa kamu bisa melihat lintah ini?"
"Tidak bisa." Paman Fei Chai langsung menjawab.
"Tak terlihat di bawah cahaya, tetap tak kelihatan meski pakai kacamata hitam..." Feng Bujue melanjutkan sambil menatap Hong Hu, "Tak menampakkan diri di permukaan 37 derajat Celsius, juga tidak muncul di suhu ruang 15 derajat..." Dia bertanya lagi, "Ada yang membawa perangkat atau skill bisa memancarkan inframerah?"
"Kamu ini memang banyak maunya ya." Meski menggerutu, tangan Hong Hu sudah merogoh tas dan mengeluarkan barang, "Harus sampai benda tak kasat mata ini muncul baru puas? Cuma seekor lintah, sekarang sudah dilepas, buang saja. Membuang waktu untuk hal kecil bisa jadi masalah nanti."
Setelah gerutuan, item pun dikeluarkan. Hong Hu mengangkat benda logam berbentuk telur bebek, menekan tombolnya. Item itu langsung terbuka memancarkan tirai cahaya.
Seketika, segala sesuatu di sekitar tertutup dalam radiasi inframerah.
"Gila!" Pada detik itu, nilai ketakutan semua orang kecuali Jue Ge langsung melonjak drastis.
"Di bawah sorotan sinar inframerah, para pemain akhirnya melihat lintah itu, dan... sekalian melihat puluhan ribu kerabatnya."
Saat ini, sekitar para pemain adalah lautan lintah tak kasat mata... Kanopi pohon di atas kepala mereka, tanah berlumpur di bawah kaki, batang pohon di samping, semak-semak, bebatuan... Hampir semua permukaan dipenuhi makhluk ini, termasuk pakaian kelima orang mereka yang sudah ditempeli banyak.
"Untungnya kostum kita semua cukup tertutup, bagian kulit yang terbuka tidak banyak," kata Feng Bujue dengan tenang. "Dan kecepatan gerak lintah-lintah ini memang sangat lambat, butuh setengah hari baru bisa bergerak sedikit." Ia menatap Hong Hu, "Sedangkan Saudara Kacamata, sepertinya memang kurang beruntung..." Ia mengangkat pelontar di tangannya, menggoyang-goyangkan lintah yang tersedot, "Yang ini... kemungkinan jatuh dari cabang pohon tepat di tengkukmu."
"Masih bisa bercanda omong kosong di situ?" teriak Atobe yang melihat benda-benda di tubuhnya hampir gila, tidak berani menepuk dengan tangan, "Sekarang harus bagaimana ini!"
“Tidak perlu melakukan hal khusus…” Feng Bujue melemparkan lintah yang menempel di pelontar, lalu memandang sekeliling. “Lihat kepadatannya… Kita juga tak perlu buru-buru membersihkan yang sudah menempel. Lagipula setelah beberapa langkah pasti akan menempel lagi.” Dia mengangkat bahu, “Lebih baik lanjutkan perjalanan. Bersihkan diri saat sudah sampai area tanpa lintah.”
“Hei… Bagaimana jika hutan di depan juga seperti ini? Bagaimana jika seluruh pulau dipenuhi makhluk ini?” tanya Atobe.
“Kalau begitu… kita bisa pertimbangkan cara mengubah lintah tembus pandang ini jadi makanan darurat,” ucap Feng Bujue sambil memiringkan kepala.
“Pokoknya… cepatlah kita pergi,” wajah Tianma Xingkong kini juga pucat. “Aku punya fobia kerumunan…” Rupanya pahlawan pun punya ketakutan.
“Baiklah, mari lanjutkan,” sahut Feng Bujue dengan santai.
Hong Hu menarik napas panjang sambil menggelengkan kepala: “Saudara Feng, satu hal yang harus kuakui… mentalmu benar-benar baja.”
“Iya, mana mungkin orang biasa bisa tetap tenang setelah tahu keadaan sekitar seperti ini…” sahut Atobe.
“Heh…” Feng Bujue terkekeh mengejek. “Jika benar begitu takut, lebih baik nyanyikan lagu untuk mengalihkan perhatian. Ikuti aku…” Langsung dia bersenandung: “Xiao Ma Ge, kaki menghadap barat, memimpin Paman Fei Chai, diikuti tiga badut.”
"Hey! Demi sajak malah menghina diri sendiri ya!"
