Setelah membelah semak berduri, di hadapan lima pemain muncul jalan sempit. Tebing di kedua sisi tiba-tiba menyempit, hanya menyisakan celah selebar beberapa meter. Tepat di jalan satu-satunya ini, berdiri sebuah Pohon Ejekan.
Batang pohon ini sangat tebal, persis memblokir celah; di kedua sisi batang hanya tersisa celah sempit yang nyaris cukup untuk memasukkan lengan. Ketinggian pohon ini juga luar biasa, kanopinya seperti anemon laut yang menjalar di tebing tinggi. Jika pemain mencoba melewati dari atas, pasti akan masuk ke area kabut racun.
"Hmm... Menebang pohon sebesar ini pasti memakan waktu lama..." gumam Tianma Xingkong memandang pohon raksasa.
"Kalau kita tidak mendapatkan kapak ini..." sambung Atobe, "apakah kita akan terjebak di sini?"
"Belum tentu." kata Feng Bujue, "Setidaknya masih ada dua cara untuk melewatinya."
Paman Fei Chai menyambung: "Ya, kita bisa nekat lewat atas lalu menyembuhkan racun." Matanya berkedip di balik kacamata hitam, "Atau... merusak tebing dengan sudut dan tenaga tertentu untuk membuka jalan."
Feng Bujue melanjutkan: "Hanya saja, kedua cara ini mengandung risiko dan membutuhkan konsumsi energi tertentu."
"Dan sekarang... hanya aku yang harus kerja keras sendirian ya?" keluh Atobe dengan nada pasrah.
"Hehe... Sudah susah payah ya." Paman Fei Chai tersenyum menghibur.
“Ah… Siapa suruh aku penggemar Idient.” Atobe berkata sambil mengangkat kapak dan berjalan maju.
Tak disangka, tiba-tiba terjadi perubahan aneh.
“Egh…” Erangan rendah memunculkan pemandangan mengerikan. Kulit pohon "Pohon Ejekan" mulai bergerak-gerak, bentuk siluet salib perlahan menonjol dari batang pohon. Para pemain mengira akan muncul "wajah raksasa" pohon itu, tapi saat siluet semakin jelas… ternyata berbentuk manusia utuh.
Sekitar dua puluh detik kemudian, perubahan pohon raksasa berhenti. Pada kulit pohon muncul tonjolan berbentuk humanoid yang masih bergerak kecil-kecil seperti makhluk hidup yang terbungkus kulit kayu.
“Manusia…” Suara berasal dari kepala bentuk humanoid itu, “…Bisa sampai ke sini…” Saat berbicara, kepalanya berputar sedikit. Karena【Manusia Pohon】ini hanya memiliki siluet dasar tanpa detail, ekspresi dan sorot matanya tak terlihat. Para pemain hanya bisa menduga… dia sedang mengalihkan penglihatan.
“Kamu…” Manusia Pohon menatap Atobe, “Mau menebang pohon ini dengan benda di tanganmu?”
“Egh…” Atobe ragu beberapa detik, lalu menjawab cerdas, “Tergantung situasi…”
“Jika kalian mengizinkan kami lewat…” Feng Bujue maju beberapa langkah menyela, “Kami tentu bisa meninggalkan kekerasan…”
“Tidak, tolong…” Manusia Pohon memotong, “Tebanglah pohon ini sampai tumbang.”
“Oh?” Sesuatu terekam dalam pikiran Feng Bujue, “Bukankah kamu dan pohon ini… menyatu?”
“Dulu, tidak.” Suara dari dalam pohon menjawab, “Tapi sekarang… aku hanya ingin mati.”
“Hmm…” Feng Bujue mengusap dagunya dengan ekspresi kontemplatif.
“Begitu rupanya…” Atobe menoleh sambil berkata, “Lagipula kita sudah punya rencana, kenapa tidak… penuhi permintaannya?”
“Tunggu dulu.” Feng Bujue melambaikan tangan, berjalan mengitari Atobe lalu menatap ke arah sosok di pohon, “Bolehkah aku bertanya bagaimana kau bisa menjadi seperti ini?”
“Apakah itu penting?” Sosok di pohon balas bertanya.
“Sekadar rasa ingin tahu.” Ekspresi Feng Bujue sangat santai, seolah-olah batas waktu tiga jam untuk quest tidak ada. Tanpa menunggu jawaban, dia melanjutkan, “Apakah ini perbuatan dewa? Atau pembunuh berantai psikopat? Atau… sekelompok Sadducees?”
“Apa yang dia bicarakan?” Tianma Xingkong berbisik kepada Hong Hu dan Paman Fei Chai di sampingnya.
Hong Hu menjawab: “Dia sengaja mengajukan beberapa hipotesis tidak masuk akal untuk memancing kebenaran.”
“Eh… maksudku… apa arti 'Sadducees' yang dia sebutkan?” Xiao Ma Ge menyela.
“Hah?” Hong Hu tertegun, “Ini… aku juga tidak tahu.”
“Sadducees adalah sekte dalam Yudaisme kuno.” Paman Fei Chai menjelaskan, “Mereka menyangkal konsep kebangkitan orang mati, keberadaan jiwa, 'akhirat', dan 'malaikat'. Selain itu, mereka terlibat dalam persidangan dan eksekusi Yesus.”
"Ternyata ini titik kritisnya..." Hong Hu mengusap keringat dingin di dahinya, menatap Paman Fei Chai, "Ngomong-ngomong... Kok Kakak Chai bahkan tahu guyonan religi seperti ini ya?"
"Huu--" Paman Fei Chai mengembuskan asap rokok, "Waktu kuliah, untuk merayu cewek... Pernah ikut klub studi agama kuno." Ia menengadah ke langit, membentuk lingkaran asap, "Hehe... Lucunya, klub ini isinya semua ateis. Menurut kami, kaum Saduki adalah kelompok paling bijak dalam Perjanjian Lama, berbeda dengan orang Farisi yang terobsesi kekuasaan, uang, popularitas, dan minim kesadaran religius... Huu--" Ia menghisap lagi, "...Pada dasarnya mereka adalah ateis zaman kuno."
Sampai di sini, Paman Fei Chai menghentikan pose anggunnya menatap langit 45 derajat, lalu melirik Tianma Xingkong dan Hong Hu. Ia mengira keduanya akan memandangnya dengan kekaguman penuh hormat. Namun kenyataannya... Mereka sudah berdiri beberapa meter jauhnya, mengalihkan perhatian ke Feng Bujue.
"Hey! Kalian sama sekali tidak mendengarkan!" Paman Fei Chai kesal dalam hati, melemparkan puntung rokok ke tanah.
Di sisi lain, Feng Bujue masih terus membanjiri pertanyaan: "Hannibal? Charles Manson? John Hinckley? Chuck Norris? Jason?"
(Nama-nama yang disebutkan di atas masing-masing merujuk pada: seorang kanibal gila dalam novel, pembunuh hippie terkenal keji, "orang gila" yang pernah mencoba membunuh Reagan, seorang pria sejati, dan monster humanoid virtual.)
"Cukup!" Pria yang terperangkap di pohon yang awalnya bersikap tenang akhirnya tak tahan. Ia berteriak memotong omong kosong Jue Ge, "Itu 'Master Hukuman'... dialah yang mengubahku menjadi seperti ini..." Suaranya gemetar ringan, "Ini jawabannya, puas sekarang?"
"Ah~ Sebenarnya aku hanya bertanya sembarangan saja." Feng Bujue mengangkat bahu.
"Siapa yang percaya!" Atobe berteriak refleks.
"Baiklah..." Jue Ge mengabaikan Atobe, melanjutkan bicara pada pria di pohon, "Kalau begitu... mari kita bernegosiasi." Ia menyilangkan tangan di dada dengan wajah sombong, "Imbalan apa yang akan kau berikan untuk membantaimu?"
"Hey... ini gimana ceritanya..." Atobe kali ini tidak berani bersuara, hanya bergumam dalam hati, "Transaksi macam apa ini?!"
"Tenang saja..." jawab pria di pohon, "Tebanglah di pinggangku. Saat pohon terbelah sepenuhnya, kalian akan mendapat 'imbalan'..."
Atobe terkejut: "Benar-benar ada?!"
