"Itu adalah malam di awal musim panas.
Enam siswa SMA datang ke bukit belakang sekolah.
Mereka semua laki-laki, dengan nama: Li Bin, Jia Ming, Hu Sheng, Zhao Guan, serta Wang Xiaowen dan Wang Xiaowu.
Hari ini adalah hari ketiga setelah ujian masuk perguruan tinggi. Meskipun hasil belum diumumkan dan semuanya masih belum pasti, ini tidak akan mempengaruhi pesta pora mereka selama setengah bulan ke depan.
Malam ini, cara berpesta yang mereka persiapkan... adalah menggunakan buku pelajaran sebagai bahan bakar untuk mengadakan acara barbekyu.
Mungkin terlihat konyol, tapi bagi mereka saat itu, ini jelas ide bagus. Keenam orang ini sudah merencanakan acara ini sejak hari kedua setelah ujian. Mereka memilih bukit belakang sekolah sebagai lokasi kumpul, waktunya ditetapkan pukul sembilan malam.
Malam itu, setelah langit gelap, satu per satu dari mereka tiba di halte bus dekat sekolah.
Kakak-beradik Wang Xiaowen dan Wang Xiaowu datang paling awal, membawa bahan makanan untuk barbekyu. Kemudian Zhao Guan datang membawa kulkas portabel berisi bir dingin. Li Bin dan Jia Ming menyusul kemudian, bertugas membawa peralatan barbekyu dan alat makan. Menjelang pukul sembilan, Hu Sheng tiba dengan membawa bensin dan korek api.
Tentu saja, selain barang-barang tersebut, masing-masing dari mereka... membawa tas sekolah penuh dengan buku pelajaran.
Setelah bertemu, keenam orang itu naik ke bukit melalui jalur sempit.
Bukit belakang sekolah bukanlah pegunungan terjal, sebenarnya hanya lereng bukit tandus yang biasanya bisa mencapai puncak dalam lima belas menit. Hutan di bukit itu juga tidak lebat, karena tidak terawat bertahun-tahun, sebagian besar pohon sudah mati dan rumput liar tumbuh subur di pinggir jalan.
Enam siswa laki-laki yang penuh semangat remaja, meski membawa barang berat, kecepatan mendaki gunung hampir tidak terpengaruh.
Kurang dari dua puluh menit, mereka sudah sampai di puncak gunung belakang.
Dari sini, dapat melihat panorama lengkap sekolah di bawah. Dari gedung sekolah hingga lapangan olahraga, semuanya terlihat jelas.
Tak lama kemudian, mereka sudah menyiapkan peralatan barbekyu, menyiapkan bahan bakar, dan menyalakan Api.
Mereka duduk mengelilingi api sambil bercanda, memulai acara barbekyu.
Buku-buku pelajaran yang telah menyiksa mereka selama berhari-hari digunakan sebagai tisu untuk membersihkan tangan dan mulut, sesekali merobek beberapa halaman atau seluruh buku untuk dibakar.
Memandang gedung sekolah di kejauhan, berbagai perasaan campur aduk membanjiri hati. Memang banyak kenangan buruk di sana, tapi juga ada hal-hal indah...
Bagaimanapun, tiga tahun di sana adalah bagian tak terhapuskan dari proses kedewasaan mereka. Mungkin hal pahit yang dirasakan hari ini, bertahun-tahun kemudian akan mengendap menjadi rasa berbeda.
Setelah beberapa gelas bir dan makanan yang berpindah-pindah.
Beberapa jam kemudian, bahan makanan yang dibawa habis dimakan, buku pelajaran juga hampir habis terbakar.
Tapi persediaan bir masih cukup, sekitar sepertiga tersisa.
Saat malam semakin pekat, Hu Sheng tiba-tiba mendapat ide: "Ngomong-ngomong, pernah dengar... cerita misteri tentang gunung belakang ini?"
Jia Ming langsung menyambung: "Pernah, kayaknya judulnya... Bunga Kampus Berlumuran Darah?"
Li Bin berkata: ‘Eh? Aku dengar namanya Pembantai Kehidupan?’
Wang Xiaowen dan Wang Xiaowu menyatakan: ‘Versi yang kami dengar namanya... Pemulung.’
Zhao Guan mengangkat bahu, melanjutkan: ‘Hantu Pengembara.’
‘Ha? Ternyata di belakang sekolah kita ada begitu banyak legenda horor?’ Hu Sheng sendiri kaget, awalnya dia ingin menceritakan kisah hantu untuk menakuti anak-anak ini, tapi ternyata mereka semua pernah mendengar cerita serupa.
‘Bagaimana kalau... kita semua bercerita bergiliran?’ usul Hu Sheng.
Beberapa lainnya setuju, setelah mengobrol sebentar, mereka pun mulai bercerita satu per satu.
Sebenarnya legenda horor itu... kalau disederhanakan, bisa diringkas dalam 3-5 kalimat, bahkan satu kalimat. Tapi mereka menambahkan bumbu-bumbu dramatis saat menceritakannya sebagai kisah hantu, jadi benar-benar bertele-tele.
Cerita Jia Ming tentang ‘Ratu Kampus Berdarah’, intinya menceritakan... seorang siswi cantik yang diasingkan dan ditindas karena kecantikannya. Suatu hari, dia tidak tahan lagi. Dia pergi ke bukit belakang, merusak wajahnya dengan cutter hingga berdarah sampai mati. Dalam tiga bulan berikutnya, semua gadis yang pernah mengganggunya mati satu per satu di gunung ini. Saat meninggal, wajah mereka terdistorsi parah, seolah ada tangan tak terlihat yang ingin membentuk wajah mereka menjadi wajah orang lain...
Kisah Li Bin sang 'Raja Pembunuh' bercerita tentang... seorang guru pembunuh berantai hentai yang menjadikan murid-murid di sekolahnya sebagai target. Setiap kali membunuh seorang murid, dia memotong-motong mayat dan menyembunyikannya di gunung belakang ini. Hingga suatu malam... dia kembali naik gunung untuk membuang mayat, tapi tak pernah turun lagi. Belakangan, polisi menemukan jasadnya di gunung itu, bersama banyak potongan mayat orang lain di sekitarnya. Potongan-potongan itu seperti gerombolan serangga yang menutupi mayat sang guru, tak bisa dilepaskan.
Legenda Pemulung Saudara Wang paling sederhana, menceritakan... di gunung kadang muncul seorang tua berwajah biru kehijauan yang bungkuk membawa keranjang. Jika dia menyapamu, jangan sekali-kali menjawab, berpura-puralah tak mendengar. Kalau tidak, kau akan dilemparkannya ke dalam keranjang dan dibawa pergi...
"Hantu Pengembara" Zhao Guan bercerita... Dahulu ada seorang siswa yang sangat penakut. Karena takut di-bully, dia tidak berani pergi ke sekolah. Setiap pagi setelah meninggalkan rumah, dia bersembunyi di gunung belakang dan tinggal di sana sampai gelap baru pulang. Setelah beberapa waktu, karena tidak makan siang dalam waktu lama, tubuhnya semakin lemah; ditambah lagi seharian hanya melamun, mentalnya menjadi semakin tidak stabil. Akhirnya pihak sekolah dan orang tua mengetahui hal ini. Tanpa bertanya lebih jauh, mereka menyalahkan sepenuhnya pada siswa ini. Keluarganya bahkan memukulinya habis-habisan. Keesokan harinya, siswa ini pergi dari rumah seperti biasa dan tidak pernah kembali lagi. Konon sejak hari itu, sering ada orang yang melihat bayangan manusia berkeliaran di gunung, tapi setiap ada yang mendekat, dia akan menghilang selamanya tanpa bisa ditemukan...
Setelah kelima orang ini selesai menceritakan kisah mereka, akhirnya tiba giliran Hu Sheng.
Sebagai inisiator, dia yakin cerita horor yang akan disampaikannya adalah yang paling menyeramkan, sehingga ditempatkan sebagai penutup.
Saat ini, suasana sudah menjadi sangat mistis. Meski keenam remaja pria ini berada di usia yang "tidak takut langit maupun bumi", namun setelah mendengar empat cerita hantu berturut-turut dalam lingkungan dan atmosfer seperti ini, telapak tangan mereka basah oleh keringat dingin.
Waktu sudah mendekati tengah malam - periode puncak aktivitas supernatural. Narasi Hu Sheng pun dimulai...
‘Kisah misteri yang ingin kuceritakan ini... tidak memiliki nama tetap, karena terlalu banyak sebutan, hingga tak ada yang tahu nama aslinya.’ Hu Sheng adalah orang yang pandai berbicara, jadi sejak awal dia sengaja membuatnya misterius, ‘Ceritanya begini... Bertahun-tahun yang lalu, ada dua siswa pria dan wanita di sekolah ini. Mereka sudah tumbuh bersama sejak kecil, dan saat kelas 2 SMA sudah menjalin hubungan pacaran, bahkan sampai melakukan hubungan fisik...
Tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama. Akhirnya orangtua kedua belah pihak mengetahui hal ini. Yang terjadi berikutnya tentu saja adegan memisahkan sepasang kekasih. Namun pasangan ini tidak menyerah begitu saja. Mereka tidak punya uang, juga kemampuan untuk hidup mandiri jauh dari keluarga. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah menggunakan nyawa sendiri untuk menuduh dunia ini...
Maka, pada suatu malam yang gelap dan berangin, mereka berdua pergi ke gunung...’
Saat Hu Sheng sampai di bagian ini, tiba-tiba dia berhenti bicara.
Ekspresinya berubah drastis, wajahnya langsung pucat pasi, kedua matanya menatap kosong ke depan.
Li Bin, Jia Ming, Zhao Guan, dan saudara-saudara Wang juga merasakan sesuatu yang tidak beres. Dengan gugup mereka menoleh, mengikuti arah pandangan Hu Sheng...
Tampak dua sosok bayangan manusia pria dan wanita, masing-masing memegang senter, berjalan perlahan menyusuri jalur sempit menuju gunung.
Meski tidak memakai seragam sekolah, dari postur dan penampilan mereka, jelas terlihat seperti siswa SMA.
Samar-samar, terdengar suara percakapan mereka...
‘Hei, aku bilang... kamu tidak merasa... sekitar tiba-tiba menjadi dingin...’ kata si perempuan.
‘Ada nggak?’ kata cowok itu dengan nada santai, ‘Itu cuma perasaanmu saja…’ Dia menyunggingkan senyum palsu, ‘Ini cuma uji nyali, jangan terlalu tegang lah.’
‘Tapi bukit belakang ini memang aneh banget…’ sahut ceweknya, ‘Apa kamu belum dengar legenda horor ‘Enam Hantu’ itu?’
Sambil mengobrol, mereka berjalan dan tepat di saat itu… tubuh keenam orang termasuk Hu Sheng tertembus oleh mereka.
Bersamaan dengan itu, api unggun, panggangan, bir, abu… semuanya lenyap tanpa jejak.
‘Hah? Ngomong apaan sih?’ sergah cowok itu.
Cewek itu berbisik misterius, ‘Katanya… bertahun-tahun lalu, di malam musim panas juga, ada enam cowok datang ke bukit ini… mau BBQ pakai buku pelajaran.
‘Wkwkwk… Gila kali?’ cowok itu tertawa terkekeh.
‘Katanya mereka semua siswa kelas tiga SMA yang baru selesai Ujian Nasional,’ jawab cewek itu.
‘Oh… kalau gitu aku ngerti lah,’ bales cowok itu.
Cewek itu melanjutkan, ‘Tapi tak disangka… saat BBQ, terjadi kecelakaan yang memicu kebakaran hebat. Enam orang itu tewas terbakar di bukit… Hutan di sini juga habis dilalap api sampai jadi gersang.’
‘Jadinya senang-senang malah celaka ya…’ gumam cowok itu sambil tak sadar mengusap lengannya, karena sekarang… dia juga mulai merasakan hawa dingin yang menggelitik.
‘Belum selesai…’ kata perempuan itu, ‘Kemudian, hasil ujian masuk universitas diumumkan. Hasilnya, keenam orang itu semua diterima di universitas impian mereka. Sayangnya… mereka tidak akan pernah bisa melihat surat penerimaan itu.’
‘Heh… hehe… benar-benar merinding…’ senyum pria itu semakin tidak natural, bulu kuduknya berdiri, pandangan sampingnya sesekali melirik ke sekitar seolah ingin memastikan apakah ada sesuatu yang bersembunyi dalam kegelapan…
‘Sejak saat itu…’ lanjut perempuan itu, ‘munculah kabar angin… Di malam-malam musim panas, kadang terlihat cahaya api di gunung. Itu adalah mereka berenam…’
Ucapannya terhenti mendadak karena… dia melihat tangan hangus dan membusuk bertumpu di bahu pria di sebelahnya, sementara pria itu sama sekali tidak menyadarinya…”
Cerita Feng Bujue berakhir di sini. Dia diam beberapa detik, menatap Jiwa Peniru dan berkata: “Sudah, selesai. Cukup bagus?”
