“Ah… lebih baik daripada tidak ada…” Jiwa Peniru melakukan gerakan mengorek hidung (meski tidak punya lubang hidung), menjawab dengan nada tidak antusias, “Lumayanlah, di pulau ini sulit mendengar cerita hantu. Terakhir kali dengar… mungkin sudah beberapa minggu lalu.”
“Bukannya belum lama?!” Atobe menyela dengan nada mengejek.
“Sepertinya banyak pengelana antar dimensi yang pernah mengunjungi tempat ini…” ujar Feng Bujue dengan tenang sambil menguji reaksi.
“Tidak semuanya orang seperti kalian.” Jiwa Peniru melanjutkan, “Ada juga manusia dari alam semesta ini, dan… makhluk lain.” Ia berhenti sejenak, “Hmm… ini bukan poin utamanya.” Sepertinya ia menyadari sedang dikelabui, sehingga buru-buru menghentikan pembicaraan dan beralih, “Bagaimanapun, transaksi sudah disepakati. Jadi… silakan mendekat dan letakkan tangan kalian di lengan saya.”
Jiwa Peniru maju selangkah sambil membentangkan kedua lengannya.
Para pemain saling bertukar pandang sebelum bergantian mendekat dan meletakkan tangan mereka.
“Hmm… Kukira teksturnya akan lengket, ternyata biasa saja…” Atobe bergumam pelan.
Tiga pemain lainnya juga memiliki pikiran serupa. Sebelum bersentuhan, mereka mengira tubuh Jiwa Peniru berupa substansi mirip lem, namun setelah menyentuhnya… permukaan tubuhnya ternyata sangat halus, kering, dengan suhu tubuh rendah seperti kulit yang baru dikeluarkan dari lemari es.
“Apa yang perlu dikagetkan? Menyesuaikan kelembaban, suhu, dan kekuatan tubuh sesuai lingkungan… ini mekanisme penyesuaian diri yang biasa.” Jiwa Peniru berkata dengan nada sombong, “Hampir semua makhluk tingkat tinggi, bahkan sebagian hewan rendah, memiliki kemampuan ini. Termasuk manusia, hanya saja kemampuan kalian sangat lemah…”
Saat kata-kata ini terucap, pemandangan di depan para pemain berubah drastis.
Di telinga keempat pemain, terdengar notifikasi sistem: 【Tugas saat ini telah selesai】
Dalam sekejap mata, mereka berpindah dari ruang batu gelap dan tertutup ke aula besar seluas lapangan dengan kubah setinggi 20 meter.
Di bagian depan aula, berdiri altar berbentuk mahkota menyerupai karakter "". Di tengah aula, jalan batu coklat tua membagi aula menjadi dua bagian. Di kedua sisi aula terdapat banyak pilar totem setinggi lima meter yang tersusun secara tidak beraturan. Di bagian belakang aula, terdapat gerbang melingkar setinggi sepuluh meter dengan tepi bawah yang menyambung ke jalan batu.
Pada dinding batu Aula Ritual ini, terukir tak terhitung pola lukisan dinding yang terdiri dari bentuk geometris. Pola-pola itu bagai rasi bintang di langit malam... menempati sudut masing-masing namun saling terhubung samar. Di pusat setiap kelompok pola, tertanam sebuah batu Luan yang sedang bersinar. Ratusan batu berpijar inilah yang menerangi aula megah ini, menciptakan pemandangan spektakuler nan menakjubkan.
“Ah~ Ini juga bukan sepenuhnya kesalahan kalian, bagaimanapun... Dari struktur fisiologis, kalian ibarat bencana dalam sejarah evolusi.” Kata-kata Jiwa Peniru jelas belum selesai, melanjutkan konten sebelum teleportasi instan, “Penampilan luar kalian sudah memenuhi semua ciri makhluk bijaksana, tapi bagian dalamnya justru berantakan. Menurut ras kami, 80% organ tubuh kalian adalah produk cacat yang redundan, kinerjanya tidak bisa diandalkan seperti TV murahan. Itulah sebabnya usia hidup kalian begitu singkat, dan terus-menerus disiksa oleh berbagai penyakit.” Saat mengatakan ini, ia menurunkan lengannya, pemain pun secara naluriah melepaskan tangan dari tubuhnya.
"Di alam semesta ini, masih banyak ras dengan tingkat kebijaksanaan serupa dengan kalian, namun jumlah organ dalam tubuh mereka jauh lebih sedikit. Umumnya, mereka hanya membutuhkan dua hingga tiga organ untuk menyelesaikan seluruh metabolisme. Pencernaan, pernapasan, sistem endokrin, kekebalan tubuh, dll... Semua ditangani oleh beberapa organ ini. Kualitas, kekuatan, dan presisi organ-organ ini sama sekali tidak tertandingi oleh kalian." Jiwa Peniru melanjutkan, "Jika dianalogikan, tubuh kalian seperti komputer rakitan desktop yang sudah ketinggalan zaman, dipenuhi komponen-komponen kuno dan tidak memenuhi standar. Sedangkan tubuh mereka adalah komputer optik super terintegrasi. Puluhan tahun berlalu, ketika komponen kalian mulai rusak satu per satu, produk mereka bahkan belum melewati masa garansi. Meski kalian menggunakan dengan hati-hati dan merawat setiap sudutnya, itu hanya memperlambat proses usangnya. Sedangkan komponen mereka... Tidak akan pernah mengalami cacat bawaan seperti milik kalian.
Singkatnya, kemampuan adaptasi kalian terhadap lingkungan, serta ketahanan terhadap penyakit dan kecelakaan berbahaya, semuanya terlalu rendah."
Jiwa Peniru berbicara dengan semangat, namun... Saat ini yang benar-benar mendengarkan, memahami, dan berpikir... Hanya Feng Bujue seorang. Perhatian yang lain sudah beralih ke tempat lain, entah melihat daftar quest atau memeriksa lingkungan sekitar.
Meski Jue Ge juga melihat daftar quest dan mengamati lingkungan sekitarnya... Tapi ini kasus khusus. Dia sudah terbiasa melakukan banyak tugas sekaligus, justru dengan membuat otaknya sibuk akan membantu konsentrasinya.
“Hmm... Jadi begitu...” Feng Bujue segera menyambung setelah lawan bicaranya selesai, “Sebenarnya saya juga sangat tidak puas dengan kondisi stagnasi evolusi manusia saat ini. Saya selalu mendukung gagasan organ buatan, tubuh semi-mekanis, atau penyimpanan kesadaran manusia di dunia virtual. Meskipun ini bukan seleksi alam melainkan evolusi yang didorong teknologi oleh makhluk hidup sendiri... tapi tidak diragukan lagi ini merupakan kemajuan. Dengan mengubah cara siklus kehidupan, kita bisa mengubah persaingan spesies akan sumber daya yang ada, memperpanjang umur secara signifikan, dan menghilangkan sebagian besar diskriminasi bawaan.”
“Oh? Pemikiranmu cukup menarik.” Roh Tiruan menyambung dengan penuh minat, “Tapi di mata saudara-saudara sebangsamu... orang sepertimu dianggap agak radikal bukan?”
“Radikal... lebih baik daripada bodoh. Di dunia saya, banyak orang pintar yang dicap 'radikal'. Mereka begitu luar biasa, melampaui zaman mereka, tapi dicemooh dan disebut bidat, orang gila, idiot, bahkan dibunuh.” Feng Bujue berbicara dengan tenang, “Fakta membuktikan, orang bodoh sering menang. Mereka adalah kelompok besar yang terdiri dari orang benar-benar tolol, pengecut yang rela bergaul dengan orang tolol, dan segelintir provokator serta pemimpin yang punya agenda tersembunyi. Mereka pernah membakar pahlawan nasional, menghukum mati ilmuwan besar, menangkap guru yang mengajarkan teori evolusi di sekolah. Bahkan pernah ada kelompok yang berusaha menghancurkan budaya bangsa sendiri... hingga ribuan tahun etika manusia, kitab puisi dan aturan klasik... tersapu bersih.”
“Namun bertahun-tahun kemudian, kelompok ini justru menikmati pengetahuan dan achievement yang ditinggalkan oleh para 'radikal' masa lalu, menganggapnya sebagai hal yang wajar dan common sense, lalu merendahkan mereka yang lebih bodoh yang bahkan tak memahami common sense. Sementara itu, dengan membawa serta kecemburuan dan ketakutan, mereka mengecam mereka yang memiliki kesadaran lebih maju, menyebutnya sebagai... hehe... kaum radikal.”
“Kesombongan dan keegoisanmu benar-benar membingungkanku...” Jiwa Peniru tertawa, “Tapi... lumayan menghibur juga.”
Sementara itu, di sisi lain...
Paman Fei Chai, Hong Hu, dan Atobe telah berjalan lebih dari sepuluh meter. Meski terlihat seperti sedang menjelajahi map sambil melihat ke sana kemari, sebenarnya mereka sengaja menjauh agar tidak terlibat dalam percakapan Jue Ge dengan Jiwa Peniru... jadi mereka pura-pura tidak mendengar.
“Hey... kalian ngerti nggak percakapan mereka tadi? Meskipun tidak mengerti tetapi kagum...” gumam Atobe.
“Kelas filsafat anti-manusia, topiknya ambigu, pandangannya belum tentu benar... lebih baik tidak mengerti.” Hong Hu menyesuaikan kacamatanya dan menimpali.
“Lebih baik kita fokus pada quest ini saja.” Paman Fei Chai mengusap keringat dinginnya dan mengalihkan topik, “Bagaimanapun juga, situasi saat ini cukup baik, sesuai analisis Saudara Feng sebelumnya, semua quest kita telah berhasil diselesaikan. Batas waktu pemusnahan sudah dicabut, dan tidak ada misi utama baru yang muncul di daftar quest. Jadi... kita bisa tenang meninggalkan tempat ini dan kembali mencari Tianma Xingkong.”
“Bagaimana kalua... hanya kita bertiga yang pergi mencari.” Atobe menoleh lagi ke arah altar, melihat Feng Bujue dan Jiwa Peniru masih asyik mengobrol, melanjutkan, “Biarkan mereka berdua ngobrol di sini. Mungkin Feng Bujue bisa mengorek lebih banyak intelijen dari lawannya.”
“Hm, saran yang bagus.” Hong Hu menyetujui, “Lagipula harus ada yang tetap di sini untuk jaga-jaga kalau Tianma Xingkong terpisah dari kita.”
“Aku juga setuju.” Paman Fei Chai menambahkan.
Kemudian, ketiganya berteriak ke arah Jue Ge memberitahukan rencana aksi mereka.
Feng Bujue yang sedang asyik berdiskusi dengan Jiwa Peniru langsung menerima dengan senang hati ketika tiga rekan timnya secara sukarela mengajukan diri untuk pergi.
Maka, keempat orang itu pun berpisah lagi di tempat ini, menjalankan misi secara paralel...
