“Aha!” Feng Bujue berseru keras, “Aku mengerti!”
Mendengar suaranya, semua orang memusatkan penglihatan ke arahnya. Ternyata Jue Ge sedang berjongkok di sisi lain altar, entah melihat apa.
“Jangan buang waktu, kemarilah semua.” Feng Bujue kembali berseru.
Paman Fei Chai dan yang lain memang belum menemukan petunjuk berharga dalam lima menit itu. Mendengar ajakan Jue Ge, mereka langsung bergegas berkumpul.
Tak lama, keempatnya sudah berdiri di belakangnya.
“Aku menemukan dua petunjuk yang cukup jelas…” Feng Bujue menunjuk lempengan batu yang menonjol di depannya, “Perhatikan baik-baik, di sini ada dua pola.”
Sambil bicara, dia mengulurkan tangan kanan dan mengusap lembut lempengan itu dengan telapak tangan.
Seketika, batu kelabu itu memancarkan cahaya redup, menampakkan garis-garis oranye yang membentuk lukisan dinding versi mini.
"Pola di sebelah kiri ini cukup jelas." Feng Bujue menunjuk pola cahaya sambil menjelaskan, "Lihat, ada gambar orang-orang sedang kencing di altar sambil mengacungkan jari tengah."
"Benar juga..." Atobe mengeluarkan keringat dingin, "Ini maksudnya apa..."
"Kurasa ini artinya kita harus menodai altar." Feng Bujue menjawab, "Bentuk konkritnya tidak terbatas pada gambar, yang penting memancing kemarahan dewa itu dengan cara keji sampai dia muncul."
"Kedengarannya itu spesialisasimu..." Hong Hu berkomentar.
"Betul, aku memang ahli dalam hal ini... Tapi jangan buru-buru memutuskan, karena ada opsi kedua." Feng Bujue menggeser tangannya ke pola di sebelah kanan, "Yang ini agak abstrak, butuh waktu untuk memahaminya..." Ia menerangkan, "Lihat... figur yang duduk di altar ini sekilas terlihat seperti anemon laut, tapi sebenarnya menggambarkan perempuan muda."
"Kalau begitu... kita harus mencari gadis perawan untuk dikurbankan?" Tianma Xingkong menyela.
"Jawaban yang benar." Feng Bujue mengangguk sambil menarik kembali tangannya dan berdiri.
"Sangat menjijikkan! Dewa mesum ini akan kuhancurkan dengan tinju keadilan!" Tianma Xingkong bersumpah dengan penuh keyakinan.
"Membunuhnya memang kewajiban kita sesuai quest, tapi..." Feng Bujue berhenti sejenak, matanya menyapu seluruh anggota tim dengan tatapan penuh makna, "Cara memanggilnya... bisa kita pilih..."
“Cara memanggil mungkin akan mempengaruhi tingkat kesulitan pertempuran BOSS...” Hong Hu berspekulasi.
“Aku juga berpikir begitu.” Paman Fei Chai berkata, “Tapi... di rombongan kita tidak ada pemain perempuan, mungkin hanya bisa memilih cara pertama...”
Ucapannya terhenti di sini, karena saat ini ia merasakan tatapan yang membara.
“Saudara Feng... Kau mau apa...” Paman Fei Chai merasa tegang tanpa alasan.
Jue Ge menatap tajam Paman Fei Chai, matanya seperti mata hidung belang, nadanya juga: “Saudara Chai, masih ingat... segel mantra yang diberikan Lyesmith padamu?”
Begitu diingatkan, semua orang langsung teringat.
“Benar, masih ada jurus ini!” Hong Hu menyambung.
Atobe bergumam: “Kemampuan penyamaran ya...”
Sementara Tianma Xingkong tidak memberikan pendapat apapun, ia hanya tersenyum lebar menatap Paman Fei Chai.
“Kalian berhenti di sini ya...” Paman Fei Chai menjawab dengan wajah datar.
“Kau sendiri yang bilang, hanya 'terpaksa' memilih cara pertama jika tidak ada jalan lain.” Feng Bujue kembali bersikap serius, “Ini membuktikan bahwa menggunakan altar penistaan untuk memanggil BOSS sebenarnya adalah strategi buruk...” Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Tapi sekarang... kita punya cara lain, bukan?”
“Aku lebih baik meningkatkan kesulitan pertempuran BOSS...” Paman Fei Chai membalas, “Segala kerugian akan kuantanggungjawabi.”
“Sebagai pemain profesional... Kau harus mengutamakan tim...” Feng Bujue mendekat dan menepuk bahu Paman Fei Chai, berkata dengan penuh kesungguhan.
“Sorot matamu yang penuh harapan dan mesum itu sekali lagi mengkhianatimu…” Paman Fei Chai mendorong tangan Jue Ge sambil melanjutkan gerakannya.
“Baiklah…” Feng Bujue mengangkat bahu, “Mengingat sikapmu yang begitu menolak hal menyenangkan seperti menyamar menjadi gadis…” Sambil berkata demikian, dia melangkah maju dan naik ke altar, “Kita terpaksa menggunakan metode pertama.”
“Apa yang kau lakukan… bersiap menari telanjang?” Atobe menyipitkan matanya, “Jika iya, tolong beri tahu dulu, agar aku bisa mencungkil kedua mataku lebih awal.”
“Ah… sudahlah, gadis ya gadis.” Paman Fei Chai menghela napas dan naik ke altar, “Turunlah…” Dorongannya membuat Feng Bujue melompat turun ke lantai.
“Wah! Versi feminim Paman Fei Chai? Tiba-tiba jadi penasaran.” Atobe langsung bersemangat, matanya membelalak.
“Hmph… sekumpulan brengsek…” Hong Hu menyesuaikan kacamatanya sambil mendengus.
“Yu Long, tanganmu yang gemetar karena bersemangat sudah mengkhianatimu.” Tianma Xingkong tiba-tiba mencela dari belakang Hong Hu.
“Seiya, matamu yang membelalak seperti genta perunggu juga mengkhianatimu…” Feng Bujue berbalik mencela Xiao Ma Ge.
“Sebenarnya dalam kondisi biasa pun dia sudah seperti ini…” Atobe menggerakkan tangannya menirukan ekspresi wajahnya sendiri, “Selalu memiliki alis tebal dan mata besar sejak dulu…”
Bzzz——
Saat para pemain itu masih sibuk mengoceh, Paman Fei Chai telah menekan tangannya ke bahu sendiri, mengaktifkan segel mantra.
Tiba-tiba, cahaya putih berkilat, yang muncul di depan para pemain adalah...
(Setelah pertimbangan matang, saya memutuskan untuk menghapus deskripsi bagian ini)
"Ugh..." Empat pemain berbalik secara serentak dalam hitungan detik, memuntahkan isi perut ke lantai di belakang mereka.
"Ternyata benar-benar mengecewakan..." suara Paman Fei Chai tetap datar tanpa perubahan emosi, "Untung tidak ada cermin, aku tidak mau bernasib seperti kalian."
"Ini... Ini tidak mungkin..." Ekspresi Feng Bujue berubah sangat serius seperti belum pernah terjadi sebelumnya, "Wajah yang melampaui langit... Bahkan melampaui dimensi ini... Benar-benar... Ugh..."
Tianma Xingkong terengah-engah dengan wajah panik: "Sial... Sebagai pahlawan, menilai orang dari rupa itu salah, tapi ugh..."
"Justru karena ekspektasi kalian yang terlalu tinggi membuatku jadi... Agh..." Muntahan Hong Hu menyembur langsung dari kerongkongan ke lantai.
"Ini bukan soal ekspektasi!" teriak Atobe di sela-sela muntahnya, "Lihat! Bahkan Feng Bujue yang gila pun muntah!"
"Hei! Apa maksudmu itu?" balas Feng Bujue, "Apa aku mewakili batas terendah manusia?"
"Ha... Karma." Paman Fei Chai tertawa, "Baiklah, waktu Quest kita terbatas. Berhenti berisik dan bersiaplah melawan BOSS." Sambil berkata demikian, ia perlahan duduk lalu berbaring di altar, "Selanjutnya aku hanya perlu berbaring saja, kan?"
“Uh…” Saat mendengar kata "berbaring", keempat pemain tak sengaja membayangkan beberapa gambar di pikiran. Meski tak ada yang menoleh ke Paman Fei Chai, mereka tak kuasa menahan muntah lagi.
“Oh hahaha…” Tiba-tiba, suara tawa lepas menggema.
Suara itu penuh karisma, dalam, dan bergema jauh.
Bersamaan dengan tawa, semua batu cahaya di aula besar memancarkan cahaya terang. Silauannya membuat para pemain tak bisa membuka mata, hanya Paman Fei Chai yang berkacamata hitam melihat penampilan Volkor… Sebuah celah ruang-waktu terbuka di atas altar, dari sana perlahan turun bayangan manusia.
Volkor adalah pria elf bertelinga runcing. Ia mengenakan jubah hijau muda, sepatu bot cepat, mantel berkerudung, dengan banjo di punggungnya – persis seperti penampilan pengembara penyair. Wajahnya bisa disebut "cantik", alisnya seperti lukisan, wibawanya tegak bagai gunung. Setiap gerakannya memancarkan kelembutan perempuan sekaligus ketegasan pria.
Harus diakui, kontras ekstrem tercipta antara dirinya dengan Paman Fei Chai yang tergeletak di altar…
Beberapa detik kemudian, cahaya sekitar meredup. Keempat pemain lainnya membuka mata. Celah ruang-waktu telah lenyap, tinggal sosok Volkor yang melayang di udara.
Dialog pertama BOSS setelah muncul adalah…
"Hehe... Umat-umat, bagus, kalian telah mengirimkan seorang gadis manis lagi untukku. Aku sudah tak sabar untuk memainkan melodi untuknya~ Hehe... Mari, biarkan aku melihat wajahmu, Sayang... Aah!!!"
Suara berat, magnetis, dan bergema itu tiba-tiba berubah menjadi jeritan memilukan seperti suara ayam disembelih.
"Aah—Aah!" Walker benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Secara instingtif dia mengalihkan pandangan, tapi kemudian tanpa sadar melirik lagi. Dua jeritan kembali melengking.
"Reaksi macam apa ini..." Atobe memandang bos dengan tatapan iba sambil bergumam.
Feng Bujue menimpali: "Ini... rasanya seperti telurmu diinjak setiap kali kau melirik..."
"Kau...kau..." Walker gagap mencari kata-kata. Sebelum sempat menyusun kalimat utuh, dia sudah tak kuasa menahan...
Seketika itu juga Walker turun dari udara, berlari ke sudut ruangan, dan mulai muntah sambil menopang diri di tembok...
"Manfaatkan momentum!" Feng Bujue mengeluarkan pisau dapur, memberi komando.
"Oke!" Atobe, Hong Hu, dan Tianma Xingkong serentak merespons, langsung menyerbu.
Keempat orang ini memanfaatkan kondisi fisik dan mental sang dewa yang setengah kolaps... Melancarkan serangan mematikan, hanya dalam satu giliran mereka sudah berhasil membunuh bos.
……
Lima menit kemudian...
"Ah... sepertinya sudah kembali normal." Paman Fei Chai berkata.
Keempat orang yang membelakanginya pun satu per satu menoleh ke arah suara.
“Tuhan……” Atobe mengusap keringat, “Untung batas waktu ‘penyamaran’ ini tidak terlalu lama.”
Saat itu, mereka tentu sudah menyelesaikan misi utama sebelumnya 【Dalam lima belas menit, gunakan altar di Kuil Persembahan untuk memanggil dan mengalahkan Dewa Pengembara Wokoll】, peringatan sistem sudah berbunyi sejak lama, tapi quest berikutnya belum muncul.
“Hah……” Feng Bujue juga menghela napas panjang, “Ini benar-benar BOSS termudah yang pernah kubunuh【——】……”
“Ngomong-ngomong…tadi kau terlalu kasar…” Tianma Xingkong melirik potongan mayat di sudut, “Kau pikir sedang memotong daging cincang? Kalau bukan karena perlindungan sistem, kami pun bisa terluka.”
“Tepat sekali…aku memang memperlakukannya seperti daging cincang.” Jawaban Feng Bujue selalu tak terduga, “Sekarang…persediaan makanan sudah tersedia.”
“Kau benar-benar tidak bisa hidup tanpa makan daging manusia ya…” sergah Atobe.
“Ha?” Feng Bujue menoleh dengan wajah sinis sambil menunjuk mayat Wokoll dengan lengannya, “Ini manusia? Ini jelas dewa! Paling-paling, ini cuma spirit.”
“Makan spirit juga terasa aneh…” balas Atobe.
“Sial…apakah makan babi atau ayam tidak membuatmu aneh?” Feng Bujue membalas, “Hanya karena melihat makhluk humanoid kau jadi berbelas kasihan? Pantaskah kau membuang begitu banyak nyawa menjadi tinja selama ini? Kalau berani, sisa hidupmu makan jamur saja!”
“Kenapa jamur sih... Padahal banyak pilihan sayuran lain yang bisa dimakan...” gumam Atobe.
“Iya, kalau ditambah timun, terong, wortel, dan sebagainya, pasti lebih sempurna,” Feng Bujue mengangkat alisnya menimpali.
“Jangan keterlaluan kau...” Atobe sepertinya menangkap metafora dalam perkataan itu, menjawab dengan wajah kesal, “Ucapan mesummu yang mengandung jebakan ganda ini sudah memenuhi standar pelaporan!”
“Intinya, kali ini aku harus makan. Kalian mau kelaparan terserah, itu hak kalian.” Feng Bujue malas berdebat lagi. Ia berbalik dan berjalan menuju mayat Wokor, “Quest berikutnya mungkin segera datang. Aku harus menggunakan waktuku sebaik mungkin untuk memanggang beberapa potong daging matang, sebagian untuk dimakan, sebagian disimpan.”
“Sungguh kedegilan...” gumam Paman Fei Chai memandang punggung Jue Ge.
“Manusia berhati binatang...” sambung Tianma Xingkong.
“Kejam tak berperikemanusiaan...” Hong Hu menambahkan.
Ketiganya terus mengoceh sambil mengikuti Feng Bujue...
“Hei! Akhirnya ikut juga kalian!” Atobe dibuat tercengang dengan kelakuan mereka. Setelah mencela, wajahnya segera menunjukkan keraguan.
Akhirnya... Dorongan rasa lapar yang semakin menjadi membuatnya ikut bergabung...
……
Beberapa saat kemudian, aroma menggoda menyebar di aula besar.
Kuah daging yang meluap menetes dari gumpalan daging, mendarat di api unggun dan menciptakan desisan.
"Hmm... ranting-ranting Pohon Cemoq ini memang tahan bakar. Cuma dua tiga ranting yang ditumpuk, bisa pertahankan api cukup lama." Feng Bujue berbincang santai dengan rekan timnya.
Saat itu, Jue Ge sedang memegang pisau dapur secara horizontal, menggunakan permukaan logamnya sebagai lembaran besi untuk memanggang sepotong daging yang diambil dari rusuknya.
"Aku tahu kau ingin mencairkan suasana, tapi kurasa... saat ini lebih baik kita tetap diam..." Hong Hu menyahut. Ia juga sedang memanggang sepotong daging leher menggunakan anak panah (di tas Hong Hu tersedia beberapa anak panah berwujud fisik, semacam consumable khusus seperti peluru spesial).
"Hehe... Hingga detik ini masih ragu?" Nada Feng Bujue terdengar seperti germo bordil. "Sejak kalian duduk memilih-milih daging, seharusnya sudah siap mental..." Ia mengangkat bahu, "Ah... tapi aku paham... Semua hal di dunia ini sama. Mengubah satu jadi dua itu mudah, tapi mengubah nol jadi satu? Seberat mengangkat langit."
"Gaya bicaramu seperti bandar narkoba ditambah tatapan mata memaksa orang jadi pelacur... Sangat membantu." Hong Hu kembali menyindir Jue Ge dengan ironi.
Sebenarnya mentalnya masih tergolong baik...
Paman Fei Chai, Tianma Xingkong, dan Atobe benar-benar tak ingin mengucapkan sepatah kata pun.
Tepat ketika atmosfer aneh dan unik ini semakin memuncak, Peringatan sistem muncul 【Misi utama telah diperbarui】.
【Dalam satu jam, lewati terowongan di belakang altar untuk mencapai Labirin Kristal.】
