Kota S di bawah sinar bulan bagaikan gadis misterius. Senyum manisnya membuat jantung berdebar, siluet tubuhnya yang menggoda membangkitkan imajinasi liar.
Banyak orang langsung terjatuh ke jurang nafsu hanya dengan sekali pandang...
Tapi... dia hanyalah bayangan, sebuah khayalan. Kau bisa merasakan kehadirannya di sampingmu, namun takkan pernah bisa memeluknya...
……
6 Juni, pukul sembilan malam.
Keriuhan dan kegaduhan siang hari berfermentasi di langit malam, berubah menjadi kemewahan dan kemabukan.
Malam itu, di depan sebuah hotel mewah di pusat Kota S.
Sekitar tiga puluh anak muda keluar dari hotel. Di awal musim panas ini, mereka masih mengenakan pakaian formal. Baik pria maupun wanita, hampir semuanya memakai merek mewah dari ujung kepala hingga kaki.
Di antara mereka, ada satu orang yang sangat mencolok.
Pertama, ini adalah seorang gadis cantik yang tak terbantahkan. Bisa dikatakan "kecantikannya mengalahkan zaman, bunga teratai pun malu di hadapannya".
Tapi... ini bukan alasan kemencolokannya, karena dalam kelompok ini tidak kekurangan gadis cantik. Banyak wanita di sekitarnya yang memiliki penampilan dan aura yang memukau.
Alasan dia begitu menonjol adalah... dia mengenakan kaos lengan panjang hitam dan jeans yang sangat biasa, rambutnya diikat sembarangan di belakang kepala, dan hampir tidak memakai riasan...
Untuk seseorang yang menghadiri reuni sekolah, penampilan seperti ini agak terlalu santai...
Seperti diketahui, ada situasi di mana kita bisa bersikap santai, namun situasi ini... kau hanya bisa pura-pura santai di permukaan, tapi harus serius dalam hati.
Bagaimanapun... tak ada yang ingin dikira hidupnya tidak berhasil oleh teman lama, ini memang naluri manusiawi.
Tapi Li Ruoyu si Guaikuai ini... dia benar-benar asal-asalan dan benar-benar santai...
“Menurutnya, memakai merek ternama atau pakaian pasar loak, sama sekali tidak membuktikan apa-apa. Karena dia sangat tahu... semua yang datang ke acara kumpul-kumpul ini adalah orang-orang sukses.”
“Haha, lihat kalian, daya tahan minumnya payah sekali.”
“Siapa yang payah? Nanti lanjut ke KTV yuk!”
“Oke, siapa takut? Asal jangan pakai suara serak seperti gong pecah itu sampai memanggil satpam saja.”
“Sial... dasar Ratu Suara Pecah, berani-beraninya mencelaku.”
“Eh-eh-eh, nanti jangan ada yang berebut ya. Urusan bayar di KTV harusnya jadi giliranku kan? Jangan sungkan, pesan minuman sepuasnya!”
Setelah kenyang makan-minum, seluruh rombongan tampak agak mabuk. Mereka terus bercanda riang.
Hanya Li Ruoyu... yang berdiri di pinggir, diam membisu tanpa ada yang menyapanya.
“Ruoyu.” Tiba-tiba seseorang memanggilnya.
Bagi teman-teman Li Ruoyu, suara ini terdengar asing.
Banyak yang menoleh, penasaran siapa pria nekat yang berani menyapa "Sang Pembunuh Wanita (julukan)" ini.
Ternyata, mereka melihat seorang asing.
Pria muda berusia sekitar 24-25 tahun itu, meski tak bisa dibilang tampan menawan, tetap terkesan gagah perkasa. Sorot mata nakal penuh aura jahat di wajahnya adalah ciri khas yang tak bisa ditiru.
“Kamu... kok bisa datang...” Pada detik itu, Li Ruoyu benar-benar tak menyangka melihat Feng Bujue.
"Jue Ge hari ini sangat berbeda dari biasanya... Entah darimana dia mendapatkan setelan jas merek ternama, sepatu kulit bermerek, dan Bugatti yang diparkir di belakangnya. Entah kenapa juga... dia tiba-tiba mandi bersih dan menyisir rapi rambutnya."
"Hah? Aku datang menjemputmu." Feng Bujue menunjukkan senyum lembut, "Bukankah kamu bilang mungkin minum hari ini? Aku hitung waktunya, lalu menyetir kesini untuk menunggumu."
"Oh~" Ekspresi "aku mengerti" segera muncul di wajah teman-teman sekelas.
"Tak disangka... 'si pembunuh wanita' punya pacar..."
"Selamat ya..."
"Relatif... pria itu benar-benar patut dikagumi..."
"Eh, Li Ruoyu punya pacar yang cukup tampan."
"Apa? Mau merebut pasangan orang? Lihat baik-baik... mobil apa yang mereka naiki."
"Sial... cuma omong doang. Dua anak orang kaya yang sepadan, ngapain ikut campur."
Dingin, acuh, ejekan, sinis, kagum, cemburu... Beragam emosi menyebar di kerumunan, tak ada yang tulus bersukacita untuk Li Ruoyu. Harus diakui... hubungan interpersonalnya sangat buruk...
Sebelum Jue Ge selesai bicara, Li Ruoyu sudah memahami situasi. Ia menghela nafas dan berpaling ke beberapa temannya: "Hari ini... aku pulang dulu saja."
"Aduh, pergilah... Kami semua paham." Beberapa mahasiswi yang lebih lincah segera menyahut. Mereka adalah panitia reuni kali ini, sekaligus lulusan yang cukup sukses selama setahun terakhir. Mendengar Li Ruoyu akan pergi, tentu saja mereka sangat gembira. Faktanya, di tengah jamuan makan, mereka sudah merasa tidak seharusnya mengundang Li Ruoyua... Seolah dia orang asing yang duduk menyendiri sambil meneguk minuman, hampir tidak berbicara, entah harus disebut menyedihkan atau patut dikasihani...
Begitu beberapa perempuan itu angkat bicara, rekan-rekan yang berdiri di dekatnya pun ikut merespons.
Li Ruoyu pun mengangguk sopan dan berpamitan pada semua orang. Kemudian, dia berbalik badan dan langsung menampakkan ekspresi "kau berhutang banyak padaku" saat bertatapan mata dengan Jue Ge.
Meski Li Ruoyu melangkah mendekat, Feng Bujue sama sekali tidak gugup. Masih berdiri tegak dengan senyum manisnya.
Beberapa detik kemudian, Li Ruoyu dengan natural menyelipkan lengannya pada Jue Ge, lalu... menariknya pergi dengan paksa.
……
Tak lama, keduanya telah berada di dalam mobil sport.
Feng Bujue menghidupkan mesin dan langsung memutar arah. Lampu belakang Bugatti segera lenyap dari jalanan.
"Jelaskan." Li Ruoyu yang baru duduk di kursi kopilot bahkan belum memasang sabuk pengaman, langsung melontarkan pertanyaan.
"Hmm... Sepupumu menelepon, bilang hari ini kamu menghadiri reuni satu tahun kelulusan." Feng Bujue menjawab, "Dia juga menyebutkan alamat restoran dan jam makan, lalu menutup telepon."
“Hmph… Untuk apa dia memberitahumu ini?” Ruoyu bertanya lagi.
“Heh… Mungkin dia sudah memprediksi… kamu pasti akan terjebak dalam situasi canggung seperti tadi.” Feng Bujue tertawa, “Jadi dia memberiku sedikit [implikasi], agar aku membantumu keluar dari masalah.”
“Siapa yang canggung?” Ruoyu berbisik, “Aku baik-baik saja…”
“Baik apanya…” Feng Bujue menghela napas, “Bahkan orang luar seperti aku ingin menangis melihatmu… Dari ujung kepala sampai kaki kamu terlihat tidak nyambung. Saat makan tadi juga minum sendirian kan? Minum sendirian itu sulit, kamu tahu tidak?”
“Urusannya sendiri?” Suara Ruoyu tiba-tiba dingin.
“Marah ya… Boleh saja.” Feng Bujue malah santai, “Lampiaskan padaku, tidak apa. Aku punya dada yang lapang, lengan yang kuat…”
Wajah Li Ruoyu memerah saat itu, entah benar mabuk atau sedang [naik darah]. Setelah diam sejenak, tiba-tiba dia berkata: “Apa kamu menyukaiku?”
Jue Ge langsung kaget, melirik ke arah Ruoyu: “Loncatannya [pola pikir]-mu agak tajam nih…”
“Maaf, aku agak lambat dalam hal ini. Jika benar, tolong beri tahu aku sejak awal, biar kurapikan [pikiran]-ku.” Jawab Li Ruoyu.
“Hmm…” Jue Ge berpikir beberapa detik, memberi jawaban yang [luar biasa kuat], “Belum tentu…”
“Oh.” Dan Ruoyu malah menjawabnya dengan santai.
Keheningan kembali menyelimuti… Tapi [dialog dewa] antara dua orang ini masih belum berakhir…
Feng Bujue juga tidak menyangka pertanyaan seperti tadi bisa dilewati begitu saja, tapi karena sudah terlewati, lebih baik dialihkan ke topik lain: "Ah... ngomong-ngomong, kenapa kamu tidak bertanya tentang pakaianku ini..."
"Pinjam dari Xiao Tan kan." Ruo Yu memotong, "Mobil Bugatti saja dipinjamkan, apalagi jas merek ternama..."
"Sial... rupanya langsung ketahuan ya." Feng Bujue bergumam.
"Sebenarnya... kamu tidak perlu seperti ini..." suara Ruo Yu berat, "Aku tidak peduli bagaimana orang-orang memandangku... Aku juga tidak akan ikut perkumpulan seperti ini lagi."
"Hah... Aku juga tidak ingin begini." Feng Bujue menghela napas pasrah, "Sayangnya... dunia pada dasarnya memang seperti ini..."
"Kita..." Ruo Yu menoleh ke Jue Ge, melanjutkan, "...terlalu aneh ya?"
"Hehe... Benar." Feng Bujue juga menatapnya balik, tersenyum penuh makna, "Tapi sebenarnya... menurutku begini juga baik."
