Xu Huai Shang tak tahu jurus apa yang dimaksud Feng Bujue, tapi dia yakin itu cuma karangan belaka.
"Hmph... Benarkah?" Xu Huai Shang mendengus, "Kalau begitu..." Tangannya meraih sepasang pedang di pinggangnya, "...tunjukkan padaku."
"Pikirannya juga sangat jernih, dibandingkan omong kosong... dirinya pasti bukan lawan Feng Bujue, jika terus mengobrol seperti ini, kesenjangan nilai trendy antara mereka hanya akan semakin lebar. Jadi... rencana Xu Huai Shang adalah mengakhiri dialog kekanak-kanakan yang memalukan ini secepatnya, dan langsung bertarung. Jika benar-benar tidak bisa diakhiri... maka terpaksa menghunus pedang."
"Hmm... cukup pintar..." Feng Bujue di sisi lain juga bergumam dalam hati, "Menyadari tidak bisa menyaingi nilai trendy-ku, ingin memulai pertarungan selagi selisih nilai belum terlalu besar..."
Pikiran Feng Bujue berkelebat cepat, segera menemukan strategi. Terlihat dia berbalik perlahan, berdiri dengan angkuh. Kemudian meluruskan lengan kanan, mengangkat pedang vertikal di depan dada: "Baik!" teriaknya penuh semangat, "Di seluruh Jianghu, hanya kau Xu Huai Shang yang berani berkata seperti itu!"
"Kau baru beberapa menit di 'Jianghu' ini kan... aku juga baru masuk ke quest ini..." Kalimat serupa hanya bisa diucapkan Xu Huai Shang dalam hati, sambil tetap menjaga ekspresi dinginnya...
Tentu saja, ucapan Feng Bujue belum selesai. Dalam hitungan detik, dia telah mengarang cerita lengkap tentang Dewi Xu di benaknya, termasuk latar belakang keluarga, situasi rumah, perguruan, sekte, pengalaman belajar, kisah cinta, dan berbagai petualangan di Jianghu... Jika tidak ada halangan, Jue Ge siap bercerita selama setengah jam.
Tapi... halangan itu muncul.
“Ha ha ha ha……Ha ha ha ha ha……” Tiba-tiba, di langit malam terdengar suara tawa bergelora.
Begitu tawa itu terdengar, Feng Bujue dan Xu Huai Shang sama-sama tertegun. Mereka mengira quest ini hanya pertemuan biasa di jalan sempit, tak menyangka... ada orang lain di tempat ini.
“Heh!” Setelah teriakan singkat itu, bayangan manusia melesat ke atas langit-langit.
Yang datang adalah seorang pria, pria paruh baya.
Ia mengenakan jubah ketat warna hijau tua, janggut dan kumis lebat berantakan, wajahnya terkesan sangat kasar.
Di tangannya erat menggenggam sebilah pedang, menunjukkan identitasnya... seorang pendekar pedang.
Setelah berdiri tegak, ia langsung berkata pada Jue Ge: "Perkataanmu... terdengar terlalu sombong!"
“Siapa yang datang?” Feng Bujue nyaris tak menyembunyikan kegembiraannya, segera menyambut.
“Hmph... Anak muda lancang.” Pendekar pedang itu tertawa, “Bahkan aku, Liao Wu 'Seratus Kati Pedang Saibei' tak kau kenal, berani mengoceh tentang 'menguasai Jianghu'?”
“Ha?” Untuk menjaga citra kesendiriannya yang agung, Feng Bujue langsung melontarkan tatapan hina pada pria besar itu, “Aneh apa? Orang tak dikenal di dunia persilatan bertebaran bagai bulu kerbau, macam kucing anjing, si Lao Empat atau Lao Lima... Haruskah aku kenal semua?”
“Hah?” Liao Wu langsung naik darah, matanya melotot seperti harimau, “Bocah kurang ajar! Tak tahu langit tinggi bumi rendah, berani menghina!” Sambil bicara, tangan kirinya memegang sarung pedang, tangan kanan menggenggam hulu pedang, “Aku akan memberimu pelajaran atas nama gurumu...”
"Tunggu sebentar!" Tiba-tiba, suara seorang wanita terdengar lagi, menghentikan tindakan Liao Wu.
Suara datang, orangnya pun tiba. Bayangan ringan melayang turun di atap rumah.
Begitu sosok wanita ini stabil, terlihat wajah cantiknya. Usianya sekitar 25-26 tahun, baju putihnya seputih salju, membawa pedang panjang - sepertinya seorang pendekar wanita.
"Pendekar Liao, janganlah marah." Wanita itu berkata pada Liao Wu, "Mengapa harus bertindak kasar hanya karena beberapa kata kasar dari seorang junior?"
Liao Wu terdiam dua detik saat melihat wanita itu: "Oh... Ternyata Pendekar Pedang Plum Putih Miao."
"Tak berani menerima pujian. Miao Ying memberi salam pada Pendekar Liao." Meski lebih muda, Miao Ying tidak menyebutnya senior karena secara generasi mereka setara.
Liao Wu mendengus dingin lalu menoleh ke Feng Bujue: "Hmph, anak muda, hari ini karena permintaan Pendekar Miao, aku akan memberimu kesempatan."
"Heh... Usaha yang sia-sia." Jue Ge tidak berterima kasih. Dia lebih suka jika kedua orang ini bertengkar.
"Kedua pendekar." Xu Huai Shang buru-buru menyela sebelum NPC ini marah, "Hari ini aku dan..." Dia ragu sejenak memikirkan panggilan untuk Jue Ge, "...Saudara Feng sedang duel pribadi. Bisakah kalian tidak ikut campur?"
"Ha! Jadi yang meninggalkan tulisan itu benar-benar kalian?" Kini, suara ketiga muncul...
Xu Huai Shang merasa pusing, dalam hati berkata, "Orang-orang aneh bermunculan silih berganti... Masih mau bertarukah ini?"
Biasanya, seorang jagoan akan datang dengan suara helaan kain yang berkibar, terbang menggunakan teknik ringan kaki. Yang datang kali ini pun tak terkecuali.
Pria ini mengenakan jubah hitam dengan mantel merah di bahu, rambut tertata rapi, wajah sehalus giok. Tampaknya dia tidak membawa senjata, setidaknya... secara kasat mata tak terlihat.
"Tang Yun'er, kenapa kau juga datang?" Liao Wu langsung bertanya.
"Ha! Kenapa? Kau boleh datang, aku tidak boleh?" Tang Yun'er membalas, "Orang yang mendengar 'kabar itu', pasti akan merasa penasaran kan?"
"Kabar apa?" Xu Huai Shang kini menyela.
"Tentu saja..." Tang Yun'er terhenti di tengah kalimat. Saat menoleh dan melihat Xu Huai Shang, pikirannya langsung kosong. Sepanjang hidupnya, dia telah melihat banyak wanita cantik, tapi pendekar wanita secantik ini benar-benar pertama kalinya. Dalam ingatannya, hanya ibunya sendiri "Peri Yunwai Murong Ying" yang memiliki kecantikan selevel ini.
"Apa?" Xu Huai Shang bertanya lagi.
"Eh... Itu..." Tang Yun'er sudah lupa isi pertanyaan sebelumnya.
"Wahahaha..." Liao Wu kembali tertawa terbahak, "Anak kecil masih bau susu, baru lihat gadis cantik langsung lupa nama keluarga sendiri."
Tang Yun'er seketika memerah wajahnya, diejek di depan wanita cantik, tentu dia marah: "Cih! Liao Wu, jangan mengoceh sembarangan di sana, kalau tidak aku... aku akan..."
"Bagaimana? Kamu juga ingin menasihatiku?" Tangan Liao Wu kembali menekan gagang pedang, "Hei, sifat pemarahku ini..."
Saat ini, Feng Bujue sedang tertawa dalam hati, sementara Xu Huai Shang menggelengkan kepala sambil menahan dahi. Tampaknya... sebelum mereka sempat bertarung, para NPC tak jelas asal ini malah akan berkelahi lebih dulu.
"Sebulan yang lalu..." Tiba-tiba, suara keempat muncul, "Seseorang dengan ilmu bela diri yang menggetarkan dunia, mengendalikan pedang dengan energi, mengukir 16 karakter di pilar raksasa dalam istana kerajaan..."
Suara ini terdengar cukup melengking, namun terasa familiar bagi Feng Bujue...
Huu——
Sekejap mata, bayangan manusia lain muncul.
Orang ini jelas-jelas NPC dengan ilmu bela diri tertinggi di antara yang telah muncul. Kedatangannya paling cepat, paling senyap, suara dan aliran energinya paling stabil saat berbicara.
Hampir bersamaan dengan menginjaknya orang ini, ekspresi terkejut dan panik muncul di wajah Liao Wu, Miao Ying, dan Tang Yun'er. Mereka semua ahli kelas atas Jianghu, bukan orang sembarangan. Tapi... baru sekali bertatap mata, ketiganya langsung menyadari... kedalaman ilmu orang yang datang ini tak terukur, bahkan bisa dibilang... di luar pemahaman dan jauh di atas kemampuan mereka.
"Malam bulan purnama, puncak Kota Terlarang. Pedang datang dari barat, dewa terbang dari langit." Suara itu melanjutkan ucapannya, "Hehe... Waktu itu aku masih bingung, siapa gerangan... yang berani dan memiliki ilmu bela diri untuk mengirim surat tantangan di dalam istana." Langkahnya mendekati Jue Ge, "Ternyata... kau, anak muda."
Setelah pria itu melangkah beberapa kali ke depan, cahaya bulan menerangi wajahnya.
Feng Bujue langsung tersenyum melihat wajahnya, lalu menyatukan tinju dan mengangguk hormat: "Feng Mo, salam hormat kepada Pangeran Cao."
"Ya Tuhan..." Xu Huai Shang dalam hati memanggil nama Sang Pencipta, "Apa sebenarnya yang terjadi di sini?"
"Hehe... Tiga puluh tahun tak berjumpa, Pemimpin Pondok Feng..." Cao Qin memandang Feng Bujue dari atas ke bawah, "...masih sehat-sehat saja?"
Mendengar ini, Feng Bujue langsung paham. Ternyata waktu di alam semesta ini telah bergulir tiga puluh tahun sejak kunjungan terakhirnya.
Tapi ada satu masalah... Penampilan Cao Qin nyaris tak berubah, terlihat tidak lebih dari lima puluh tahun.
"Masih lumayan..." Feng Bujue tertawa, "Pangeran juga terlihat segar, semakin muda saja."
"Hmph..." Cao Qin mendengus dengan suara androgynous, "Aku terlahir jenius dengan struktur tulang istimewa. Lima belas tahun lalu, ilmu silatku mencapai kesempurnaan hingga memasuki alam transenden. Penampilan seperti ini... wajar saja." Matanya menyorot tajam ke Jue Ge, "Tapi kau, Pemimpin Pondok Feng... sungguh mengejutkan. Jangan-jangan kau dewa abadi?"
“Ha ha ha ha……” Feng Bujue tertawa lepas beberapa kali, mengulur waktu beberapa detik untuk menyusun kebohongan, “Aku terlalu tidak disukai, Raja Akhirat tidak mau menerimaku.” Dia menjawab dengan candaan.
Cao Qin adalah orang pintar, tidak akan memaksa bertanya. Dengan gerakan anggun mengusap pita di tepi topinya, dia berkata, “Tidak mau bicara ya sudah, aku juga tidak tertarik.” Setelah itu, dia menoleh dan menyapu pandangannya ke sekitar.
Tiga jago besar yang sebelumnya penuh aura, gemetar saat terkena sorot mata Cao Qin. Hanya Xu Huai Shang… tetap tenang bagai air yang tak terganggu.
“Pemimpin Pondok Feng, kalau ingin duel, boleh.” Cao Qin melanjutkan, “Mau bertarung di atas kota kekaisaran…” Dia menghela nafas, “Sejujurnya… juga boleh.” Dia menunjuk ke kejauhan, “Tapi menulis pesan sebulan sebelumnya, maksudmu apa?” Dia berhenti sejenak, “Tahukah kau… betapa merepotkannya ini bagi pemerintah?”
“Ini kesalahanku…” Feng Bujue mengakui kesalahan sementara, sama sekali tidak ingin bermusuhan dengan Cao Qin. Jika ada buku berjudul Panduan Bertahan Hidup di Dunia Wuxia, pasti ada bab berjudul “Jangan Macam-Macam dengan Kasim”.
“Ah… sudahlah.” Cao Qin menggeleng, “Untungnya aku sudah siap, jadi kabar ini tidak tersebar di Jianghu. Yang tahu masalah ini kurang dari seratus orang; yang datang ke kota kekaisaran malam ini sekitar tiga puluh lebih; dan yang berhasil menyusup masuk hanya tiga orang.”
Cao Qin berbicara sambil menyatukan kedua tangannya di belakang punggung, menatap ketiga orang itu: "Kalian bertiga, memang punya kemampuan." Pandangannya bagai pisau tajam yang menyayat dinginnya langit malam, "Aku tahu, mengirim jago istana biasa mungkin takkan bisa menangkap kalian. Jadi, setengah jam lalu, semua pasukan pengawal di sekitar sini sudah kusuruh pergi. Aku sengaja datang sendiri... untuk mengadakan pembantaian besar-besaran."
Mendengar ini, darah di tubuh ketiganya langsung membeku.
Cao Qin tiba-tiba melanjutkan: "Tapi... hari ini bisa bertemu teman lama, hatiku sangat senang." Ia tersenyum, "Dan duel ini... aku juga ingin menyaksikannya dengan baik."
Perasaan Liao Wu, Miao Ying, dan Tang Yun'er bagai diombang-ambing gelombang. Ada momen singkat dimana mereka merasa ajal sudah di depan mata, tapi kini tampaknya masih ada celah harapan.
"Begini saja..." Cao Qin melangkahi bubungan atap, mendekati ketiganya, "Setelah pertarungan selesai, aku akan mengantarkan kalian keluar. Syaratnya... peristiwa hari ini harus kalian rahasiakan selamanya. Jika tidak..."
Sebelum kata "pembasmian sembilan generasi" keluar, Miao Ying yang cerdik sudah buru-buru menyela: "Terima kasih atas kebaikan Senior yang tidak membunuh kami."
Tang Yun'er yang licik juga segera mengepalkan tangan hormat: "Terima kasih, Senior."
Liao Wu yang kini ketakutan gagap-gagap: "Ter... terima kasih, Tuan Kasim..."
"Hmm..." Cao Qin mengangguk puas. Sebenarnya dia bukanlah pembunuh berantai. Yang dia butuhkan... hanyalah rasa segan dan takzim ini.
Sejujurnya, mencapai tingkat pencapaian seperti Cao Qin, seseorang sudah tidak memiliki banyak keinginan lagi. Ilmu bela diri legendaris sudah dimilikinya, uang dan kekuasaan juga sudah ada; wanita tidak bisa dinikmatinya, tapi banyak anak angkat yang diambilnya. Sekarang yang masih bisa membuatnya senang hanyalah rasa sombong dan harga diri. Alasan utama Cao Qin memiliki kesan baik pada Feng Bujue adalah karena dia tidak melihat sedikit pun pandangan merendahkan dari mata Pemimpin Pondok Feng ini. Rasa hormat seperti ini jauh lebih berharga daripada "hormat karena takut" yang biasa dia lihat.
"Kalian anak-anak Jianghu ini hanya tahu menonton keributan, tapi tidak tahu ada gunung di balik gunung, orang di luar manusia." Cao Qin melanjutkan, "Tiga puluh tahun lalu dalam Perdebatan Pedang Cang Ling, Metode Kesunyian Agung Tanpa Wujud milik Lin Chang tak tertandingi, bahkan Ye Cheng Sang Dewa Pedang dan Xie San Sang Pedang Tak Bernama pun kalah di tangannya. Apa yang disebut Satu Fu, Dua Lou, Tiga Pai, Empat Men semuanya seperti jerami." Dia berhenti dua detik, "Kalau bukan karena Pemimpin Pondok Feng ini, masih adakah dunia persilatan kalian hari ini?" Dengan nada menasehati, dia berkata pada tiga "jago" yang sudah terpana, "Generasi kalian sekarang bahkan lebih tidak tahu maut. Hmph... belajar sedikit ilmu kasar, berani menyusup ke kota kerajaan." Dia tertawa sinis beberapa kali, lalu menatap Jue Ge dan Xu Huai Shang, "Perhatikan baik-baik... inilah jago sejati."
Angin, masih berhembus.
Malam, masih belum berakhir.
Tapi pedang dan golok... masih dalam sarungnya.
Di bawah tatapan membara empat penonton, nilai trendy Feng Bujue kembali meningkat menjadi +50. Xu Huai Shang juga ikut terbawa aura Jue Ge, nilai trendynya mencapai +18.
"Begitu rupanya... Dia pernah datang ke dunia naskah ini sebelumnya." Xu Huai Shang menyusun informasi yang baru didengarnya dalam hati, "Dan memiliki hubungan dengan Pangeran Cao itu." Pikirnya, "Untung latar belakang cerita mode permainan pembantaian ini adalah 'duel', NPC itu seharusnya tidak akan langsung membantunya..."
Sementara itu, Jue Ge sedang berpikir: "Oh begitu... Ini dunia itu ya. Alam semesta ini jelas tidak memiliki Ye Gucheng atau Ximen Chuixue, jadi settingannya dipaksakan ke kami..." Matanya bergeser melihat pedang di tangannya, "Gerakan 'itu' yang kusebut sembarangan ternyata cocok dengan Sosok Dewa yang Terbang dari Langit, tapi... mana mungkin aku bisa menggunakannya!"
"Cepat serang! Feng Bujue!" Teriak Xu Huai Shang sambil menghunus sepasang pedangnya. Dengan kehadiran penonton, efisiensi mengumpulkan nilai trendy semakin meningkat. Mengulur waktu lebih lama akan merugikannya.
"Sebelum aku bertindak, masih ada satu kalimat yang ingin kukatakan." Ucap Feng Bujue dengan nada dingin.
"Sial... benar-benar menyebalkan." Gerutu Xu Huai Shang dalam hati.
Tapi di luar tetap harus berpura-pura tenang: "Katakan."
"Hmm... apa yang harus saya katakan ya..." Feng Bujue sebenarnya hanya ingin mengulur waktu untuk meningkatkan nilai trendy-nya, sambil terus berpikir dalam hati, "Bagaimana kalau mengucapkan 'Aku mencintaimu' untuk mengacaukan emosinya? Hmm... jangan-jangan nanti dilaporkan pelecehan seksual..." Otaknya penuh dengan ide-ide seperti ini, "Tunggu... Xu Huai Shang sebagai idola populer pasti sudah mendengar ribuan pengakuan cinta. Kalimat ini tidak akan efektif..." Tiba-tiba dia berpikir, "Sayangnya aku bukan perempuan, kalau tidak bisa bilang 'Aku mengandung anakmu'. Atau mungkin mengaku telah BAB di celana..."
Namun kata-kata itu tertahan di mulut Jue Ge. Dalam hati dia bergumam, "Masih tidak bisa... Meski bisa mengganggu konsentrasi lawan, nilai trendy-ku sendiri akan anjlok karena ucapan ini. Terlalu memalukan..."
"Sebenarnya mau bilang apa?" Xu Huai Shang mendesak dengan nada kesal, "Mengulur waktu?" Dia melangkah mendekat dua langkah sambil menatap tajam.
Feng Bujue terpaksa mengarang drama dadakan: "Jika aku kalah, kuburkanlah aku... bersama istriku." Saat mengucapkan ini, dia memasang ekspresi sendu layaknya aktor pemenang Oscar.
"Siapa?! Siapa istri kamu?! Siapa yang kenal istri kamu?!" Xu Huai Shang hampir tidak bisa menahan amarahnya.
"Baik..." Jawabnya dengan ekspresi campur aduk sambil mengangguk, bahunya bergetar akibat kombinasi kemarahan dan kekesalan yang tertahan.
"Tapi di mata orang lain... reaksi Xu Huai Shang justru memberikan kesan yang berbeda."
Tang Yun'er menghela nafas dengan wajah murung: "Ah... Benar-benar seperti bunga yang jatuh bermaksud, tapi air mengalir tak berperasaan."
Xu Huai Shang terkejut bukan main, dalam hatinya berteriak marah: "Apaan nih! Sebenarnya sejak kapan kamu datang di sini! Apa yang sudah kamu dengar!"
"Oh?" Cao Qin sepertinya juga menyadari sesuatu yang aneh, dia menoleh ke beberapa orang di sampingnya, "Apakah hubungan kedua orang ini... seperti itu?"
"Ah... Kasihan sekali niat tulus nona ini, tapi Pemimpin Pondok Feng tetap hanya memikirkan mendiang istrinya." Miao Ying mengangguk menyambung.
"Aaaah!!!" Xu Huai Shang menjerit dalam hati, rasanya ingin mati saja, ekspresi wajahnya mulai terdistorsi, "Nona Pendekar Miao, kamu kebanyakan baca novel romantis ya! Imajinasimu terlalu sempurna! Dari mana munculnya suasana 'betapa sedih tak bertemu sebelum menikah' begini!"
Bahkan Liao Wu yang bertubuh besar juga menyambung dengan suara berat: "Tak disangka Pemimpin Pondok Feng ini pria setia, sama sekali tak tergoda kecantikan, sungguh patut diacungi jempol..."
"Jempol apa jempol! Apakah keadilan masih ada di dunia ini?!" Xu Huai Shang menggigit bibir bawahnya geram, tapi ekspresi ini justru memicu kesalahpahaman yang lebih dalam.
"Kalau begitu... bersiaplah..." Feng Bujue sendiri tak menyangka ucapannya bisa memberi efek sehebat ini, benar-benar mengacaukan emosi Xu Huai Shang.
Kesempatan emas tak boleh disia-siakan. Jue Ge segera mengambil posisi/gerakan khas, lalu melancarkan serangan...
