"'Kekayaan, ketenaran, kekuasaan... semua yang pernah dimiliki 'Raja Narkoba' Roger si Pemotong Telinga di dunia ini. Sebelum mati, dia meninggalkan kata-kata yang membuat orang-orang di seluruh dunia berduyun-duyun menuju lautan - 'Ingin harta karunku? Jika ingin, ambillah! Carilah! Semua telah kutinggalkan di sana!'...'"
"Pagi hari di geladak kapal selam (yang kini telah muncul ke permukaan dan bersandar), Kapten Janggut Abu-abu sedang berpidato dengan penuh semangat di hadapan anak buahnya."
"Mungkin karena isi pidatonya agak mengada-ada, atau mungkin karena sudah terlalu sering didengar... faktanya... para kru ada yang menguap, ada yang melamun memandang ke kejauhan. Tak seorang pun serius mendengarkan khotbah sang kapten."
"'Sudahlah, Pak... tidak perlu mulai dari cerita saat Anda pertama kali melaut di usia tujuh belas tahun...' suara anak kecil yang lesu menyela Kapten Janggut Abu-abu, 'langsung ke intinya...'"
"Anak laki-laki kecil yang berbicara ini adalah putra Janggut Abu-abu, bernama Max Grey. Dia adalah wakil kapten (first mate) di kapal bajak laut (kapal selam) ini."
"Hmm..." Janggut Abu-abu tertegun sejenak mendengar itu, lalu membersihkan tenggorokannya dengan canggung. Ia pincang mendekati anak itu dan berbisik lembut, "Nak, apa poin utamanya?"
"Poin utamanya adalah harta karun di pulau ini milik Ayah. Siapa yang berani menyentuhnya, bunuh saja." Max berbisik dengan tenang di telinga ayahnya.
"Oh! Benar!" Janggut Abu-abu mengangguk, lalu berdiri tegak kembali menghadap awak kapal. "Aku! Janggut Abu-abu Yang Agung, Edward Grey, salah satu dari 'Empat Belalang' di era 'Pengedar Narkoba', pewaris kemauan Roger! Takkan kubiarkan siapa pun mengincar harta karunku!"
"Ah... Harta karun katanya... Bukannya cuma beberapa ton stok barang..." gumam pelaut di barisan depan paling kiri sebelum kapten selesai bicara.
Orang ini terkenal mulut lancang. Apapun yang didengar atau dilihatnya, selalu dikomentari. Kali ini pun dia hanya bicara reflek, tapi...
"SIAPA YANG BERBICARA!" Janggut Abu-abu menggelegar dengan suara serak seperti gong pecah, matanya melotot ke arah sumber suara.
Sesaat kemudian, rekan-rekan di sekitar si pembicara serempak mengkhianatinya, semua jari menunjuk ke arahnya.
“Eh... aku...” Laki-laki itu langsung ciut nyalinya, “...kapal... kapten... aku...”
“Siapa namamu?” Janggut Abu-abu mendongakkan kepala, memandangnya dengan tatapan merendahkan.
“Aku... aku-aku...” Orang yang biasanya bicara lancar ini kini gagap ketakutan, “...Aku Tom.”
“Oh... Tom.” Janggut Abu-abu mengulang nama itu sambil memalingkan wajah.
Begitu cepatnya...
Satu detik kemudian, dengan kecepatan kilat, Janggut Abu-abu mengeluarkan pistol api (berbentuk seperti snaphaunce abad ke-18 tapi berteknologi futuristik) dari sarungnya, menembak ke arah Tom tanpa menoleh atau melihat.
Dor——
Suara tembakan itu terdengar kuno, seolah membawa orang kembali ke era Ratu Anne di Karibia.
Disusul bunyi "grok-dok"... Sebuah mayat terjatuh di geladak.
“Huu...” Janggut Abu-abu meniup asap dari laras senjata, mendongak 45 derajat ke langit fajar. “Seperti kataku... Tak ada hantu tanpa nama di bawah tombakku.”
“Eh... Kapten, aku masih hidup...” Suara Tom kembali terdengar.
“Hmm?” Janggut Abu-abu terkejut, langsung menoleh. Baru ia sadar tembakan buta gaya-nya tadi meleset. Peluru mengenai anak buah di sebelah Tom, tepat di jantung...
“Ngomong-ngomong……Yang Tuan bunuh ini bernama 'Jerry'……” Tom dengan gugup menunjuk mayat di tanah menggunakan jarinya.
“Ahem…” Abu-abu Jenggot membersihkan tenggorokannya lagi sambil memasukkan tombak kembali ke sarungnya, “Lihatlah, Tom, kalau kau masih banyak bicara lain kali, nasibmu akan sama seperti Jerry.”
“Mengerti… Terima kasih atas kebaikan Kapten yang tidak membunuh…” Tom menundukkan kepala dan menjawab dengan patuh. Pikiran sebenarnya saat ini adalah: “Untung kapten ini bodoh, hari ini nyawaku selamat!”
“Jangan salah paham, aku tidak meleset, dari awal memang ingin membunuh Jerry…” Beberapa detik kemudian, Abu-abu Jenggot menambahkan, “…Sebenarnya, sudah lama kusadari dia adalah mata-mata yang dikirim polisi.”
“Ayah… Tidak perlu menjelaskan lebih lanjut, mari kita hentikan di sini…” Max dengan satu tangan menahan dahi sambil menggelengkan kepala.
“Hmm… Baiklah.” Abu-abu Jenggot mengangkat bahu, “Hei! Lempar mata-mata ini ke laut!” Kemudian dia menoleh, “Kau, iya kau, Tom, bawa beberapa orang dan segera menyelidiki pulau. Sebelum makan siang aku ingin laporan pasti, kalau tidak akan kurocik kau jadi umpan ikan!”
“Siap! Perintah dilaksanakan, Kapten.” Tom menjawab keras dengan ekspresi kaku.
……
Di saat yang sama, di utara Pulau Canabees.
“Hei! Stephen, ketemu lagi!” Clambers muncul kembali di depan Feng Bujue.
"Mungkin ada yang bertanya, apakah frekuensi pertemuan antara Harlyers dan Jue Ge terlalu sering? Sebenarnya tidak..."
Menurut aturan, setiap peserta boleh membawa sepuluh barang untuk berkompetisi (Feng Bujue adalah pengecualian, tapi Sistem telah memperbaiki hal ini dan NPC tidak akan merasa aneh). Setiap bertemu Harlyers, mereka hanya bisa mengambil satu barang. Artinya... peserta harus bertemu Harlyers sepuluh kali untuk mengambil semua barang. Jika membagi sepuluh interaksi ini secara merata dalam waktu, berarti ritme pertemuannya adalah tujuh jam sekali.
Tentu saja dalam kompetisi sebenarnya, mempertimbangkan faktor tidur malam dan eliminasi dini, waktu ini akan lebih dipersingkat. Di siang hari, bertemu setiap lima jam sekali juga sangat wajar.
"Ah, halo." Feng Bujue menjawab sambil memasukkan mayat serangga (seonggok besar) ke mulutnya dengan bicara yang tidak jelas.
"Sedang makan apa, Stephen?" Harlyers bertanya penuh minat sambil menatapnya.
"Protein." Jawab Feng Bujue dengan tenang.
“Hmm... Kamu bisa mengesampingkan prasangka dan memakan hal-hal yang dianggap menjijikkan oleh kebanyakan orang sebagai energi murni, itu sangat hebat.” Grylirs berkata sambil kembali melirik ke arah kamera, "Di alam liar, kemampuan ini bisa membuatmu bertahan lebih lama daripada orang lain." Dia berhenti sejenak, "Tapi... sekedar 'berani makan' masih jauh dari cukup, Stephen." Matanya menunjuk ke bangkai serangga di tangan Jue Ge, "Beberapa serangga dan hewan kecil mengandung racun atau parasit... Tanpa pengetahuan memadai, mudah saja memakan yang beracun. Hal itu... justru akan membawamu ke dalam bahaya."
“Tenang, semua yang saya makan ini aman, saya yakin betul.” Feng Bujue menjawab dengan ekspresi datar.
Meski sebenarnya dia tidak tahu apakah serangga (sebagian besar serangga dan beberapa makhluk aneh tak dikenal) di tangannya beracun atau berbahaya, satu hal yang pasti... semuanya mati oleh 【Pisau Kecil Harian Bell】. Jadi... "Terputus kepalanya bisa dimakan", dan kandungan proteinnya "enam kali lipat daging sapi"...
“Baiklah, semoga kau benar.” Grylirs tak melanjutkan topik ini setelah mendapat jawaban itu, "OK... Stephen, kurasa kau sudah menebak, aku datang kemari untuk memberimu sesuatu."
“Hmph... Sudah lama kunantikan.” Feng Bujue tersenyum tipis.
“Ha! Jangan senang dulu.” Grylirs menyambung, "Yang kuterima bukan hanya item, tapi juga tantangan."
（Ini juga merupakan salah satu aturan utama program ini: Kecuali pada awal pertandingan, setiap kali peserta bertemu Bell di pertandingan berikutnya, mereka akan menerima sebuah "Tantangan". Semua tantangan bersifat opsional, namun menyelesaikannya akan memberikan keuntungan tertentu. Selain itu, jumlah tantangan yang diselesaikan peserta akan menjadi kriteria penilaian bagi penyintas akhir.）
"Benar, yang kuinginkan adalah Tantangan," jawab Feng Bujue. "Sebenarnya, Bell... Aku sudah tak sabar lagi." Ekspresinya berubah halus. "Aku punya usulan..." Dia memasukkan semua serangga ke mulutnya dan menelannya. "Berikan beberapa tantangan sekaligus padaku, misalnya... lima, bagaimana?"
