Setelah keluar dari ngarai, Feng Bujue mengikuti Root melanjutkan perjalanan.
Mereka menuruni lereng gunung selama belasan menit, melewati hamparan karang berbatu, kemudian memanjat tepi batu curam hingga akhirnya... tiba di depan kota yang seperti mimpi itu.
"Kota Harem dilindungi oleh barrier, hanya bisa masuk dan keluar melalui gerbang kota." Root berjalan sambil menjelaskan pada Jue Ge layaknya asisten sistem, "Seluruh kota memiliki empat gerbang, masing-masing dijaga oleh penjaga dan komandan. Mereka semua adalah murid Ji Fenglong, kekuatannya tidak boleh diremehkan. Jika ada yang tidak memenuhi 'syarat masuk kota' mencoba masuk paksa, mereka tidak akan segan bertindak."
"Hmm... syarat masuk kota ya..." Feng Bujue bergumam pelan, "Ternyata memang bukan tempat yang bisa dimasuki sembarangan..."
Sementara mereka berbincang, kedua orang itu telah tiba di depan gerbang kota.
Terdapat gerbang lengkung raksasa setinggi delapan meter dengan batu nisan tergantung di atasnya bertuliskan "Gerbang Selatan".
Memandang ke dalam kota dari luar pintu, hanya terlihat kabut samar. Tampaknya... gerbang ini telah diberi mantra tertentu sehingga orang luar tidak bisa mengintip pemandangan dalam kota.
"Kurang ajar! Tuan Muda kami datang dari jauh, sikap kalian seperti ini!"
Teriakan itu segera menarik perhatian Jue Ge.
Terlihat seorang remaja berpakaian sederhana berusia 16-17 tahun sedang berteriak pada dua penjaga berbaju zirah.
Di belakang remaja itu berdiri seorang pria muda bergaya sarjana yang sedang mengipaskan kipas kertas sambil menunjukkan ekspresi tidak senang.
"Kamu yang lancang!" Di sisi lain, di belakang dua penjaga itu, seorang gadis muda berbaju putih berkata dengan nada manja, "Kalian pikir ini tempat apa? Kalau orang seperti kalian bisa masuk ke kota harem ini..." Ia mendengus dingin, melirik sinis ke arah lawan bicaranya, "Hmph... Bukankah itu berarti bahkan orang sembarangan seperti Zhang San, Li Si, kucing anjing... semua bisa masuk?"
"Kamu..." Wajah pemuda itu memerah karena malu, masih ingin melanjutkan perdebatan.
Namun pria muda di belakangnya melangkah maju, mengangkat tangan menghentikannya: "Sudah! Dasar tidak berguna. Karena kau, aku jadi dipermalukan di sini."
"Ma... maafkan hamba, Tuan Muda." Pemuda itu menundukkan kepala, menjawab dengan penuh ketakutan.
Pria muda yang disebut "Tuan Muda" itu segera memasang senyum palsu, berkata kepada sang gadis cantik: "Nona, pelayanku ini kurang ajar, jangan ditanggapi serius. Mari kita bicara baik-baik..."
"Tak ada yang perlu dibicarakan." Gadis putih itu membalas, "Walau pelayan tak tahu sopan santun, itu karena majikannya tak bisa mendidik." Ia melototi pria muda itu, berkata dingin, "Lagipula... larangan masuk kalian bukan soal etiket." Ia mengangkat dagu, memberikan isyarat mata ke pintu gerbang, "'Aturan' tertera di pintu. Kalau tak bisa memenuhi, pergilah. Buat keributan apa di sini?" Wajahnya berubah keras, "Wali Kota kami orang yang rasional, jadi aku pun bicara rasional. Tapi kesabaranku ada batasnya. Kalau kau menganggap kelembutan sebagai keberuntungan... Hmph..."
"Desisan dingin terakhirnya mengandung makna yang jelas. Penjaga di gerbang kota yang berdiri lengkap dengan persenjataan, tentu bukan sekadar untuk menakut-nakuti. Jika diperlukan, mereka bahkan bisa membantai tanpa ragu."
"Apa maksudmu?" Pemuda itu langsung naik pitam mendengar perkataan tersebut: "Kau tahu siapa aku? Aku..."
"Tidak tahu, tidak mau dengar, silakan pulang." Perempuan berbaju putih memotongnya dengan tiga kalimat beruntun.
Detik berikutnya, dia langsung mengabaikan pemuda itu dan memindahkan pandangannya ke Feng Bujue dan Root yang tak jauh: "Kalian berdua, apakah juga hendak masuk kota?"
"Eh... Kami..." Feng Bujue baru hendak menjawab.
Pemuda itu kembali bersuara keras: "Tunggu! Aku belum selesai bicara... Aku adalah..."
Ucapannya terhenti mendadak karena di detik ini, matanya menangkap sosok Root dari sudut pandang.
Kecantikan sempurna Root... Meskipun terasa ganjil dan tidak nyata, namun keindahan tetaplah keindahan. Wajar jika orang biasa yang pertama kali melihat Root akan tertegun beberapa detik hingga puluhan detik.
Seperti pemuda ini yang terpana; begitupun pelayannya; bahkan kedua penjaga itu pun tak bisa menahan diri untuk melirik Root beberapa kali.
"Nona... Hamba..." Pemuda itu seolah lupa tujuan awalnya masuk kota, langsung membalikkan badan memberi hormat kepada Root.
"Tidak peduli, tidak mau dengar, jangan merayu." Root menyela sebelum lawan bicaranya selesai, dengan intonasi datar layaknya Sistem suara.
“Ha ha ha ha…” Perempuan berbaju putih langsung tertawa terbahak-bahak melihat kejadian ini, “Bagus! Hanya karena tiga kalimat ini, aku harus mengizinkan nona masuk ke kota, ha ha ha…”
Akhirnya, pemuda itu meledak…
Sebagai orang yang biasa bertindak semena-mena, mendapat penghinaan dari dua gadis cantik secara langsung dalam waktu singkat, sama sekali tidak bisa diterimanya.
“Hmph!” Dia membentak marah, lapisan energi hijau semi-transparan tiba-tiba menyembur dari sekujur tubuhnya, “Dengar baik-baik! Aku adalah Putra Mahkota Gerbang Changyi dari Kota Liqiong… Ren Bufan!” Dia melototi perempuan berbaju putih, “Pelayan rendahan sepertimu berani menolak jagoan ‘Empat Rotasi Suci Yuan’ sepertiku di luar pintu, benar-benar buta! Hari ini, aku akan menghukummu atas nama penguasa kotamu…”
Pa——
Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Ren Bufan.
“Ngajar kepala kau.” Ternyata Jue Ge mengaktifkan 【Spiritual Awareness Body Convergence Technique】, dengan kecepatan luar biasa langsung menghampiri lawannya, memberikan tamparan yang tidak keras tapi juga tidak ringan, “Berani-berannya kau menyela omongan Laozi?”
Pa——
Sambil bicara, dia kembali menampar lawannya.
Ren Bufan yang masih terpana oleh tamparan pertama, langsung mendapat tamparan kedua.
“Yang paling parah… setelah menyelak omonganku, malah merayu pacarku alih-alih membahas urusan resmi?” Ekspresi Feng Bujue persis seperti preman SMA yang sedang mengganggu anak SD, membuat Ren Bufan langsung terpaku, “Kuberi tahu, kalau ini terjadi sepuluh tahun lalu… sudah kubacok kau dengan pisau.”
“Aku ingin langsung menusukmu dengan pisau sekarang juga.” Root langsung menyahut, jelas dia tidak puas dengan satu kata tertentu dalam ucapan Jue Ge sebelumnya.
Feng Bujue segera menoleh dan memberi isyarat mata ke Root, kira-kira bermaksud "berpura-puralah sebentar".
Tapi Root adalah Derivator, tidak terlalu paham dengan bahasa isyarat manusia (maksudnya intelijen) ini. Jadi dia tidak mengerti maksud Jue Ge, hanya diam sementara.
Dua detik kemudian, Jue Ge melanjutkan ke Ren Bu Fan: "Aku peringatkan, lenyap dari pandanganku sekarang juga, atau kubuat mayatmu tidak utuh."
"Aaa——" Akhirnya Ren Bu Fan sadar, amarah membuatnya berteriak, "Bangsat!"
Sebelum auman reda, pedang terbang telah terkumpul di tangan Ren Bu Fan. Detik berikutnya, tanpa ragu dia menikam ke arah Feng Bujue di depannya.
Menurut Ren Bu Fan, serangan ini pasti kena dan mematikan. Pada jarak ini, musuh mustahil menghindar; kecuali pemuda biasa-biasa ini memiliki kekuatan setara "Enam Rotasi Sempurna Saint Yuan" atau lebih, jika tidak... paling tidak kulitnya terkelupas.
Namun, pemandangan yang tak terduga terjadi...
Feng Bujue justru menjepit ujung pedang itu dengan dua jari, menghentikan tusukan penuh amuk lawan.
"Semua sudah lihat, orang ini ingin membunuhku." Senyum mengerikan muncul di wajah Feng Bujue, "Kalau begitu jangan salahkan aku."
Sebelum suaranya habis, Jue Ge langsung melancarkan skill [Yan Sha Lianyu Jiao].
Karena pedang terbangnya terjepit [Jari Pengetahuan Batin], Ren Bufan tak bisa mundur. Ditambah lagi ia masih terpaku oleh keterkejutan... Mustahil menghindar.
Maka...
Api hitam berkobar, Raja Kegelapan datang.
Bayangan manusia berkelebat, kabut darah beterbangan.
Feng Bujue membuktikan ucapannya. Hanya dalam satu ronde pertarungan, ia sudah membuat lawannya "mati tanpa jasad utuh".
"A...Ah!" Anak pembantu itu menjerit histeris melihat potongan daging dan genangan darah yang terbakar api hitam di tanah. Ia berguling dan merangkak menjauh.
"Baiklah, pengganggu sudah hilang..." Sebelum anak itu jauh, Feng Bujue sudah berbalik badan dan bergumam tenang.
Dengan tindakannya, ia sedang memperagakan makna sesungguhnya dari "membunuh tanpa berkedip".
Melihat ini, dua penjaga di pintu sudah basah keringat dingin. Namun perempuan berbaju putih masih terlihat tenang.
"Eh... Tadi kita sampai di mana ya?" Jue Ge bertanya pada dirinya sendiri lalu menjawab, "Oh, iya... Kamu tanya apakah kami ingin masuk kota." Matanya menatap langsung ke mata wanita itu sambil tersenyum, "Hehe... Karena sudah sampai di sini, tentu saja kami ingin masuk..." Ia menyatukan tinju dan mengangguk hormat, "Niang bisa membebaskan jalan karena 'tiga kalimat' dari temanku, tapi apakah Niang bisa mengizinkan saya masuk dengan mempertimbangkan 'tiga jurus' yang baru saja saya tunjukkan...?"
