Meski jalan di kota kecil terbuat dari kerikil dan tanah, secara umum cukup datar. Bagi Jue Ge yang memakai sepatu olahraga, berjalan di permukaan seperti ini tidak membutuhkan stamina berlebihan.
Namun jarak tetap menjadi faktor objektif, dan prediksi Jue Ge tentang "pengurangan Poin Stamina sesuai indra perasaan karakter" juga benar. Jadi dia tetap harus mengatur stamina secara rasional dan menghindari pemborosan.
"Hmm... Jarak sebenarnya lebih jauh dari perkiraan..." Setelah berjalan hampir dua puluh menit namun belum sampai di alun-alun kota, Feng Bujue terpaksa mempercepat langkah, "Dan sepanjang jalan ini sama sekali tidak ada bayangan manusia, toko-toko di sepanjang jalan juga tutup semua..." Pikiran itu muncul, "Apakah ini... kota hantu?"
Kriiit...kriiit...kriiit...
Saat Jue Ge sedang berpikir, tiba-tiba dari kabut tebal di depannya terdengar suara kriiit...kriiit... yang berirama teratur.
Suara itu semakin mendekat dengan kecepatan yang cukup tinggi.
"Apa-apaan ini?" Mendengar suara itu, Jue Ge langsung berhenti dengan waspada. Tanpa pikir panjang, tangan kanannya menyelip ke dalam kantong jaket dan menggenggam erat ponselnya, bersiap menghadapi monster.
Kriiit...kriiit... Suara itu semakin dekat, tapi di penglihatan tetap tak terlihat siapa pun.
Kring...kring...
Tiba-tiba, beberapa dentang lonceng jernih sampai ke telinga Jue Ge. Arah suaranya sama dengan sumber suara "kriiit" tadi.
"Hah?" Di momen ini, Feng Bujue sepertinya menyadari sesuatu.
Matanya menunduk ke lantai. Dua detik kemudian, ia memicingkan mata sambil bergumam, "Aduh... ternyata sepeda..."
Kring...kring...
Sebelum sempat menyelesaikan ucapan, lonceng kembali berbunyi. Kali ini suaranya sudah sangat dekat, hampir menyentuh tubuhnya.
Dengan refleks cepat, Jue Ge melompat ke samping menghindar.
Ia lalu melihat jejak ban sepeda yang baru saja "melewati" posisinya tadi.
"Ini maksudnya apa..." Feng Bujue menatap ke arah udara kosong sambil bergumam lirih, "Bentuk halusinasi?"
“Berdasarkan insting detektif (baik, aku tahu dia adalah penulis misteri),” dia segera melangkah maju, berjongkok memerikka bekas roda sambil bergumam, "Pola pada jejak ban sudah aus, menandakan sudah lama digunakan... Dari kedalaman jejak dan suara kendaraan, seharusnya ini sepeda tua berlogam dengan setang melengkung dan rantai, yang ditumpangi orang dengan berat badan cukup... Atau mungkin hantu..." Dia mengusap bibir bawahnya perlahan, "Suara rantai terdengar halus sementara bagian lain sepeda tidak bersuara, artinya... meski sering dipakai, perawatannya bagus."
"Ah!" Feng Bujue tiba-tiba menepuk ubun-ubunnya, "Tak terasa jadi kecanduan bermain..." Dia melihat jam di pergelangan tangan, "Sial... harus cepat sebelum terlambat."
Sesuai instruksi suara yang mengaku sebagai Kepala Kantor Pos dalam CG pembuka, pemain harus tiba di kantornya "sebelum pukul sembilan pagi". Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 8:52... Jue Ge bahkan belum melihat bayangan kantor pos sama sekali.
"Tampaknya harus lari..." Dia segera berdiri dan berlari sekencang-kencangnya. Lagipula jalanan sepi tanpa kendaraan maupun orang, selain "sepeda tak terlihat" tadi, dia tidak takut menabrak apa pun.
“Kalau dipikir… misi utama saat ini【Mendapatkan pengakuan dari Tukang Pos Hantu dan menjadi tukang pos baru Kota Otaku】… tidak mencantumkan persyaratan ‘waktu’.” Feng Bujue berlari sambil berpikir dalam hati, “Hanya ‘Kepala Kantor Pos’ yang memintaku tiba sebelum pukul sembilan… Artinya, meski aku terlambat sampai setelah pukul sembilan, misi utama belum tentu gagal. Hanya saja… alur cerita dan tingkat kesulitan quest mungkin akan berubah karena ini.”
Semakin dia merenung, semakin yakin… sebaiknya jangan sampai terlambat.
……
Empat menit kemudian…
“Akhirnya sampai…” Setelah berlari cukup jauh, sebuah alun-alun bundar muncul di hadapan Feng Bujue.
“Alun-Alun Otaku” memiliki jalan beton dengan sedikit area berpaving batu; Di tengahnya terdapat air mancur bergaya minimalis, tapi… airnya sudah mengering; Bangunan di sekelilingnya umumnya bertingkat tinggi seperti kantor polisi, pemadam kebakaran, rumah sakit, dll.
Jue Ge terus melesat ke utara (dia masih bisa mengenali arah), dan segera melihat papan nama kantor pos.
“Dua lantai, luas sekitar 300 meter persegi…” Pikiran Feng Bujue melayang saat mendekati pintu kantor pos, “Skenario terburuk: tidak ada diagram denah atau petugas yang bisa ditanya… Aku harus menemukan lokasi kantor kepala dalam tiga menit sendirian.”
Sebelum sempat menyelesaikan pikirannya, tangannya sudah mendorong pintu kaca tebal di depannya.
"Bagus..." Begitu Jue Ge masuk, dia langsung mengucapkan kalimat itu. Karena dia menemukan... lantai satu kantor pos ini hanyalah lobi besar, selain konter layanan di sebelah kanan pintu masuk, hanya ada deretan jendela layanan berbagai urusan.
"Di sana ya..." Matanya cepat menyapu ruangan, tiba-tiba berhenti di mulut tangga menuju lantai dua. Di samping tangga terdapat papan bertuliskan 【Area Kantor, Dilarang Masuk Bukan Staf】, ini termasuk petunjuk yang cukup jelas.
Sambil berlari ke tangga, Feng Bujue menyempatkan melihat jam.
【Pukul 8 lewat 58 menit】
"Ruang istirahat, ruang satpam, ruang keuangan, kamar mandi..." Feng Bujue terus berlari kencang setelah naik ke lantai dua, akhirnya pada pukul 8:59:40 sampai di depan pintu terakhir di ujung koridor, "Kantor Kepala Polisi..." Dia membaca papan nama di pintu sambil menunduk melihat arloji, "Huh... tersisa belasan detik... nyaris saja."
Tok-tok-tok——
Sambil melihat arloji, tangan kirinya sudah mulai mengetuk pintu.
"Silakan masuk." Suara dari dalam pintu persis sama dengan narator di CG pembuka.
Mendengar itu, Feng Bujue menarik napas, mengusap keringat, lalu memutar gagang pintu dan mendorong pintu di hadapannya.
"Perlengkapan di dalam ruangan sangat normal, selain meja dan kursi kerja, ada beberapa lemari arsip, sebuah lemari kaca, dua pot bonsai, serta dua bendera. Jue Ge bisa mengenali bendera Amerika dengan pola bintang dan garis, tapi bendera satunya lagi tidak diketahuinya... Namun biasanya, itu mungkin bendera kota kecil atau bendera negara bagian setempat."
"Harus kukatakan... kamu sudah memberikan kesan yang sangat buruk sejak awal, Tuan Dave." Sebelum Jue Ge sempat membuka mulut, pria yang duduk di belakang Meja Kerja sudah mengucapkan dialog yang tidak mengenakkan.
Itu adalah seorang pria tua berbaju jas kotak-kotak dan berkacamata bulat hitam. Usianya terlihat sudah di atas enam puluh tahun, namun sorot matanya masih tajam dan punggungnya tetap tegak.
"Apakah Bapak keberatan dengan pakaian atau gaya rambut saya, Tuan?" Feng Bujue bukanlah tipe orang yang panik saat menghadapi keadaan darurat. Mendengar kritikan tak jelas itu, dengan tenang dia mengajukan pertanyaan sambil menutup pintu di belakangnya.
"Tidak, saya sangat toleran terhadap penampilan staf." Jawab Kepala Polisi, "Saya hanya menuntut satu hal... yaitu 'tepat waktu'." Saat mengucapkan dua kata terakhir, dia sengaja memberi penekanan.
"Ketika saya mengetuk pintu kamar Bapak, persis pukul 08:59:45." Feng Bujue menatap tajam balik sambil menjawab, "Ini tidak melebihi waktu yang Bapak tentukan, bukan?"
"Begitu rupanya..." Kepala Polisi mengangkat tangan menunjukkan arlojinya ke arah Jue Ge, "Jam kamu terlambat tiga menit."
“Ha?” Ekspresi mata Feng Bujue berubah halus, “Tidak mungkin…” Ia segera mengeluarkan ponsel dari saku, menekan tombolnya, “Benar… Jam tangan dan ponselku menunjukkan waktu yang sama, yaitu…”
“…terlambat tiga menit.” Sang Kepala Polisi memotong Jue Ge.
“Hmm…” Feng Bujue menyipitkan matanya, menatap si tua di depannya, “Mungkinkah jam Tuan Kepala…”
“Tidak mungkin.” Sang Kepala langsung membantah hipotesisnya sebelum Jue Ge menyelesaikan kalimat “lebih cepat tiga menit”.
“Baiklah.” Dua detik kemudian, Feng Bujue menegakkan sikap, “Aku yang salah.”
Jue Ge juga paham situasi. Ia tahu dalam kondisi tertentu, fakta tidak penting – yang penting adalah sikap.
Atasan tetaplah atasan. Meski ia bodoh atau menunjuk rusa sebagai kuda, sebaiknya jangan dikoreksi atau dilawan. Kalau tidak… kau sendiri yang mencari masalah. Tentu saja ada pemimpin baik yang “akan mempromosikanmu karena berani membuatnya malu”… Bagi yang merasa beruntung bisa bertemu, silakan coba. Kalau sampai mati, jangan salahkan aku…
“Tidak, kau tidak salah.”
Di luar dugaan, sikap Tuan Kepala Polisi tiba-tiba berbalik 180 derajat.
“Apa?” Kali ini Feng Bujue benar-benar terkejut.
“Jamku memang lebih cepat tiga menit, dan aku tahu itu.” Sang Kepala melanjutkan, “Alasan memfitnahmu adalah untuk melihat… di bawah tekanan, apakah kau akan menyerah pada kekuasaan atau berpegang pada kebenaran.”
“Tidak perlu dibawa setinggi itu…” Feng Bujue menatapnya dengan tatapan ikan mati, “Anggap saja aku menghormati orang tua… mengalah padamu, boleh?”
“Menurutmu aku sangat tua?” Kepala Polisi melanjutkan percakapan dengan Jue Ge, melemparkan pertanyaan yang sulit dijawab.
"Ya." Feng Bujue menjawab langsung. Karena lawan bicaranya ingin mendengar kebenaran, ia akan terus terang sampai akhir - soal menyakitkan atau tidak itu urusan lain. "Menurutku, jika aku serius berdebat denganmu, kemungkinan besar pembuluh darahmu akan pecah dan tewas mendadak. Makanya aku memilih mengalah."
"Sangat bagus!" Kepala Polisi membanting meja dan berdiri.
Gerakan ini... membuat Feng Bujue secara instingtif mundur setengah langkah. Sejenak, Jue Ge merasa si tua ini ingin melompati meja untuk memukulinya.
"Mari berkenalan secara resmi." Kepala Polisi menegakkan postur tubuh dan mengulurkan tangan kanannya. "Aku Kepala Kantor Pos Kota Otaku, Norman Nelson."
"Hmm... Salam kenal, Tuan Nelson." Feng Bujue ragu sebentar sebelum menjabat tangannya.
"Panggil saja Norman, terima kasih." Saat itu, senyum ramah muncul di wajah Nelson.
"Senang berkenalan, Norman." Feng Bujue juga membalas dengan senyuman.
Meski terlihat ramah di permukaan, Feng Bujue terus mengamati dan menganalisis NPC ini: "Lelaki yang ahli memanfaatkan kata-kata dan ekspresi. Saat serius sangat tegas, saat ramah sangat memikat. Kekuatan jabat tangannya bahkan melebihiku..." Matanya menyapu tubuh lawan bicara, "Kerah baju, ujung lengan, dan kedua tangan menunjukkan latar belakang militernya." Semakin lama ia mengamati, semakin detail informasi yang didapat, "Rambut rapi sempurna, jenggot tercukur rapi - peduli penampilan. Kancing ketiga baju pernah dijahit ulang, bekas tambalan di siku - pribadi hemat. Bekas cincin di jari manis tangan kiri yang kini hilang... Cerai? Atas janda?"
Rangkaian pikiran itu melintas dalam hitungan detik.
Setelah berjabat tangan, Nelson berkata lagi: "Tuan Dave, seperti yang kau lihat, aku menyukai orang yang blak-blakan." Sambil berkata demikian, ia telah duduk kembali dan memberi isyarat pada Jue Ge untuk duduk di kursi seberang meja kerjanya, "Di sini, tak perlu khawatir menyinggung orang dengan ucapanmu, apalagi soal penampilan..." Ia berhenti sebentar, "Ingatlah dua hal: pertama, tepat waktu. Kedua, teguh pendirian."
"Sepertinya... saya sudah lulus wawancara?" Feng Bujue bertanya mencoba-coba.
"Hah... Lulus? Hahaha..." Nelson tertawa, "Masih jauh dari itu, Tuan Dave." Katanya sambil membuka laci di depannya dan mengeluarkan setumpuk amplop, "Filosofi lembaga kami adalah - praktik, satu-satunya standar untuk menguji staf."
"Kedengarannya familiar..." Feng Bujue berbisik pelan sambil menyindir.
Nelson mengabaikannya dan melanjutkan, "Apakah Anda akan resmi direkrut oleh lembaga kami, tergantung performa Anda hari ini." Dia menyodorkan tumpukan amplop itu ke Jue Ge, "Ini tugasmu hari ini."
【Misi Sampingan Telah Terpicu】Begitu Nelson selesai bicara, sistem suara langsung berbunyi.
Feng Bujue segera membuka menu permainan, memindai daftar quest, dan melihat misi baru【Mengirimkan semua surat sebelum tengah malam, progres saat ini 0/13】.
"Kalau ini misi sampingan, berarti bisa tidak dikerjakan..." Jue Ge bergumam dalam hati, "Singkatnya, kalau selesai sebelum tengah malam dapat hadiah tambahan, kalau tidak ya... tidak sampai menyebabkan gagal menyelesaikan misi."
"Ini adalah peta Kota Otaku." Beberapa detik kemudian, Nelson mengeluarkan peta mini berukuran 20*40CM dari laci dan meletakkannya di meja, "Dan... satu buku panduan kerja." Ia mengeluarkan buku panduan yang tidak terlalu tebal, "Serta... kunci sepedamu." Ini mungkin barang terakhir karena setelah mengeluarkannya ia langsung menutup laci, "Keluar dari pintu belakang, ada gudang sepeda. Tas selempang berisi amplop ada di keranjang sepeda. Karena kamu belum menjadi staf resmi kantor kami... hari ini kamu harus mengantar surat dengan pakaian biasa." Ia berhenti dua detik, menatap wajah Jue Ge, "Masih ada pertanyaan? Tuan Dave."
