“Apa yang kamu katakan?” Sikap Feng Bujue sangat keras, “Suruh aku membukanya?” Dia mendengus dingin, “Kamu gila? Kalau meledak gimana?”
Pemilik rumah terkejut: “Hei... Kamu sendiri bilang 'ini cuma surat, bukan bom'...”
“Apa yang kukatakan harus dituruti? Kalau kubilang suruhmu menerima surat, mau dengar?” Feng Bujue memotong kasar, “Jangan banyak bicara, cepat terima! Aku masih ada belasan surat lagi harus diantar, sibuk!”
“Tidak... Aku menolak.” Meski menolak, pemilik rumah tidak membanting pintu atau mengusir Jue Ge. Setelah ragu beberapa detik, dia berkata, “Jika kau memaksaku menerima surat ini, sebutkan 'kode instruksi'-ku...”
“Kode apa?” Feng Bujue bertanya curiga.
“Kode instruksi.” Pemilik rumah mengulangi.
“Itu apaan?” Jue Ge bertanya lagi.
“Kau tidak tahu? Hehehe...” Pemilik rumah tiba-tiba tertawa, “Kalau begitu maaf, aku tidak bisa...”
“Tunggu.” Feng Bujue kembali memotong, “Asal sebut 'kode instruksi', surat ini... pasti kau terima, ya?”
Pemilik rumah menelan ludah gugup: “Jika kau bisa menyebutkannya... aku akan terima suratnya.”
“Oh...” Feng Bujue mengangguk, lalu mulai mengelabui, “Waktu berangkat, Kepala Polisi memberitahuku banyak kode instruksi, aku agak bingung...” Dia melirik sambil menguji, “Kode milikmu... pakai angka atau huruf Inggris ya?”
"Semua kode perintah adalah angka." Pemilik rumah menjawab cepat, tapi setelah bicara, dia tertegun lagi, "Eh? Sekarang ada kode bahasa Inggris?"
"Iya." Salah satu keahlian Feng Bujue adalah ngomong nonsense dengan wajah poker, "Ada juga yang campuran huruf Inggris dan angka." Dia berhenti sebentar, "Oh... ngomong-ngomong, kode kamu berapa digit ya?"
"Err... satu digit..." jawab pemilik rumah dengan suara berat.
"Satu digit?" Feng Bujue memandang bayangan di balik pintu dengan ekspresi "kamu TM bercanda?", diam sesaat, lalu bertanya penuh keraguan, "Hmm... satu?"
"Sial..." Mendengar angka itu, pemilik rumah bergumam kesal, mengambil surat, lalu... menutup pintu.
【Pembaruan Progres Misi Sampingan】Sistem suara berbunyi tepat pada waktunya.
"Gila?!" Feng Bujue menatap pintu dengan mulut menganga, "Perintah apaan sih... kode apaan... cuma angka satu? Satu digit... paling-paling 10 kali tebak juga ketemu! Gila lu!"
Setelah memaki-maki pintu, barulah dia berbalik pergi. Saat melintasi halaman depan, dia melirik menu permainan untuk memastikan progres misi telah berubah menjadi 【Mengantar semua surat sebelum tengah malam, progres saat ini 1/13】.
“Tapi… kalau dipikir lagi…” Jue Ge kembali ke sepeda sambil bergumam pelan, “Tingkahnya aneh banget, kayaknya bukan masalah kecerdasan…” Pandangannya secara instingtif tertuju pada kartu kerja sementara di tangannya, “Setelah tahu identitasku, sikapnya langsung berubah. Meski terlihat enggan, dia tetap menjawab semua pertanyaanku…” Ujarnya sambil menyimpan kartu itu di saku dalam jaket, “Sepertinya… benda ini lebih berpengaruh daripada yang kuduga…”
……
Ada buku maka panjang, tak ada buku maka pendek.
Sepuluh menit kemudian, Jue Ge tiba di alamat pengiriman kedua sesuai urutan: [Jalan Kedua, Nomor 9.]
“Hmm… Dengan kecepatan ini, meski aku menyelidiki tempat lain di sela-sela mengantar surat, waktu masih cukup.” Pikir Feng Bujue saat menghentikan sepeda, “Sekarang jam 10 pagi, masih ada 12 surat. Bahkan jika rata-rata setengah jam per surat, masih bisa selesai sebelum jam 4 sore. Masih ada waktu untuk makan siang…”
Sambil berpikir, dia berjalan menuju pintu depan sebuah rumah.
Desain rumah ini mirip dengan Nomor 3 Jalan Pertama, hanya warna tembok luarnya sedikit berbeda.
Dan di depan rumah ini juga tidak ada kotak surat, halaman depannya sama-sama dipenuhi rumput liar.
Tok-tok-tok——
“Ada orang?” Feng Bujue menggunakan cara memanggil yang sama seperti sebelumnya.
Setelah diam sejenak, terdengar suara dari lantai dua rumah. Kemudian… kembali terdengar suara langkah orang gemuk memakai sandal menuruni tangga.
Kreek——
Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka, masih hanya menganga selebar celah.
Ruangan dalam kegelapan pekat, pemilik rumah kedua itu juga berdiri dalam bayang-bayang, bertanya lesu: "Anda mencari siapa?"
Adegan ini memicu deja vu yang sangat kuat pada Feng Bujue, ia tak bisa menahan gumam dalam hati: "Ada apa ini? Suaranya sama persis? Kembar?"
"Siapa yang kau cari?" Tanya pemilik rumah lagi saat melihat Jue Ge tak menjawab.
Feng Bujue berpikir setengah detik, langsung mengeluarkan identitas: "Tukang pos." Katanya sambil menyodorkan amplop, "Mengantar surat."
Dua kalimat singkat itu justru membuat pemilik rumah tercekat: "Kau... ini..." Ia bergumam ragu-ragu, lama akhirnya mengeluarkan kalimat utuh: "Aku tak mau! Ambil kembali!"
"Hmph... tak mau?" Feng Bujue menyeringai sinis, "Apa harus kusebutkan kode perintahmu baru kau terima?"
Nadanya seolah ia benar-benar tahu...
"Kau... katakan..." Pemilik rumah masih menyimpan secuil harapan, enggan menyerah.
"Dua?" Feng Bujue mencoba bertanya.
"Wahahahaha..." Tiba-tiba pemilik rumah tertawa terbahak, "Salah!"
"Tiga?" Feng Bujue mencoba angka lain, toh tidak ada ruginya...
"Salah..." Jawab pemilik rumah lagi.
"Empat?" Jue Ge melanjutkan dengan santai.
"Salah!" Suara pemilik rumah meninggi memotong, "Hei... apa kau berniat menyebut satu per satu sampai habis?"
"Tepat sekali." Jawab Feng Bujue, "Ada masalah?"
"Hmm..." Pemilik rumah berpikir sejenak, "Bisa..." memberikan jawaban positif.
"Oh, iya..." Feng Bujue teringat sesuatu, lanjutnya, "Kode instruksimu pasti juga satu digit ya?"
"Dua digit," jawab pihak lawan.
"Hah?" Feng Bujue tertegun sejenak, dalam hati bergumam, "Lho... Kok kayaknya gak beres, tadi kukira semua cuma satu digit... Ternyata yang kedua ini sudah dua digit? Kalau nanti ada yang tujuh digit atau delapan digit, meski aku sabar mencoba satu per satu, waktu pasti tidak cukup..."
"Kamu... Bisa pulang sekarang?" tanya pemilik rumah dengan ragu.
Feng Bujue merespons dengan: "Ehem..." Ia membersihkan tenggorokannya, terkekeh, "Heh... Sebelas?"
