Kata-kata berhenti, aura pembunuhan mengembang.
Pertarungan dahsyat sebentar lagi akan pecah di tepi tebing ini.
Namun, tepat di saat ini...
"Hmm?" Ekspresi Meng Jingchan berubah drastis saat mendengar dua peringatan sistem berturut-turut.
"Ada apa?" Raja langsung menangkap perubahan ekspresi lawannya.
"Hmm... Bukan masalah besar." Jawab Meng Jingchan jujur, "Hanya dua rekan timku yang terbunuh seketika dalam selang dua detik tadi."
“Oh?” Xian Ye Wei Wang menyambung, “Untuk seseorang yang sudah kehilangan dua rekan tim... reaksimu terbilang biasa saja.”
“Tak peduli...” Meng Jingchan tetap terlihat tenang, “Yang penting aku masih hidup.” Dia berhenti sejenak, “Bahkan jika aku mati, itu tidak akan mengubah situasi.”
Xian Ye Wei Wang langsung memahami makna tersirat ucapan itu, mendengus dingin, “Hmph... Sepertinya... kau sangat yakin dengan diri sendiri dan anggota timmu yang tersisa.”
“Heh...” Meng Jingchan tertawa, “Jangan lihat penampilanku sekarang. Dulu saat baru masuk dunia game... mengalahkan banyak lawan, lima kill super dewa, itu hal biasa.” Sambil menggerakkan lehernya ke kiri-kanan seperti pemanasan, “Soal anggota tim kami yang lain... kau pasti sudah menebak? Benar, dia adalah 'Tun Tian Gui Xiao'.”
Ucapannya berhenti di situ. Karena kekuatan Guixiao tak perlu penjelasan... ID 【Tun Tian Gui Xiao】 sendiri telah mengatakan segalanya.
“Hmm...” Xian Ye Wei Wang terdiam beberapa detik, lalu berujar, “Kepercayaan dirimu... meski menyebalkan, tapi wajar.” Nadanya datar, ekspresi dingin, “Bahkan dalam posisi inferior, tetap tenang dan tak goyah... Mental dan aura seperti ini hanya dimiliki oleh petarung berpengalaman atau tim pemenang.”
"Sampai di sini, arah pembicaraannya tiba-tiba berubah: 'Tapi... justru tim seperti ini, setelah dikalahkan sekali langsung kehilangan semangat.' Mayat Pedang menyeringai sinis, 'Harus diketahui... benteng mental yang dibangun dengan bersusah payah, sekali runtuh... kerusakan yang ditimbulkan tak terbayangkan.' Dia berhenti sebentar setengah detik, lalu melanjutkan, 'Saat itu, emosi-emosi asing yang terpendam jauh di hati akan muncul satu per satu... dan diperbesar tanpa batas.'"
"'Maksudmu 'keruntuhan prinsip', serta 'keraguan akan kekuatan diri sendiri'?'" Meng Jingchan tersenyum menimpali.
Kak Zen jelas menyentuh titik sensitif, membuat Mayat Pedang tertegun mendengarnya.
"'Hah... maaf, sekalipun kami kalah, emosi seperti itu tidak akan muncul.' Meng Jingchan mengangkat bahu, 'Karena kami sudah melewati proses itu sejak lama...'"
Ucapannya jujur... Di dalam Studio Order, ada "latihan mental runtuh" khusus yang isinya adalah——bertarung dalam latihan perang internal tim melawan Tun Tian Gui Xiao.
"'Benteng mental' kami sudah dibangun di atas 'reruntuhan', sekalipun dirobohkan lagi, bisa cepat dibangun kembali.'" Meng Jingchan melanjutkan, "'Tentu saja... kalian benar-benar bisa mengalahkan kami, itu juga hal baik. Pelajaran dari kekalahan biasanya lebih banyak daripada kemenangan. Tapi... lihat saja kemampuan kalian.'"
“Hmph... Baiklah.” Raja Mayat Pedang mendengus dingin, “Memang pantas disebut Meng Jingchan, pertahanan psikologismu benar-benar tanpa celah.” Sambil berkata, dia mengangkat tangan sebelahnya, sebilah pedang besar yang mengerikan muncul di genggamannya, “Awalnya ingin menggunakan kematian rekan timmu untuk menciptakan sugesti psikologis dan memberimu tekanan, tapi sekarang... aku meremehkanmu.”
“Hehe... Rupanya itu tujuannya...” Meng Jingchan tertawa acuh tak acuh, “Maafkan kejujuranku... Kalian yang wajah poker dan nada datar ini benar-benar tidak cocok memainkan trik ‘’ semacam ini.” Ucapnya sambil tersenyum semakin lebar seolah teringat sesuatu, “Cobalah lagi setelah bisa berteriak penuh emosi ‘Aku akan menjadi Raja Bajak Laut!’ seperti dialog itu.”
“Terima kasih nasihatnya...” Raja Mayat Pedang menjawab dengan nada khidmat, “Aku akan mengingatnya.”
Sebelum suaranya menghilang, bilah pedang telah menyambar.
Pedang besar di tangan Raja Mayat Pedang menyayat udara dengan kecepatan luar biasa, melontarkan kilatan tajam nan mematikan.
Dalam sekejap, tebing tempat Meng Jingchan berdiri terbelah rapi oleh sabetan pedang, mulai meluncur ke jurang...
Menghadapi bahaya ini, Kak Zen tetap tenang. Dengan gerakan ringan menginjak udara, tubuhnya melesat melampaui kepala Raja Mayat Pedang.
“Mudah naik ke langit... Tapi turun ke bumi akan sulit.” Detik berikutnya, suara dingin Raja Mayat Pedang kembali bergema, disertai kilatan pedangnya yang tiba-tiba membelah angkasa.
Dalam sekejap, Blade bangkit, gelombang pisau muncul, jurus 【Yidao Dangyue】 menerjang udara, mendesak hingga di depan tubuh Meng Jingchan.
Perkataan Xianye Weiwang tidak salah... Jago bertarung paling menghindari melayang gegabah. Karena di udara tak ada tumpuan, sekali melompat mustahil menambah kecepatan atau mengubah arah di tengah jalan. Dengan begini... sangat mudah dilawan kesempatan untuk memberikan serangan mematikan yang sulit dihindari.
Tapi... teori di atas bukanlah "mutlak".
Jago level Meng Jingchan sudah melampaui penilaian "logika umum" atau "pengetahuan biasa". Saat bertarung dengannya, banyak teori dasar menjadi tidak berlaku...
"Hehe... Siapa bilang aku mau turun?" Kak Zen berkata sambil menendang lagi, melangkah dan melompat.
"Langkah"-nya kali ini justru menginjak "gelombang pisau" tak kasat mata yang dikeluarkan lawan.
"Hmm?" Melihat ini, Xianye Weiwang kaget dan bingung, pertama kali melihat cara seperti ini, "Bisa menginjak energi destruktif yang dikeluarkan... lalu memanfaatkan tenaganya untuk bergerak..."
Jika dianalogikan, tindakan Meng Jingchan saat ini seperti "berjalan di lidah api penyembur api" atau "meloncat di atas sinar laser". Bahkan di dunia game, ini hampir mustahil dilakukan kecuali... dia punya kemampuan kontak fisik dengan energi murni berproperti "penghancur".
“Saudara, taktikmu kurang lebih saya pahami, tapi... caramu salah.” Meng Jingchan yang telah terbang lebih tinggi segera menyambung, “Biar saya tunjukkan... cara yang benar.”
Begitu kata-katanya meluncur, Xianye Weiwang sudah merasa situasi memburuk. Dalam kilatan listrik dan percikan api itu, hampir secara insting dia mulai berlari menjauhi jurang, namun... tetap terlambat.
“Pertama, potongan yang kau tebas terlalu kecil. Ruang dan jarak harus sebesar mungkin.” Meng Jingchan di udara berbicara sambil menarik pedangnya dan mengayunkan.
Energi pedang yang terlepas itu secepat burung phoenix mengamuk, kekuatannya memisahkan gunung dan sungai, dalam sekejap telah mengukir celah di daratan bawah.
Jika tebing yang dipotong Xianye Weiwang tadi volumenya setara kolam renang, maka tebasan Meng Jingchan kali ini memotong seluas lapangan sepakbola. Bahkan dari kejauhan... terasa jelas bagian tepi daratan ini telah terpangkas.
“Sial... terkecoh.” Xianye Weiwang sadar... jika diam, dia akan meluncur bersama fragmen daratan ini ke jurang ribuan zhang, tapi jika bergerak... hanya ada satu jalan: “lompatan besar” ke depan.
Sudah begini keadaannya, dia tidak punya pilihan lain selain bersiap menghadapi jurus, dengan nekat melompat ke arah daratan.
“Kedua, waktu terbaik untuk menghadang musuh adalah saat mereka belum mencapai udara di atas titik pijakan.” Saat mengucapkan nasihat kedua ini, Meng Jingchan sudah berada di tepi daratan yang terpotong, menjaga jalur lompatan lawannya.
"Begini... Bahkan jika Raja bertahan dari serangan berikutnya, sangat mungkin dia terpental, dan pada akhirnya akan terjatuh dari tebing hingga tewas."
"Akan kubiarkan kau berhasil?!" Raja menggeram, melancarkan jurus lagi di udara, "Gigi Tumbuk Tiga Jurusan·Kosen!"
Jika faktor obat dikesampingkan, sebagai Leader dari Tim Pertama Corpse Blade, kekuatan Raja sendiri juga tidak boleh diremehkan. Saat melompat, dia sudah memperkirakan apa yang akan terjadi, sehingga saat melangkahkan "satu langkah itu", dia sudah siap mengeluarkan jurus.
"Poin ketiga, dan yang paling penting." Saat itu, Meng Jingchan mengucapkan kalimat ketiga sekaligus terakhir dalam pertarungan ini, "Pastikan seranganmu cukup keras... Hanya begitu pertarungan bisa diputuskan."
Pada detik itu, mata Kak Zen berubah drastis, aura pedang menyembur, Skill Level S 【Mad Song of the Sword】 tiba-tiba muncul!
